Sabtu, 19 April 2014

BANGKIT DENGAN HIDUP YANG BARU (2 KORINTUS 4:1-18; Yesaya 60:1). Nats: 2 Korintus 4:16.

                                                         
                Saudara-saudara, momentum peringatan dan perayaan Paskah kita kali ini sungguh-sungguh merupakan momentum yang istimewa karena berlangsung berdekatan dengan momentum nasional Bangsa Indonesia yaitu pemilu. Dan kalau berbicara pemilu khususnya dalam pemilu tahun 2014 ini, dimana ada beragam partai yang meramaikan jalannya pemilu, termasuk salah satu partai yang benar-benar baru. Supaya jelas bagi kita saya sebut saja namanya “Partai NasDem.” Ketika saya menyebut nama partai ini saya sama sekali tidak bermaksud untuk mengajak saudara-saudara berpolitik praktis. Namun sekali lagi tujuannya hanyalah supaya jelas bagi kita. Karena saya adalah salah seorang yang sangat setuju dan mendukung penuh pandangan bahwa seorang hamba Tuhan tidak boleh berpolitik praktis. Apalagi melalui mimbar yang kudus. Sehingga kalau seorang hamba Tuhan mau berpolitik praktis maka ia harus memilih: tetap menjadi hamba Tuhan atau terjun seratus persen ke dunia politik dan melepaskan tanggung jawabnya sebagai hamba Tuhan yang dipanggil Tuhan melalui jabatan khusus gerejawi. Memang hidup ini adalah pilihan. Dan sebagai orang percaya maka tiap pilihan hidup kita harus dipertanggungjawabkan terutama di hadapan Tuhan.
                Saudara-saudara, saya memang tidak ingin mengajak saudara-saudara berpolitik praktis. Tapi saya hanya ingin menunjukkan berkaitan dengan tema kita saat ini “Bangkit Dengan Hidup Yang Baru” bahwa ada hal menarik dari kehadiran partai NasDem ini, yaitu ketika partai ini mengusung slogan “restorasi baru untuk Indonesia.” Melalui kehadiran partai inilah maka dalam pemilu kali ini kita menjadi akrab dengan  satu istilah yaitu restorasi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti kata restorasi adalah sebuah aktivitas pemulihan dan atau memulihkan dalam kalimat aktif. Dengan ungkapan yang lain arti kata restorasi diartikan juga sebagai pengembalian ke keadaan semula atau pemugaran. Tentu kita dapat membayangkan bersama-sama apa tujuan pemulihan itu dilakukan. Dapat kita bayangkan kalau kita melakukan pemugaran terhadap rumah tinggal kita, maka tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah supaya kondisi atau keadaan rumah menjadi lebih baik sehingga orang yang tinggal di dalam rumah tersebut pada akhirnya men galami kegairahan hidup yang baru atau diperbaharui seiring dengan peremajaan rumahnya tersebut. Dan kalau kita bicara gairah maka tidak lepas dari kata bangkit atau kebangkitan, karena gairah itulah yang menjadi motor penggerak munculnya kebangkitan hidup tiap-tiap orang tanpa terkecuali.
                Saudara-saudara, dalam momentum peringatan dan perayaan Paskah maka kita memperingati kebangkitan Kristus. Bahkan dalam Paskah di masa-masa kita sekarang ini kita tidak lagi menantikan DIA yang akan bangkit karena DIA sudah bangkit dan sudah naik ke Sorga duduk di sebelah kanan Allah BAPA. Dia sudah menjadi Kristus Victor. Kristus yang menang atas dosa dan maut. Dan kemenangan-Nya memberikan kepada tiap-tiap insan manusia khususnya orang percaya sebuah gairah hidup yang baru di dalam Kristus dan bersama dengan Kristus. Karena kita yang dahulu adalah seteru Allah, tapi kini telah diperdamaikan dan dipersatukan dengan DIA melalui anugerah karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus Tuhan kita.
