Minggu, 17 Agustus 2014

DIPANGGIL UNTUK MEMERDEKAKAN (YESAYA 58:1-12)



Nats: Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk (ayat 6).

                Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, tepat di hari ini 17 Agustus 2014 enam puluh sembilan tahun yang lalu Bangsa Indonesia mengikrarkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sebagai negara kesatuan yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Untuk itu dalam perenungan di hari ini dengan dasar pembacaan Alkitab yang terambil dari Yesaya 58:1-12 saya mengajak kita sekalian merenungkan sebuah tema, yaitu “Dipanggil Untuk Memerdekakan.”
                Saudara-saudara, tentu kita semua setuju bahwa Tuhan menciptakan kita bukanlah tanpa tujuan bukan? Tujuan besar dari penciptaan Allah atas manusia sebagai mahluk ciptaan yang sempurna yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya tidak lain dan tidak bukan adalah agar kita mempermuliakan dan menyembah-Nya. Saya sangat suka sekali dengan lagu yang mengatakan bahwa ku ada untuk menjadi penyembah-Mu. Dalam kaitan dengan tujuan besar itu maka kita juga pasti setuju bahwa di dalam diri tiap-tiap umat manusia khususnya ora ng percaya Tuhan pasti memberikan passion atau panggilan. Salah satu contohnya ketika saya dan rekan-rekan seangkatan di STT Jakarta pada saat tes wawancara calon mahasiswa baru acap kali berhadapan dengan pertanyaan ini: apa yang mendorong kamu masuk sekolah teologi? Maka banyak diantara kami yang mengatakan bahwa itu adalah panggilan pak. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan: mana surat panggilannya? Bahkan sebenarnya kalau kita mau melihat dan mengamati fakta yang ada, maka passion itu sudah ada bahkan sejak usia dini melalui cita-cita di masa kanak-kanak kita.
                Memang bukan hal yang keliru untuk bercita-cita setinggi langit. Bukan hal yang keliru juga untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya demi mencapai cita-cita itu. Sehingga tidak heran ada ungkapan yang mengatakan tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Artinya memang tuntutlah ilmu setinggi-tingginya. Bahkan kita pahami juga bahwa sesungguhnya belajar itu tidak mengenal batas. Pun hidup kita di dunia ini acap kali dimaknai sebagai sekolah kehidupan. Itu artinya orang memang tidak boleh berhenti belajar. Dalam bahasa yang lebih Kristiani hendak dikatakan bahwa orang perlu terus bergumul dan berjuang bersama Tuhan dan di dalam Tuhan, karena Dialah Sang Guru sejati kita. Dialah sumber dari segala sumber jawaban atas segala pergumulan hidup kita. Oleh karena itu kita perlu terus mencari Dia selagi Dia masih bisa ditemui. Artinya di sepanjang kehidupan kita jangan sekali-kali pun kita melepaskan diri dari pada-Nya. Bergaul kariblah dengan Dia karena Dialah Tuhan, Bapa dan Sahabat kita. Dialah Allah yang senantiasa mengerti dan peduli akan pergumulan hidup kita. Bahkan Dia juga yang mau turut berbela rasa dengan kita. Sungguh Dialah Allah yang luar biasa. Tidak ada Allah lain yang seperti Dia.
