Selasa, 31 Desember 2013

RENUNGAN AWAL TAHUN 2014: CIRI ORANG BERIMAN-HIDUP DALAM KEPASTIAN (AYUB 14:1-22)

               
                Saudara-saudara kekasih Kristus, memasuki awal tahun yang baru di minggu pertama tahun 2014 ini, pemberitaan di televisi banyak menyoroti seputar ramalan tentang apa yang akan terjadi di tahun 2014 yang akan kita jalani dan lewati bersama ini. Salah satu yang paling saya ingat yang juga dikait-kaitkan dengan tragedi kecelakaan kereta di Bintaro yang terjadi belakangan ini adalah ketika seorang paranormal mengatakan bahwa kecelakaan kereta di Bintaro yang bertabrakan dengan mobil tangki BBM Pertamina itu menunjukkan bahwa di tahun 2014 akan terjadi pertarungan, gejolak bahkan tragedi yang sangat besar. Apalagi mengingat bahwa tahun 2014 merupakan suatu tahun politik bagi Indonesia. Dalam ungkapan yang lain diungkapkan juga bahwa tahun 2014 merupakan tahun kuda perang.

                Saudara-saudara, sadarkah kita akan realita kenapa orang-orang di sekitar kita acap kali mengandalkan diri dan seolah-olah membutuhkan bahkan bergantung pada ramalan-ramalan? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena orang membutuhkan kepastian. Hal ini senada atau seiring sejalan dengan realita keberadaan manusia yang sejak lahirnya memang memiliki kecenderungan alamiah untuk dapat menjadi gelisah dan bahkan dipenuhi kegelisahan. Ayat yang pertama dari bagian bacaan kita menegaskan akan hal itu. Dengan jelas diungkapkan di sini bahwa manusia yang lahir dari perempuan yang artinya semua manusia tanpa terkecuali (karena tidak ada satu anak manusia pun yang tidak lahir dari perempuan) dikatakan singkat umurnya dan penuh kegelisahan. Kalau kita mau menilik pada peristiwa hidup Ayub sendiri, bukan tidak mungkin dalam kondisi hidupnya yang berbalik 180 derajat itu Ayub menjadi frustasi dan pada akhirnya hidupnya dipenuhi kegelisahan. Bahkan kalau kita lihat dan cermati bersama Ayub pun pernah mengutuki hari kelahirannya sebelum akhirnya berbalik kembali kepada Allah dan menyesali perbuatannya. Pertanyaannya kenapa Ayub sampai bisa mengutuki hari kelahirannya? Pasti sedikit banyak dipengaruhi juga oleh kegelisahan dan kegundahan yang bergejolak di dalam dirinya tanpa dia bisa berbuat apa-apa untuk keluar dari keadaan keterpurukannya. Itulah juga yang acap kali terjadi pada manusia-manusia lain di muka bumi ini. Bahkan mungkin termasuk kita sebagai orang-orang percaya. Kegelisahan yang acap kali mendera hidup ini membuat manusia lebih senang menggunakan cara instan untuk mencari jawab dari kegelisahan hatinya tentang perjalanan hidupnya. Salah satu caranya adalah melalui percaya pada ramalan. Dalam kondisi yang demikian maka sebagai orang beriman tentunya kita patut bertanya khususnya ke dalam hati kita pribadi lepas pribadi. Manakah kuasa yang lebih besar? Apakah kuasa ramalan yang berdasar pada hikmat manusia bahkan bisa jadi ada campur tangan kuasa gelap? Atau justru kuasa Tuhan yang sudah sangat jelas bahwa DIA adalah Sang Khalik dan Raja di atas segala raja? Maka sebagai orang beriman