                Yang menjadi pertanyaan dan reflesi untuk kita bersama adalah apakah dengan jaminan keselamatan dan gairah hidup yang baru yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, kita sudah sungguh-sungguh mengalami kebangkitan dengan hidup yang baru di dalam Kristus dan bersama dengan Kristus? Atau dengan bahasa Alkitabiah Tuhan ingin bertanya kepada kita saat ini: Apakah kita sudah benar-benar lahir baru, yaitu dilahirkan kembali menurut Roh dan bukan menurut daging? Apakah kita sudah benar-benar menjalankan fungsi dan peran kita sebagai garam dan terang dunia, dan menghasilkan terang di tengah kegelapan dunia yang berlandaskan kepada terang Kristus yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita? Mungkin ada yang menjawab “sudah pak.” Ketika jawaban itu dilontarkan dengan dasar iman, pengharapan dan kasih kita kepada Kristus maka saya akan menjawab: “Baik sekali. Mari lanjutkan.” Tapi mungkin diantara kita ada yang menjawab “Masih terlalu sulit pak, karena saya masih manusia biasa yang masih hidup di dalam dunia. Masih terlalu banyak godaan yang menggoda saya untuk tidak menjalankan kehidupan keberimanan saya dengan baik dan benar, sehingga masih sulit bagi saya untuk benar-benar lahir baru dan bangkit dengan hidup yang baru.” Bagi tiap-tiap orang yang belum mampu benar-benar mengalami lahir baru dan juga bagi kita sekalian yang bersama-sama merayakan dan memperingati Paskah saat ini, maka diberitakan bagi kita sekalian bahwa peristiwa Paskah dimana Kristus mati dan bangkit sebagai tanda bahwa Kristus telah menang atas dosa dan maut dan telah menebus dosa umat manusia terutama orang percaya adalah merupakan bukti kasih karunia dan anugerah Allah yang begitu besar kepada tiap umat manusia, terlebih kepada kita orang-orang percaya. Dalam 2 Korintus 4:6 diungkapkan tentang Firman Allah yang menyatakan bahwa dari dalam gelap akan terbit terang! Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus. Nyata benar di sini sebuah fakta bahwa karena dosa maka semua manusia tanpa terkecuali telah hidup di dalam kegelapan. Dan tidak ada satu manusia pun di muka bumi ini yang mampu membebaskan dirinya sendiri dan atau sesamanya dari dalam kegelapan tersebut terkecuali adanya juru penolong yang tidak berdosa dan tidak berasal dari kegelapan melainkan yang berasal dari terang dan yang adalah terang itu sendiri yang mampu membebaskan manusia dari dalam kegelapan dan bahkan menjadikan umat pilihan-Nya sebagai anak-anak terang dan bukan lagi anak-anak kegelapan. Figur itu tidak lain dan tidak bukan adalah Allah sendiri. Ia yang telah berinisiatif untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa dengan menjadi sama dengan manusia dan mengambil rupa seorang hamba. Bahkan Ia yang telah rela mati disalib untuk menjadi domba penebusan yang kudus yang telah menanggung seluruh dosa manusia. Oleh karena itu pesan dan perintah Firman Tuhan sangatlah jelas. Kepada setiap kita yang telah diampuni dosanya, janganlah kita hidup di dalam dosa lagi. Janganlah kita menjadi hamba dosa melainkan hamba kebenaran. Alkitab juga dengan tegas berkata bahwa sebagai orang-orang yang sudah dipilih dan ditetapkan Tuhan sebagai orang percaya dan sebagai anak-anak terang, maka terang tidak bisa lagi bersatu dengan gelap. Karena sebagai anak-anak terang maka kita adalah bagian dari imamat rajani, bangsa yang kudus, umat pilihan Allah. Perhatikan kata kudus yang berasal dari akar kata Qadosy yang berarti dipisahkan dari yang lain dalam pengertian dikhususkan dan ditentukan Tuhan sebagai warga kerajaan Allah. Oleh karena itu sebagai orang percaya kita yakin bahwa kita adalah bagian dari warga Kerajaan Allah yang ditempatkan Tuhan di tengah dunia ini untuk menjadi perpanjangan tangan dan mulut Allah. Menyatakan kasih dan berita keselamatan dari Allah terutama kepada mereka yang belum percaya supaya menjadi percaya. Dalam ungkapan yang lain kita harus membawa jiwa-jiwa yang belum terselamatkan ke hadapan Allah supaya mereka menjadi selamat sebagaimana kita juga telah diselamatkan. Ketika Tuhan telah membukakan kepada kita