                Yang menjadi pertanyaan selanjutnya bagi kita adalah ketika Tuhan memang sungguh-sungguh telah memberikan passion yang juga diperlengkapi dengan talenta di dalam diri kita, maka apa yang sesungguhnya Tuhan inginkan agar kita lakukan di dalam hidup kita atas semua yang telah dianugerahkan-Nya pada kita? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah bahwa Dia mau agar kita menyediakan diri kita untuk mendengar dan menerima panggilan-Nya. Terutama ketika kita dipanggil –Nya untuk memerdekakan sesama kita. Sebagaimana digambarkan dalam bagian bacaan kita saat ini bahwa Tuhan memerintahkan kepada Nabi Yesaya untuk menyerukan kuat-kuat dan menyaringkan suaranya kepada Bangsa Israel, kaum keturunan Yakub akan dosa-dosa mereka. Padahal Alkitab katakan bahwa betapa kaum keturunan Yakub itu adalah orang-orang yang rajin mencari Tuhan dan suka mengenal segala jalan-Nya. Mereka seperti bangsa yang melakukan yang benar dan tidak pernah meninggalkan hukum Allahnya. Mereka rajin bertanya pada Tuhan tentang hukum-hukum yang benar dan mereka suka mendekat menghadap Allah. Namun nyatanya ketika mereka berpuasa mereka sadar bahwa Tuhan tidak memperhatikannya juga. Ketika mereka merendahkan diri, Tuhan tidak mengindahkannya juga. Apa sebabnya hal itu bisa terjadi? Karena pada saat mereka melakukan  semua hal kerohanian mereka di hadapan Allah, maka pada saat yang sama mereka masih mengurusi urusan mereka sendiri. Bahkan secara konkret bagian bacaan kita menyebutkan detail tindakan mereka, dimana mereka mendesak-desak buruh yang mereka miliki. Sambil berpuasa mereka juga berbantah dan berkelahi; serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-men a. Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa dengan cara-cara seperti itu maka tindakan kerohanian yang mereka lakukan di hadapan Allah menjadi sia-sia karena suara mereka tidak akan didengar di tempat tinggi. Bukan cara seperti itu yang Allah inginkan untuk kita lakukan. Ayat ke-6 yang merupakan nats bagian bacaan kita mengungkapkan dengan jelas bahwa berpuasa yang Allah kehendaki adalah supaya kita membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk. Supaya kita memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk. Supaya kita memecah-mecahkan roti bagi orang yang lapar dan membawa ke rumah kita orang miskin yang tak punya rumah. Pun apabila kita melihat orang telanjang, kita memberi dia pakaian. Dan kita tidak menyembunyikan diri terhadap saudara kita sendiri. Maka pada waktu itulah terang kita akan merekah seperti fajar. Pun luka kita akan pulih dengan segera. Kebenaran menjadi barisan depan kita dan kemuliaan Tuhan barisan belakang kita. Pada waktu itulah kita akan memanggil dan Tuhan akan menjawab. Kita akan berteriak minta tolong dan Tuhan akan berkata “Ini Aku!”

                Sungguh, Tuhan kita adalah Tuhan yang senantiasa mau peduli dengan kita karena Dia sungguh mengasihi kita dengan kasih agape. Dan Dia pun tidak ingin kita hanya menjadi orang-orang yang pasif dalam menerima kasih-Nya. Melainkan Dia ingin agar kita mau menyediakan diri kita untuk melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya sebagaimana telah tergambar di dalam bagian bacaan kita. Sebagai orang-orang percaya yang telah menerima anugerah kemerdekaan dan kebebasan dari dosa dan maut melalui karya penyelamatan dan penebusan Kristus, maka sudah pasti Dia pun memanggil kita juga untuk siap sedia dipanggil untuk memerdekakan sesama kita. Kalau dalam tradisi Perjanjian Lama kita mengenal tahun yobel yang merupakan tahun pembebasan para budak dan tanah; tahun ke-50 dari rangkaian tahun sabat, maka tradisi itu telah disempurnakan pasca kematian dan kebangkitan Kristus sampai dengan saat ini dan seterusnya. Tiap-tiap kita yang telah diselamatkan dan telah menerima janji keselamatan dan hidup kekal yang berasal daripada-Nya, kini dipanggil-Nya untuk menjadi saksi-Nya untuk membawa jiwa-jiwa yang terbelenggu dalam kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib. Kita diminta untuk mau mengulurkan tangan kita kepada orang-orang yang membutuhkan sebagaimana tangan Tuhan juga tidak kurang panjang untuk menolong kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

TUHAN MENGANGKAT KITA DARI SAMUDERA RAYA

                                               