tentunya kita tahu siapa yang harus kita ikuti dan kepada siapa kita harus menggantungkan hidup kita. Tidak lain dan tidak bukan Tuhan menjadi jawaban dan pilihan yang pasti bagi kita. Tidak ada tawar menawar di dalamnya. Ikut Tuhan-selamat. Mengikuti kuasa lain di luar kuasa Tuhan-binasa. Oleh karena itu iman percaya kita kepada Tuhan menjadi hal yang penting. Karena di dalam percaya kita tidak sekedar percaya melainkan mempercayakan diri dan hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Artinya Dialah yang berotoritas penuh atas diri dan hidup kita. Bukan yang lain. Dalam ungkapan yang lain Dialah yang menjadi Raja dan memerintah di dalam hidup kita. Artinya ketaatan dan kepatuhan  kepada Tuhan juga bukan menjadi hal yang dapat ditawar-tawar. That’s the point. Ketika kita taat dan patuh sebagai bukti bahwa kita mengasihi Allah sebagaimana Dia lebih dulu mengasihi kita maka kita pasti akan sungguh-sungguh dapat masuk ke dalam kemuliaan bersama dengan Sang Bapa. Bahkan ada saatnya dimana kita dapat bertemu muka dengan muka dengan-Nya sebagai bagian dari orang-orang yang benar-benar dipilih dan ditetapkan Allah untuk diselamatkan. Jadi masa-masa dimana kita masih diberi hidup di dunia ini adalah menjadi masa penyaringan. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan waktu hidup kita yang singkat ini. Hiduplah di dalam Tuhan dan bersama Tuhan senantiasa, karena di dalam Tuhan selalu ada pengharapan seperti pohon yang ditebang dan dapat bertunas kembali, dimana tunasnya tidak berhenti tumbuh. Di dalam Tuhan juga selalu ada kepastian, yaitu kepastian hidup dan keselamatan kekal. Bahkan orang percaya akan tetap hidup sekalipun ia sudah mati. Itu janji Firman Tuhan. Ketiadaan harapan setelah kematian karena dosa sebagaimana dituliskan dalam judul perikop kita saat ini telah Tuhan ubahkan dan sempurnakan menjadi jaminan keselamatan dan hidup kekal bagi semua orang terutama bagi orang-orang percaya dan takut akan Dia. Oleh karena itu kata kuncinya di sini adalah percaya. Namun percaya bukan hanya sekedar percaya melainkan mau mengambil komitmen dalam konsistensi hidup bersama Tuhan dan di dalam Tuhan. Dengan demikian kita tidak sekali pun mengandalkan diri di dalam otoritas lain selain otoritas Tuhan satu-satunya, karena Dialah satu-satunya Juruselamat bagi kita. Komitmen ini pun perlu dinyatakan dan dipraktekkan dalam keseharian hidup kita, terutama ketika kita memasuki tahun yang baru ini dengan segudang rencana. Alkitab berkata jangan lupakan Tuhan dalam setiap perencanaan. Berdoalah kepada-Nya. Mintalah hikmat bijaksana daripada-Nya. Mintalah agar Dia senantiasa menyertai langkah hidup kita ke depan sehingga nyatalah Allah Imanuel, Tuhan beserta kita. Selamat memasuki tahun yang baru bersama Tuhan dan di dalam Tuhan. Mari kita jadikan tahun 2014 ini sebagai tahun kemenangan bersama Yesus Kristus Tuhan.  Selamat melangkah di tahun yang baru dalam pengharapan dan kepastian. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Selasa, 24 Desember 2013

YOBEL DAN NATAL: SEBUAH KORELASI ATAU PERTENTANGAN?