sekalian kebenaran injil-Nya melalui pemberitaan para rasul dan para imam, maka kita perlu memberitakan juga berita kebenaran itu kepada orang-orang yang belum percaya. Dalam gambaran 2 Korintus 4:4 diungkapkan bahwa orang yang belum percaya adalah orang-orang yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus yang adalah gambaran Allah. Saudara-saudara, tugas menjadi pengabar injil ini bukan hanya ditujukan kepada pendeta dan evangelis serta pejabat gerejawi lainnya. Tetapi tugas ini diberikan secara holistik kepada kita sekalian sebagai orang percaya. Namun dalam menjalankan tugas ini bukanlah sesuatu yang ringan. Bahkan Rasul Paulus saja saudara-saudara dengan tegas menyatakan bahwa kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan. Kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan Firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah. Saudara-saudara, ketika kita melihat fakta di sekitar kita bahkan di dalam kehidupan bergereja dan iman Kristen sekalipun, bukankah masih banyak orang-orang Kristen yang masih terjebak oleh berbagai godaan dunia dan terjebak juga dengan ilah zaman ini? Ketika dalam hidup Kristen harus memilih antara Tuhan dan mamon, bukankah masih banyak orang Kristen juga yang lebih memilih mamon bahkan menghambakan dirinya kepada dua tuan, yaitu kepada Tuhan dan kepada mamon. Menjalankan hidup beriman Kristen memerlukan ketegasan saudara-saudara. Tuhan tidak menginginkan kita menjadi orang-orang beriman yang suam-suam kuku.  Kita perlu tegas memilih. Dan tentunya Alkitab mengajarkan dan mengarahkan kita untuk memilih Tuhan dan bukan mamon, sehingga kita tidak harus menjadi seperti orang kaya yang bodoh, dimana ia mengumpulkan hartanya dalam lumbungnya dan berkata “Jiwaku, ada padamu banyak barang tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya. Beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah.” Demikian juga ketika Firman Tuhan mengingatkan kita supaya berhati-hati terhadap para penyesat dan upaya penyesatan. Itu berarti penyesatan memang ada. Tetapi Tuhan berkata celakalah orang yang mengadakan penyesatan (Lukas 17:1). Oleh karena itu berhati-hatilah terhadap penyesatan. Pun jagailah diri dan hidup kita supaya tidak menjadi batu sandungan dan tetap bisa menjadi kesaksian demi kemuliaan nama Tuhan. Untuk mencapai kesempurnaan yang ideal berdasarkan kebenaran Firman Tuhan yang hakiki itu saudara-saudara diperlukan perjuangan. Sebagaimana Alkitab berkata “Kerjakanlah keselamatanmu,” maka Tuhan juga tidak ingin kita hanya berdiam diri setelah menerima anugerah keselamatan dan penebusan Kristus. Tuhan ingin kita mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar. Tuhan ingin kita memperjuangkan hidup kudus dan benar di hadapan Allah dan sesama kita. Tuhan ingin kita menjaga dan memelihara keselamatan dan hidup kekal yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita. Tuhan ingin kita sungguh-sungguh berkomitmen menjalankan hidup baru di dalam Tuhan dan bersama Tuhan, karena yang lama sudah berlalu dan yang baru sudah datang. Biarlah kiranya kebangkitan Kristus mengarahkan kita juga untuk mengalami kebangkitan dalam menjalankan hidup yang baru bersama Tuhan dan di dalam Tuhan, sampai akan tiba saatnya Tuhan benar-benar membangkitkan kita bersama dengan Kristus sebagaimana tergambar dalam 2 Korintus 4:14 dan menganugerahkan kepada kita bagian dalam kekekalan-Nya yang sejati. Saat itulah kita akan sungguh-sungguh menjadi mempelai-mempelai Kristus. Oleh karena itu, dalam masa penantian akan hal itu di sepanjang kehidupan kita saat ini Tuhan berpesan dalam Yesaya 60:1 “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu. Dalam 2 Korintus 4:16 secara spesifik diungkapkan bahwa kebangkitan yang dimaksud adalah kebangkitan manusia batiniah kita yang terus dibaharui dari hari ke sehari. Selamat memperingati dan merayakan kebangkitan Kristus. Selamat menantikan kedatangan Kristus yang kedua kali. Selamat mengalami kebangkitan dalam hidup kita bersama dengan  Kristus. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
  

DARAH-MU YESUS
Ir. Niko N.