                Rancangan tema lengkap dari artikel ini adalah “Tuhan Mengangkat Kita Dari Samudera Raya: Sebuah Refleksi Tentang Pemilihan Tuhan Atas Suku-Suku Bangsa & Dunia.” Bagi kita yang sungguh-sungguh memperhatikan perkembangan event bergereja dalam skala nasional yang digawangi oleh PGI, maka kita pasti tahu bahwa tema ini merupakan tema besar pada sidang raya PGI yang ke-XVI yang diadakan di Nias pada tanggal 11-17 November 2014 pasca proses pergantian kepemimpinan nasional di Indonesia terlaksana (Sumber:  https://twitter.com/PGI_Oikoumene/status/44902160351534694). Dasar Alkitab yang melandasi pemilihan tema ini terambil dari Mazmur 71:20b yang berbunyi “Dari Samudera Raya Bumi, Tuhan mengangkat kita kembali.” Pemilihan tema ini juga seiring sejalan dengan tema sidang raya DGD ke-X di Busan Korsel, yaitu “GOD of Life, Lead Us to Justice And Peace.” Dalam terjemahan Bahasa Indonesia tema ini berbunyi: “Allah Sang Sumber Hidup Memimpin Kami Dalam Keadilan & Perdamaian.” Tema ini menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas dalam forum nasional dan dunia, karena sampai saat ini dimana-mana tempat masih banyak dapat kita temukan ketidakadilan dan ketidakdamaian dalam hidup pribadi lepas pribadi manusia maupun komunitas bersama. Pemilihan Nias sebagai tempat lokasi persidangan raya PGI ke-XVI itu sendiri terkait dengan latar belakang alasan sebagai berikut: Nias pernah mengalami terjangan gelombang tsunami pada Desember 2005 dan gempa bumi dasyat pada Juli 2007. Namun Nias dapat mengalami kebangkitan dari keterpurukannya. Di hari-hari belakangan ini kita dapat melihat geliat pertumbuhan ekonomi di Nias semakin menggembirakan. Pemekaran wilayah otonom turut mendorong akan hal ini (Sumber: http://www.satuharapan.com).   Oleh karena itu slogan yang dipakai berdasarkan sumber pemberitaan yang ada khususnya yang diperuntukkan bagi orang Nias adalah: Nias bangkit menyambut Sidang Raya. Dengan demikian pemilihan Nias sebagai tempat lokasi Sidang Raya PGI ke-XVI ini tidak lain dan tidak bukan merupakan sebuah bentuk perhatian, dukungan dan penghargaan atas upaya orang-orang Nias untuk bangkit dari keterpurukan. Sekaligus juga menjadi cerminan bagi siapapun yang masih mengalami keterpurukan hingga saat ini untuk tidak berdiam diri dalam keterpurukannya, melainkan berupaya untuk bangkit dalam tuntunan tangan dan kuasa Tuhan yang pasti mampu membangkitkan. Bandingkan dengan kisah-kisah Yesus di dalam Alkitab yang mampu membangkitkan orang mati. Ketika kata mati itu mau diterjemahkan dan diaplikasikan di dalam kehidupan kita, mungkin mati yang dimaksud bukanlah mati fisik melainkan kematian moral, kematian hati nurani dan kematian daya juang. Termasuk daya juang untuk menjadi pelaku Firman dan pekabar injil atau saksi Kristus dimanapun kita berada dan ditempatkan Tuhan; dan kapan pun juga. Kematian spirit inilah yang menyebabkan praktek-praktek ketidakadilan, makin menguatnya radikalisme dan konflik agraria serta krisis ekologis terus harus menjadi sorotan, termasuk dalam materi persidangan raya PGI ke-XVI.
                Namun dalam artikel ini penulis sendiri hendak menyoroti dan menafsirkan dari sisi yang lain. Bukan hanya sekedar berbicara mengenai kebangkitan dari keterpurukan, tetapi ungkapan bahwa Tuhan mengangkat kita dari samudera raya di sini juga hendak berbicara mengenai pemilihan Tuhan atas suku-suku bangsa di Indonesia dan di dunia. Kita ketahui bersama bahwa sejak awal penciptaan khususnya setelah manusia Adam dan Hawa diciptakan maka Allah memberikan mandat kepada mereka untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Memenuhi bumi dan menaklukkannya. Kata menaklukkan di sini dapat ditafsirkan bukan sekedar tindakan menguasai dan mengeksploitasi tetapi juga memelihara demi keberlangsungan hidup anak cucu Adam dan Hawa ke depan, yaitu kita dan generasi-generasi berikutnya setelah kita. Oleh karena itu kita harus benar-benar menyadari bahwa alam semesta yang dapat kita nikmati sekarang merupakan titipan dari anak cucu kita yang harus kita jaga serta pelihara senantiasa. Itu adalah gambaran nilai universalitas dari kehendak Tuhan atas umat manusia ciptaan-Nya yang tinggal dan berdiam di muka bumi ini. Namun demikian bagaimana dengan gambaran spesifikasi kehendak Tuhan terutama bagi orang-orang percaya? Pada kesempatan ini penulis ingin menyoroti secara khusus akan hal ini.