       PENGANTAR: PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN TENTANG TAHUN YOBEL DALAM SEJARAH
      Tentu tiap-tiap kita pernah membaca bagian Alkitab yang terdapat dalam Imamat 25:10 bukan? Dalam bagian Alkitab ini dengan jelas diungkapkan bahwa kamu harus menguduskan tahun ke lima puluh, dan memaklumkan kebebasan di negeri itu bagi segenap penduduknya. Itu harus menjadi tahun Yobel bagimu, dan kamu harus masing-masing pulang ke tanah miliknya dan kepada kaumnya. Jika kita mau melanjutkan pembacaan pada ayat ke-11 sampai dengan ayat ke-13, maka di sana dengan jelas diungkapkan bahwa tahun yang kelima puluh itu harus menjadi tahun Yobel bagimu, jangan kamu menabur, dan apa yang tumbuh sendiri dalam tahun itu jangan kamu tuai, dan pokok anggur yang tidak dirantingi jangan kamu petik buahnya. Karena tahun itu adalah tahun Yobel, haruslah itu kudus bagimu; hasil tahun itu yang hendak kamu makan harus diambil dari ladang. Dalam tahun Yobel itu kamu harus masing-masing pulang ke tanah miliknya. Jika kita mau menelusuri dari awal, sebagaimana judul perikop yang diberikan oleh LAI dalam Imamat pasal 25 ini, maka dengan jelas kita akan menemukan bahwa pelaksanaan tahun Yobel memiliki pemaknaan yang saling terkait dengan tahun Sabat. Dan perintah ini disampaikan Tuhan melalui Musa di Gunung Sinai untuk ditujukan kepada Orang Israel ketika telah tiba di negeri yang dijanjikan Tuhan kepada mereka. Dengan demikian jelaslah bahwa pelaksanaan tahun Yobel berdasarkan kesaksian Alkitab dapat dimaknai sebagai tahun pembebasan yang nota bene menjadi peringatan historis dari pembebasan Bangsa Israel dari tanah perbudakan di Mesir. Sedangkan tahun Sabat merupakan masa perhentian, sebagaimana makna kata hari Sabat yang merupakan hari perhentian yang dikuduskan bagi Tuhan. Dalam paparan di ayat ke-3 dam seterusnya sampai dengan ayat ke-9 diungkapkan dengan jelas bahwa enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu. Tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi Tuhan. Ladangmu janganlah kau taburi dan kebun anggurmu janganlah kau rantingi. Dan apa yang tumbuh sendiri dari penuaianmu itu, janganlah kau tuai dan buah anggur dari pokok anggurmu yang tidak dirantingi, janganlah kau petik. Tahun itu harus menjadi tahun perhentian penuh bagi tanah itu. Hasil tanah selama sabat itu harus menjadi makanan bagimu, yakni bagimu sendiri, bagi budakmu laki-laki, bagi budakmu perempuan, bagi orang upahan dan bagi orang asing di antaramu, yang semuanya tinggal padamu. Juga bagi ternakmu, dan bagi binatang liar yang ada di tanahmu, segala hasil tanah itu menjadi makanannya. Selanjutnya engkau harus menghitung tujuh tahun sabat, yakni tujuh kali tujuh tahun; sehingga masa tujuh tahun sabat itu sama dengan empat puluh sembilan tahun. Lalu engkau harus memperdengarkan bunyi sangkakala dimana-mana dalam bulan yang ketujuh pada tanggal sepuluh bulan itu; pada hari raya Pendamaian kamu harus memperdengarkan bunyi sangkakala itu dimana-mana di seluruh negerimu. Barulah pada tahun yang ke-50 dalam rangkaian hari raya pendamaian itu dirayakanlah tahun Yobel. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa tahun Yobel memiliki ciri khas historis berdasarkan paparan Alkitab sebagai berikut: (1). Tahun Yobel adalah salah satu perayaan keagamaan dalam tradisi Yahudi atau Israel. (2). Tahun Yobel diperingati pada tiap-tiap tahun ke-50 dihitung dari awal peringatan tahun Sabat. Dalam Bahasa Inggris ungkapan tahun ke-50 ini dikenal dengan  istilah Jubilee (Sumber: id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Yobel). (3). Dalam tradisi Yahudi, tahun Yobel dirayakan bersamaan dengan Hari Raya Pendamaian (dalam bahasa Ibrani yom kippur). (4). Perayaan ini dibuka dengan meniupkan sangkakala (shofar) yang tidak hanya menjadi tanda dimulainya perayaan, tetapi juga menjadi seruan pembebasan bagi para budak, termasuk pembebasan lahan pertanian (Sumber: Ibid). (5). Perayaan tahun Yobel merupakan puncak dari Sabat (Sumber: www.tulang-elisa.org/tahun-yobel).
               