Do=C 



 C              F         C
SUKACITAKU PENUH
 C                        F       G
KUBERMAZMUR BAGI-MU
             Em    Am               Dm     G
KAR'NA KU TAHU KU T'LAH DITEBUS
    C          D                     G
OLEH CURAHAN DARAH-MU

 C                     F        C
KU MENYANYI BAGI-MU
 C                 F        G
KU MEMUJI NAMA-MU
             Em    Am              Dm            G
KAR'NA KU TAHU KU BERKEM'NANGAN
    C          G                     C   G
OLEH CURAHAN DARAH-MU

REFF:
 C                      F             C
DARAH-MU YESUS SUCIKAN DAKU
 C                      F                      G
DARAH-MU YESUS BEBASKANKU
 C                      F              C        Am
DARAH-MU YESUS UBAHKAN DAKU
      C         G         C
KU DIJADIKAN BARU 



Catatan: Turut berdoa secara khusus untuk anak-anak Kinder Garden international di Jakarta yang menjadi korban pelecehan seksual oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Berdoa untuk pemulihan diri baik fisik, psikis dan dampak dari trauma yang ditimbulkan dari kejadian yang mereka alami (trauma hilling). Biarlah kiranya pada saatnya nanti mereka boleh benar-benar dipulihkan, mengalami kebangkitan dan kegairahan hidup kembali seperti sedia kala.

PAK DAN PWG DALAM SEJARAH: BERDASARKAN BUKU AJARLAH MEREKA MELAKUKAN

                                                            
RINGKASAN DAN URAIAN
                Buku ini secara garis besar memaparkan segala hal yang patut diketahui seputar Pendidikan Agama Kristen (PAK). Isi buku ini terbagi dalam tiga bagian pembahasan. Bagian pertama berisi tentang Pendidikan Agama Kristen (PAK) dan Pembinaan Warga Gereja (PWG) yang sesungguhnya keduanya saling terkait antara satu dengan yang lain. Pada kesempatan ini kita akan membahas secara khusus mengenai PAK dan PWG dalam sejarah yang terdapat di bagian pertama isi buku ini.
 Dalam uraian tulisan yang sesungguhnya merupakan orasi Dies Natalis STT Jakarta 27 September 1980 yang disusun dan disampaikan oleh Pdt.Clement Suleeman ini, sejak bagian awalnya telah dijelaskan bahwa antara PAK dan PWG saling terkait dan berkesinambungan antara keduanya. Pernyataan ini dirumuskan dalam butir-butir sidang pleno pada sidang raya DGI ke IX di Tomohon. Dalam rumusan yang keenam diungkapkan bahwa nyatalah PAK dan PWG saling jalin menjalin dan tunjang menunjang. Atau dapat juga dilihat sebagai pelayanan gerejawi yang bersinambung. PAK mulai dari pembinaan pada anak-anak, misalnya melalui Sekolah Minggu dan Pendidikan Agama Kristen di sekolah, berkelanjutan melalui Katekisasi. PWG meneruskannya pada usia muda dan dewasa, sekalipun pembatasannya tidak terlalu tajam. Dalam kaitan untuk memberi jawab pada tantangan pelayanan di Indonesia, sidang merasa perlu untuk mewujudkan suatu keterpaduan pendidikan atau pembinaan yang meliputi segala lapisan (anak, remaja, dewasa), jenis (pria, wanita) yang terwadahi dalam berbagai kegiatan gerejawi, keluarga maupun sekolah melalui suatu strategi pendekatan dan kurikulum yang terpadu.
                Dalam pergumulan Pdt Clement sendiri, beliau menggumuli dan mempertanyakan akan hal ini: benarkah PAK dapat dilihat sebagai bagian dari pelayanan gerejawi bagi semua golongan umur (lihat butir 6), sehingga timbul gagasan untuk menggantikan PAK dengan PWG? Atau bukankah justru sebaliknya, PWG adalah bagian dari PAK? Menurut Pdt Clement pergumulan inilah yang rupanya belum terealisasikan oleh Sidang Raya DGI IX sehingga diputuskan supaya Badan Pekerja Lengkap (BPL) akan mengadakan forum konsultasi antara tokoh PAK dan PWG untuk menyelesaikan masalah tersebut.