                Kebenaran Alkitab dengan tegas mengungkapkan kepada setiap kita bahwa bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Sehingga terlihat jelas bahwa keterpilihan umat Allah adalah berdasarkan inisiatif dan otoritas Allah sendiri. Dialah sang penentu akan siapa-siapa orang yang dipilih-Nya dan ditentukan-Nya untuk menjadi umat pilihan-Nya dan milik kepunyaan-Nya (bandingkan dengan istilah predestinasi atau pemilihan Allah atas orang-orang yang akan diselamatkan-Nya). Ungkapan ini sungguh-sungguh ingin menunjukkan tentang kedaulatan Allah dalam kaitan kepada siapa Dia akan menyatakan anugerah-Nya. Dan ketika kita saat ini sudah menjadi bagian dari orang-orang percaya dan menjadi bagian dari anggota gereja Tuhan di muka bumi ini (dalam ungkapan yang lain menjadi bagian dari anggota tubuh Kristus) apa dan bagaimana pun latar belakangnya (baik itu Kristen sejak kecil maupun Kristen setelah dewasa) yang ditandai dengan penerimaan baptisan dan pengakuan percaya atau SIDI, maka Tuhan memerintahkan kepada kita melalui Amanat Agung-Nya: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ajarkanlah kepada mereka tentang segala apa yang telah Kuajarkan kepadamu.” Dia pun berkata lebih lanjut bahwa Dia akan menyertai langkah kita sebagai saksi-Nya di tengah dunia senantiasa dan bahkan sampai selama-lamanya. Dia memerintahkan kita untuk menjadi saksi-Nya dari Yerusalem, Yudea, Samaria bahkan sampai ke ujung bumi.” Dengan demikian pemilihan Tuhan atas kita yang sepatutnya kita syukuri sebagai sebuah anugerah yang besar dan indah itu tentu tidak hanya berhenti pada penerimaan anugerah atas diri kita semata, tetapi bagaimana kita mau membagikan anugerah dan berita keselamatan itu kepada orang-orang di sekitar kita dengan berbagai latar belakang suku, budaya dan bahasa. Sampai akan tiba saatnya nanti semua lutut akan bertelut dan semua lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristuslah Tuhan, Raja di atas segala raja. Dalam penantian akan datangnya masa itu, maka dalam keberadaan kita sebagai orang percaya di tengah dunia saat ini, mandat itu ada di pundak kita. Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku... Oleh karena itu, jangan hanya berdiam diri. Mintalah kepada Tuhan kemampuan dan kesanggupan agar kita memiliki hati yang mau melayani dan menjadi saksi yang mau melampaui batasan-batasan kesukuan, kebangsaan, bahasa dan budaya, karena siapapun mereka dengan berbagai perbedaan yang ada, mereka sama-sama adalah manusia yang diciptakan Tuhan dengan baik adanya. Mereka adalah sama-sama manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah atau Imago Dei. Mereka adalah sama-sama manusia yang membutuhkan berita dan anugerah keselamatan yang datang daripada Tuhan. Oleh karena itu, jangan tunda-tunda lagi. Mulailah sekarang untuk mau berbagi dan mempersaksikan tentang siapa Tuhan kepada siapa pun sesama kita tanpa terkecuali, terutama kepada siapa pun orang yang belum mengenal-Nya. Selamat menjadi saksi-Nya senantiasa. Selamat menembus batas keberagaman dalam menjalankan fungsi dan peran kita sebagai saksi Tuhan. Tuhan memberkati kita sekalian. MERDEKA!