Sabtu, 20 September 2014

HIDUP DALAM KEKAYAAN KEMURAHAN TUHAN (ROMA 2:1-16)

                                              

Nats: Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? (ayat 4).

                Saudara-saudara, melalui bagian bacaan kita saat ini saya mengajak kita sekalian untuk merenungkan sebuah tema yaitu hidup dalam kekayaan kemurahan Tuhan. Saudara-saudara, kalau kita bicara soal kekayaan, maka percayakah saudara bahwa kekayaan di dunia ini adalah tidak tak terbatas? Artinya kekayaan di dunia ini pasti ada batasnya. Kalau kita lihat dari angka dasarnya saja, maka angka paling mendasar hanya ada di kisaran 0-9. Persoalan bahwa angka tersebut bisa divariasi dan diulang-ulang, itu mungkin adalah persoalan yang berbeda. Dengan demikian keterbatasan kekayaan di dunia ini acap kali membuat definisi kaya menjadi sangat relatif. Sekalipun memang mungkin ada banyak orang di dunia ini yang acap kali merasa tidak puas dengan kekayaan yang dimilikinya dan senantiasa ingin mencari yang lebih dan lebih lagi.
                Saudara-saudara, tidak demikian dengan kekayaan kemurahan Tuhan. Dalam ayat yang keempat yang menjadi nats bagian bacaan kita digambarkan betapa kayanya kekayaan kemurahan Tuhan itu. Dan kekayaan kemurahan Tuhan tentu tidak boleh kita anggap sepi. Demikian juga dengan kesabaran dan kelapangan hati-Nya.  Kekayaan kemurahan Tuhan senantiasa ingin menuntun kita kepada pertobatan. Bahkan dari ayat yang pertama sampai dengan ayat yang ketiga  dengan jelas diungkapkan mengenai hal menghakimi orang lain. Dimana dikatakan di sana bahwa engkau yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab dalam menghakimi orang lain engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain melakukan hal-hal yang sama. Penegasan yang sama diungkapkan juga dalam Matius 7 ayat yang pertama. Dimana dikatakan di sana jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi.
                Saudara-saudara, bicara soal penghakiman, mungkin secara sadar atau tidak sadar kita pun sering melakukannya. Salah satunya adalah ketika kita memberikan stereotype kepada orang lain. Si A pasti begini. Si B pasti begitu. Dan seterusnya, dan seterusnya tanpa kita benar-benar mau masuk ke dalam pergumulan yang sesungguhnya dari orang-orang yang kita berikan stereotype tersebut.
                Saudara-saudara, bukankah hukum yang pertama dan terutama adalah hukum kasih sebagaimana yang Kristus ajarkan kepada kita sekalian, dimana kita diminta untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, dan bahkan mengasihi musuh kita dan berdoa bagi mereka? Jika hal itu bisa benar-benar tercapai maka saya percaya bahwa benturan-benturan di dalam kehidupan ini akan dapat terminimalisir dan  bahkan ternihilkan dari antara kehidupan kita bersama dengan semua orang tanpa terkecuali. Persoalannya adalah bahwa kita masih seringkali dikuasai dengan keegoisan diri kita sendiri. Bahkan kita melupakan kasih mula-mula yang seharusnya mendasari kehidupan kita sebagai manusia dan sebagai orang percaya.
                Saudara-saudara, melalui bagian bacaan kita saat ini hendak diingatkan kepada kita sekalian bahwa baiklah kita senantiasa melakukan hukum-hukum Tuhan, dimana di dalam ayat yang ke-13 digambarkan dengan jelas bahwa bukanlah orang yang mendengar hukum taurat yang benar di hadapan Allah tetapi orang yang melakukan hukum tauratlah yang akan dibenarkan. Hukum taurat yang dimaksudkan di sini berarti hukum-hukum Tuhan. Dan hukum Tuhan yang utama dan terutama adalah hukum kasih. Oleh karena itu baiklah kita mendasari seluruh kehidupan kita dengan hukum kasih tersebut. Dimana sifat-sifat kasih adalah lemah lembut, memaafkan dan murah hati. Itulah sifat kasih Kristus. Kasih itu jugalah yang perlu terus terpelihara di dalam kehidupan persekutuan orang percaya. Sebagaimana Filipi 2:1-3 dikatakan bahwa karena di dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini. Hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan. Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri.
                Saudara-saudara, mungkin di antara kita masih ada begitu banyak orang yang belum begitu sempurna dalam melakukan kasih sebagaimana yang Kristus ajarkan. Oleh karena itu baiklah kita sungguh-sungguh bertobat dalam kerangka kita menikmati kekayaan kemurahan Tuhan. Baiklah kita tidak menganggap sepi kekayaan kemurahan Tuhan itu. Baiklah kita berlomba-lomba dalam melakukan kasih. Kiranya Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.