                Bagi Pdt.Clement tahun 1980 merupakan tahun yang cukup penting bagi dunia PAK pada umumnya, karena pada tahun tersebut bukan hanya merupakan HUT ke-200 Sekolah Minggu yang dimulai oleh Robert Raikes pada tahun 1780 di Gloucester, Inggris. Tahun 1980 juga merupakan peringatan 25 tahun terselenggaranya studi konferensi PAK yang berawal pada tanggal 20 Mei-10 Juni 1955 di Jalan Cipelang 8 Sukabumi. Oleh karena itu salah satu tujuan dari diterbitkannya buku Ajarlah Mereka Melakukan ini pun adalah untuk memaparkan perkembangan PAK di Indonesia selama 25 tahun, di samping juga perkembangan PWG di Indonesia dengan masalah-masalahnya.
                Kegelisahan Pdt.Clement mengenai pemahaman orang tentang PAK khususnya di Indonesia seiring sejalan dengan perkembangan sejarahnya adalah adanya satu hal yang perlu terus diingat, yaitu bahwa PAK bukan hanya Sekolah Minggu saja dalam pengertian Indonesia yang hanya mencakup dunia kanak-kanak hingga berumur dua belas tahun, melainkan PAK mencakup seluruh kegiatan gereja dalam mendidik anggota dan calon anggotanya untuk hidup dalam kehidupan Kristen, termasuk di dalamnya remaja, pemuda, dewasa muda dan tua. Sebab Robert Raikes sendiri memulai Sekolah Minggu sebagai sekolah untuk kaum miskin dan anak-anak terlantar yang awalnya dikenal dengan nama Ragged School, dimana mereka diajar membaca, menulis dan berhitung. Setelah itu sedikit bacaan dari Alkitab, renungan, berdoa dan menyanyi.
                Secara garis besar Pdt Clement mencatat ciri khas kelas Sekolah Minggu adalah demikian: 1. Ibadah pembukaan oleh Superintendent (semacam ketua Sekolah Minggu) dengan tekanan pada bernyanyi serta kata-kata pendahuluan. 2. Pemisahan ke dalam kelas untuk 20-25 menit. 3. Penutupan juga oleh Superintendent yang menambahkan beberapa pikiran atau komentar tentang pelajaran yang baru diperoleh, lalu diikuti dengan pembagian selebaran-selebaran, gambar dan lain-lain. 4. Perkembangan Sekolah Minggu sendiri lebih memperhatikan pertobatan daripada pendidikan. Sistem kurikulum yang seragam untuk semua umur yang dimulai sejak 1872 lebih mempermudah persiapannya karena bahan Alkitabnya sama, baik untuk anak usia empat tahun maupun orang dewasa. Pendekatan Alkitab terjadi secara harafiah karena gerakan injili pada akhir abad ke-19 sudah berwujud fundamentalistis. Dengan demikian berpengaruh juga terhadap tokoh-tokoh gerakan Sekolah Minggu yang menjadi bermusuhan terhadap interpretasi Alkitab yang berbentuk historis kritis. Sebagai akibat dari gerakan Liberalisme yang dipelopori oleh Schleiermacher, Ritschl dan Hegel, timbullah suatu kepercayaan yang optimistis mengenai kebaikan  manusia dan kesempurnaan masyarakat yang dapat dicapai melalui usaha sendiri. Dengan demikian orang mulai bosan dengan teologi yang mengatakan bahwa anak-anak adalah mahluk yang berdosa; yang bila tidak bertobat akan masuk neraka. Dengan kata lain Sekolah Minggu dalam bentuk lama tidak lagi dapat diterima. Hal ini menyebabkan keanggotaan jemaat mulai terbagi antara kaum liberal dan kaum yang menekankan pertobatan, atau yang biasa dikenal dengan sebutan golongan modernis dan golongan fundamentalis.  