Dalam sumber  id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Yobel‎ disebutkan bahwa secara etimologis asal kata yobel tidak diketahui dengan pasti. Kata ini diduga berasal dari kata bahasa Ibrani ybl (yovel) yang bisa berarti domba jantan atau tanduk domba jantan. Dalam tafsiran penulis, pemaknaan tahun Yobel sebagai tahun pembebasan yang dikaitkan dengan arti kata harafiahnya yaitu domba jantan adalah karena dalam konteks Perjanjian Lama domba (khususnya domba jantan) seringkali dipakai sebagai simbol gambaran kurban penebusan dosa. Dalam paparan etimologi yang terdapat dalam sumber id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Yobel disebutkan bahwa dalam beberapa teks Perjanjian Lama seperti di dalam Keluaran 19:13 dan Yosua pasal 6, kata ybl atau yovel ini diyakini menunjuk pada shofar. Shofar (sangkakala) adalah tempat yang terbuat dari tanduk domba jantan dan biasa dibunyikan pada permulaan perayaan Hari Raya Pendamaian.

      YOBEL DAN NATAL: SEBUAH KORELASI ATAU PERTENTANGAN?
      Dari berbagai uraian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa tahun Yobel memiliki makna penting sebaagai tahun pembebasan yang merupakan puncak dari perayaan tahun sabat atau tahun perhentian. Kedua-duanya merupakan momen yang khusus dan kudus bagi Tuhan. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah tahun Yobel memiliki keterkaitan makna dengan peringatan dan perayaan natal? Atau justru merupakan sebuah pertentangan?
      
      Natal secara umum dimaknai sebagai hari kelahiran sebagaimana arti harafiah dari kata natal adalah lahir atau kelahiran. Dalam konteks kekristenan kemudian kata natal memiliki makna khusus terutama ketika dikaitkan dengan momentum kelahiran Tuhan Yesus Kristus ke dalam dunia. DIA yang pada mulanya adalah Firman yang kemudian menjadi sama dengan manusia dan berada di tengah-tengah manusia untuk mengajar dan lebih khusus lagi melakukan tugas penyelamatan Allah atas dosa-dosa manusia serta membebaskan manusia dari hukuman kekal yang berujung kepada kematian kekal. Coba perhatikan kata membebaskan yang penulis beri garis bawah dalam ungkapan di atas. Kelahiran Yesus Kristus yang kita peringati dalam tiap-tiap momentum natal merupakan cikal bakal pewujudnyataan rangkaian karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus atas dosa manusia yang sudah pasti berujung kepada maut. Tidak ada satu manusia pun yang dapat terlepas dari hukuman kekal yang merupakan akibat dari dosa Adam dan Hawa serta keturunannya termasuk kita. Oleh karena itu natal sebagai cikal bakal karya penyelamatan dan pembebasan Allah melalui Yesus Kristus terhadap manusia dari kungkungan dosa dan maut kekal tentulah memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan nilai pemaknaan yang terkandung dalam perayaan tahun Yobel sebagai tahun pembebasan. Kelahiran Yesus Kristus yang kita peringati dalam momentum natal tentulah menjadi cikal bakal jaminan kebebasan manusia dari dosa dan maut, terutama bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Tahun Yobel yang dalam Perjanjian Lama memiliki makna pembebasan terhadap para budak dan tanah, maka dalam Perjanjian Baru telah disempurnakan menjadi pembebasan terhadap seluruh umat manusia dari perbudakan dosa, terutama bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Sehingga dengan demikian kita tidak perlu lagi menjadi hamba dosa melainkan hamba kebenaran. Selamat natal bagi kita sekalian. Selamat menikmati dan menjalani hidup sebagai orang-orang yang telah dibebaskan dan ditebus Tuhan dari dosa dan maut dengan harga yang mahal melalui pengorbanannya di atas kayu salib dan keseluruhan rangkaian karya penyelamatan-Nya atas kita. Selamat mengecap dan menjalani kebebasan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita melalui Yesus Kristus dengan penuh tanggung jawab dan dalam hati yang tulus dan kudus untuk mempermuliakan nama Tuhan melalui keseluruhan hidup yang kita jalani. Sekali lagi selamat natal dan tahun baru. Tuhan memberkati kita sekalian.