Semua ketidakpuasan ini akhirnya dicetuskan dalam sebuah konferensi besar di Chicago tahun 1903 yang berhasil membentuk Religious Education Association yang memberi suatu tradisi baru dalam Sekolah Minggu, yaitu pemakaian Alkitab yang lebih ilmiah. Namun keberadaannya tidak meniadakan skisma atau gep yang terjadi antara kaum modernis dan fundamentalis. Bahkan dalam semangatnya yang menekankan pendidikan yang lebih ilmiah termasuk dalam pendidikan agama membuat lembaga ini terseret ke dalam cap sebagai bagian dari kelompok liberal, dimana kelompok evangelical menganggapnya sebagai suatu bahaya terhadap eksistensi Sekolah Minggu dan musuh terhadap Injil. Yang menarik adalah bahwa gerakan baru lebih menyukai istilah religius daripada kristen. Salah seorang yang mewakili gerakan ini, Chave dalam bukunya A Functional Approach To Religious Education terbitan tahun 1947 berpendapat bahwa percaya kepada Allah sudah dianggap ketinggalan zaman dan semacam tahyul. Maka Alkitab yang penuh dengan hal-hal yang supranatural tidak lagi dapat digunakan dalam pendidikan keagamaan. Bahkan dapat menyesatkan pikiran orang. Kita sekarang ini harus berpaling kepada para ahli ilmu jiwa, ilmu sosiologi, ahli sejarah yang meneliti secara ilmiah hidup manusia agar kita mengetahui kebenaran apa yang ada pada diri manusia. Oleh karena itu menurut gerakan baru ini pendidikan keagamaan tidak dapat berpaling ke belakang, baik mengenai isi, metode dan dorongan melainkan harus dicarinya dalam keadaan yang bertumbuh sekarang ini. Dengan kata lain mereka berpendapat bahwa pendidikan keagamaan tidak lagi dapat menoleh kepada para nabi, rasul maupun pesan dan ajaran Yesus Kristus. Dengan demikian yang muncul dari gerakan baru ini adalah ajaran palsu yang bertentangan dengan Alkitab. Dampaknya sangat mungkin kita rasakan hingga kini, yaitu dengan adanya kaum liberalisme dan evangelistik. Oleh karena itu menurut saya (EST), menjadi hal yang penting bagi kita untuk menguji segala sesuatu sebagaimana kata Alkitab termasuk di dalamnya menguji tiap-tiap ajaran yang kita terima dengan tolak ukur sola fide, sola scriptura dan sola gratia. Perhatikan kata sola scriptura yang bergaris bawah. Sebagai orang percaya Alkitab perlu menjadi satu-satunya buku yang kita pegang karena Alkitab adalah buku yang berisi Firman Allah. Bahkan Alkitab adalah Firman Allah itu sendiri, dimana Firman Allah adalah sumber kebenaran dan kebenaran sejati. Melalui Alkitablah kita dapat memperoleh jawaban tentang berbagai misteri yang dibukakan-Nya bagi kita.
                Dalam perkembangannya muncullah suatu periode baru dalam teologi yang dinamai Period of Theologycal Recovery. Sebuah kesadaran baru dalam dunia teologi yang tidak bermaksud mencari jalan tengah antara kaum modernis dan fundamentalis melainkan sebagai suatu pendekatan baru terhadap masalah PAK. Justru dorongan ini datang lebih banyak dari anggota jemaat karena mereka banyak berhadapan dengan kepercayaan yang bukan Kristen sehingga mereka menuntut jawaban-jawaban yang sederhana tentang perbedaan mutlak yang ada antara kepercayaan Kristen dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya. Pada tahun 1944, International Council of Christian Education mengakui adanya suatu perubahan lalu mengangkat sebuah panitia studi untuk meneliti tempat kedudukan teologi dan PAK. Randolph Crump Miller  mengakui bahwa teologi memang mempunyai tempat dalam PAK. Kuncinya bagi PAK adalah bahwa teologi merupakan unsur yang hilang. Karena itu para ahli pendidik harus menjadi ahli teologi agar tidak menyimpang dalam proses pendidikannya kepada nara didik. Dan sebaliknya para ahli teologi harus menjadi ahli pendidik. Dalam perkembangannya terus diupayakan perubahan ke arah yang lebih baik dan semakin baik terhadap tradisi gereja termasuk pelaksanaan tradisi-tradisi di Sekolah Minggu sekalipun tidak mudah. Perhatian lebih mendalam terhadap gerakan Sekolah Minggu mulai semakin mendapat perhatian khususnya setelah Perang Dunia II, khususnya dari kalangan teolog dan rohaniawan. Karena bagaimanapun juga tugas PAK tetap merupakan tugas dan panggilan gereja yang tidak mungkin diserahkan begitu saja kepada kaum awam. Atas dasar itulah PAK bukan hanya mempermasalahkan soal-soal pedagogik, didaktik dan metodik melainkan juga teologi apakah yang melatarbelakangi cerita dan pelajaran yang diberikan kepada anak didik. Menurut Pdt Clement hal ini perlu dikemukakan berhubung gereja-gereja di Indonesia sering bersikap acuh tak acuh terhadap bahan Sekolah Minggu. Berdasarkan pengalaman saya (EST) selama melayani di lingkungan GKI, maka GKI dengan Binawarganya telah berupaya keras untuk menunjang kemapanan bahan-bahan pembinaan jemaat termasuk Sekolah Minggu. Dan besar harapan saya (Erick) agar Binawarga tidak hanya menjadi aset GKI, tetapi juga dapat memfasilitasi kebutuhan gereja-gereja di Indonesia akan bahan pembinaan, khususnya Sekolah Minggu. Dengan demikian semakin banyak orang yang dapat terberkati melalui kemapanan institusi atau lembaga gereja kita, termasuk Binawarga.
                Kembali pada topik bahasan mengenai PAK dan PWG, dimana sejak awal sudah dipaparkan mengenai adanya keterkaitan erat antara PAK dan PWG, maka amatlah bijaksana dan prinsipil bilamana WCCE (Dewan PAK se-Dunia) akhirnya digabung menjadi satu dengan WCC (DGD) pada tahun 1971 di Lima, Peru. Dalam ungkapan kesepakatan Sidang Raya WCC  tersebut dinyatakanlah bahwa selaku pendidik-pendidik Kristen mendidik tidaklah berarti mengajar melainkan lebih banyak mengikatkan diri pada suatu realita yang ada di dalam dan dengan manusia; yaitu belajar hidup, menganjurkan sikap kreatif baik bagi diri sendiri maupun orang lain, dan bersama Allah dan kuasa-Nya membebaskan umat manusia dari ikatan-ikatan yang menghalangi dia dalam memperkembangkan gambar Allah. Dengan rumusan ini maka terjadi perubahan radikal mengenai tujuan, isi dan metode/tugas pendidikan kita. Bertolak dari sini maka selama 25 tahun ke depan bahkan hingga saat ini, khususnya PAK di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat.
                Secara umum berdasarkan kebenaran Alkitab sesungguhnya PAK dan PWG memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memperlengkapi orang kudus b agi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus sehingga kita tidak lagi mudah disesatkan (bdk.Efesus 4:12-14). Namun justru di Negeri Belanda kedua istilah ini agak tegas dibedakan. Hal ini mungkin disebabkan karena latar belakang sejarahnya dimana terutama pembinaan warga sudah ada dalam bentuk Volksontwikkeling atau Pengembangan Rakyat yang mulai dirintis sejak tahun 1794 oleh Maatschappij tot Nut van’t Algemeen. Kemudian disusul dengan pembentukan universitas atau perguruan tinggi untuk rakyat. Semua itu sebenarnya di bawah pengaruh pencerahan (Aufklarung) yang mempunyai cita-cita humanistis dengan maksud supaya dengan adanya pengetahuan maka rakyat kelak menjadi baik.
                Setelah Perang Dunia II orang sibuk dengan pembangunan. Gereja pun dinilai lebih bersifat introvert (hanya melayani ke dalam). Pada tahun 1945 Gereja Hervormd di Belanda tergerak untuk mengadakan pembinaan bagi warganya dalam bentuk konkret yaitu Institut Kerk en Wereld yang sebenarnya bermaksud untuk mencapai pembangunan jemaat dan pendewasaan anggota. Namun dampaknya justru timbul pertentangan antara gereja dan dunia yang saat itu banyak dipengaruhi oleh kelompok sosialis komunis. Dengan kata lain gereja menjadi eksklusif bagi dirinya sendiri. Hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan gereja dan pertam bahan anggota jemaat. Lain halnya dengan Gereja Gereformeerd yang dengan jelas mengadakan pembinaan dalam bentuk Toerustingswerk dan betul-betul bertujuan untuk memperlengkapi anggota jemaat untuk tugas-tugas tertentu dalam pekerjaan jemaat, misalnya pemimpin pemuda, guru-guru Sekolah Minggu, Majelis Jemaat, dan lain-lain.
                Pembinaan warga gereja dalam arti toerusting sebenarnya tidak lain adalah suatu bentuk belajar. Namun belajar secara Alkitabiah selalu berwujud perbuatan. Belajar dan berbuat tidak boleh dipisahkan, karena belajar dalam Alkitab selalu berarti mengikut Yesus. Dengan kata lain dalam mengikut Yesus perlu ada upaya untuk belajar (bdk.Matius 28:20; Yakobus 2). Dalam pembinaan dengan motivasi yang demikian maka patut dipahami bahwa dunia adalah merupakan bagian dari cakupan penggembalaan gereja sehingga tidak lagi terjadi pemisahan antara gereja dan dunia. Adapun ciri khas PWG adalah sebagai berikut: 1. Sikap tindakan yang terbuka terhadap perubahan- perubahan yang luas dan mendalam di masyarakat; kemampuan menempatkan diri secara bertanggung jawab, dewasa, kritis dan kreatif di dalam situasi yang baru. 2. Mampu berpikir secara ekumenis dan inklusif. 3. Warga jemaat menjadi orang-orang yang bebas, yaitu bebas dari keakuan dan bebas dalam melakukan tugas pelayanan (bdk.Galatia 5:1-11 tentang kemerdekaan Kristen). 4. Warga jemaat menjadi mampu bekerja sama. 5. Warga jemaat menjadi mampu berpikir secara lugas dalam mengatasi segala perkara. 6. Adanya sikap dan semangat dialogis.

KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEOLOGIS
                Dengan berbagai uraian di atas maka jelaslah keterkaitan erat antara PAK dan PWG dimana keduanya saling mengisi antara yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini PAK lebih berfungsi ke arah pewarisan iman dan perbendaharaan Kristen lainnya agar supaya itu dapat diterapkan dan diwujudkan ke dalam hidup sehari-hari, sedangkan usaha PWG adalah lebih banyak ke arah melayani orang supaya ia dimungkinkan mewujudkan tugas dan panggilannya di tengah-tengah dunia dan masyarakat dimana ia berada dengan segala apa yang ada padanya.
                GKI sebagai bagian dari keutuhan gereja Tuhan dan masyarakat Indonesia serta dunia telah terlibat dan melibatkan diri dalam upaya-upaya pengembangan PAK dan PWG, dimana buah dari keikutsertaan GKI dan upaya GKI melestarikan dan melembagakan PAK dan PWG sebagai bagian dari tugas tanggung jawab gereja dapat terlihat melalui kultur budaya hidup bergereja yang terbangun dan terpelihara hingga saat ini. Demikian juga dalam peran serta GKI dalam kancah kehidupan bermasyarakat di Indonesia dan bahkan dunia, dimana GKI terus berupaya menjadi terang dan garam. GKI juga terus berupaya menjadi saksi Kristus dari Yerusalem (diri sendiri atau GKI secara internal), Yudea, Samaria bahkan sampai ke ujung bumi. Namun tiap-tiap hasil yang telah kita peroleh ini tidak seharusnya membuat kita cepat berpuas diri melainkan kita harus terus mengobarkan semangat untuk senantiasa menjawab tantangan dari Tuhan untuk menjadi saksi-Nya dan menggembalakan domba-domba-Nya dimanapun kita berada dan ditempatkan Tuhan sebagai bukti bahwa kita mengasihi Dia. Sebagaimana tema besar buletin kita saat ini, yaitu Paskah adalah kasih. Selamat Paskah. Tuhan memberkati kita sekalian.

                                                                                        Disusun oleh Erick Susanto Tjandra, S.Si (Teol) 

                                                                                                                     Jakarta, 16-17 Januari 2014.