Minggu, 19 Juli 2015

MENGATASI KONFLIK KEPENTINGAN DALAM KEKRISTENAN (MATIUS 22:34-40; MATIUS 26:38-39)

Saudara-saudara kekasih Kristus, berdasarkan bagian bacaan kita saat ini saya mengajak kita sekalian merenungkan sebuah tema yaitu mengatasi konflik kepentingan dalam kekristenan. Mengapa tema ini menjadi penting? Tidak lain adalah karena memang di dalam kehidupan kita sebagai manusia, sebagaimana bisa kita saksikan melalui pengalaman hidup orang-orang di sekitar kita, dan bahkan ketika kita sendiri mengalaminya, maka kita akan tersadar bahwa hidup kita memang senantiasa diperhadapkan dengan konflik kepentingan. Dalam kehidupan keluarga misalnya. Antara suami dan istri bisa saja terjadi konflik kepentingan. Demikian pun antara kakak dan adik. Bahkan tidak jarang konflik kepentingan yang terjadi itu berujung pada cek-cok. Pun sampai berujung kepada tindak kriminal. Berdasarkan berita yang beredar di masyarakat melalui media, kita ketahui bersama bahwa motif pembunuhan Angeline, seorang anak yang berusia delapan tahun di Bali itu dikabarkan adalah karena soal pembagian harta warisan yang tidak adil dan tidak merata. Dan pasti di dalamnya terjadi yang namanya konflik kepentingan. Antara kepentingan pihak yang satu dengan kepentingan pihak yang lain, yang kesemuanya berharap untuk dapat dipenuhi sesuai dengan keinginan dan ekspektasinya. Padahal sudah menjadi rahasia umum bersama semua manusia dimana kehidupan ini mengajarkan bahwa tidak semua keinginan kita dapat terpenuhi dan tercapai. Bahkan dunia ini juga mengajarkan bahwa kalau kita ingin mencapai keinginan kita maka kita perlu bekerja keras. Pun Alkitab juga mengajarkan bahwa orang yang tidak bekerja maka ia tidak akan makan. Tapi kenyataannya, masih banyak orang di sekitar kita yang menghalalkan segala cara untuk memuaskan keinginan dan kepentingan pribadinya, termasuk di dalamnya melakukan tindakan kriminal dan berbagai hal lain yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Sungguh miris ketika kita melihat keadaan di sekitar kita yang sedemikian. Tapi tentu setiap kita sebagai orang-orang percaya mau terus belajar dan diajar Tuhan supaya kita tidak hanya mencari berkat yang membuat kita dapat menghalalkan segala cara untuk memperolehnya, tetapi kita mau hidup bersama dan di dalam Sang Sumber berkat yang adalah Tuhan sendiri. Bahkan kita mau mempermuliakan Tuhan senantiasa, termasuk melalui harta yang kita miliki. Sehingga cara untuk memperoleh harta itu pun kita lakukan dengan cara-cara yang berkenan kepada-Nya. Bahkan lebih daripada itu, kita mau mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka kita yakin dan percaya bahwa segala sesuatu akan ditambahkan Tuhan di dalam hidup kita. Mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya berarti kita mau hidup mengutamakan Tuhan. Kita mau menempatkan Tuhan di tempat yang pertama dan terutama. Dan memang kata kunci di dalam mengatasi konflik kepentingan di dalam kekristenan adalah dengan menempatkan Tuhan di tempat yang pertama dan terutama. Saudara-saudara, tentu kita dapat sama-sama mengerti, memahami dan menyadari mengapa konflik kepentingan dapat seringkali terjadi di dalam kehidupan kita. Bahkan bukan hanya dengan sesama melainkan juga dengan Tuhan. Karena tidak jarang orang percaya juga seringkali protes kepada Tuhan apabila apa yang Tuhan berikan kepadanya tidak sesuai dengan keinginannya. Dan secara sadar maupun tidak sadar, di dalam tindakan protes tersebut maka manusia tersebut sudah memunculkan konflik kepentingan, yaitu antara kepentingan pemenuhan kehendak Tuhan dan kepentingan pemenuhan kehendak bebas manusia. Jadi kenapa konflik kepentingan dapat seringkali terjadi dan cenderung tidak bisa kita hindari? Tidak lain dan tidak bukan adalah karena setiap manusia diciptakan dengan kehendak bebas. Dan bahwa setiap manusia memiliki keinginan daging. Saudara-saudara, Alkitab berkata bahwa keinginan daging acap kali berlawanan dengan keinginan Roh. Bahkan lebih jauh lagi Alkitab berkata bahwa barangsiapa bersahabat dengan dunia berarti menjadi musuh Allah. Jadi apa yang harus kita lakukan di dalam mengatasi konflik kepentingan berdasarkan kacamata iman Kristen? Tadi kita sudah bahas tentang poin menempatkan Tuhan di tempat yang pertama dan terutama. Maka poin yang kedua adalah hidup menurut Roh dan bukan hidup menurut daging. Untuk itu kita perlu untuk terus mau membuka diri kita agar kita senantiasa diubahkan oleh Tuhan, sehingga kita tidak menjadi serupa dengan dunia ini, melainkan kita dapat berubah menurut pembaharuan budi kita. Semua bukan karena hasil usaha kita sendiri, sehingga tidak ada seorang pun diantara kita yang patut memegahkan diri. Semua adalah karena anugerah Tuhan. Semua adalah karena pemberian Allah, sehingga kita patut bermegah di dalam Dia. Pun kita patut mempermuliakan Dia senantiasa di dalam dan melalui hidup kita. Sepatutnyalah kita mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang kudus, yang harum dan berkenan kepada Allah karena itu adalah ibadah kita yang sejati. Sepatutnyalah kita mau menyediakan diri kita untuk terus dipakai-Nya menjadi saluran berkat bagi sesama kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Bahkan terlebih lagi bagi mereka yang belum percaya kepada-Nya. Karena Dia menginginkan kita menjadi terang dan garam dunia. Karena Dia menginginkan kita menjadi saksi-Nya dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan bahkan sampai ke ujung bumi. Pun Dia berjanji bahwa Dia akan menyertai kita sampai kepada akhir zaman. Jadi sampai kapan tugas kita berakhir? Jawabannya adalah sampai kesudahan segala sesuatu. Sampai akan tiba waktunya semua lutut akan bertelut dan semua lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristuslah Tuhan, Sang Juruselamat. Saudara-saudara, sebagaimana tercantum jelas di dalam bagian bacaan kita tentang hukum yang terutama, dimana kita diminta untuk mengasihi Tuhan Allah kita dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita. Pun kita diminta untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, maka di dalam kesemua hukum ini tidak ada konflik kepentingan sama sekali. Hukum ini adalah hukum yang Theosentris. Semua mengacu kepada Tuhan. Semua mengacu kepada pendahuluan kepentingan dan kehendak Tuhan. Bahkan ketika kita diperintahkan untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena tidak akan mungkin orang dapat berkata bahwa aku mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan kalau ia tidak mengasihi sesamanya yang kelihatan. Oleh karena itu Alkitab juga menekankan bahwa ketika kita melakukan segala sesuatu termasuk ketika kita menyatakan kasih kita kepada sesama kita melalui perbuatan kita, maka lakukanlah semuanya itu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Sungguh jelas bagi kita nilai Theosentris dari hukum yang terutama yang Yesus Kristus ajarkan kepada kita melalui Firman-Nya. Bahkan Yesus Kristus sendiri meneladankan melalui sikap hidup-Nya ketika Dia berada di Taman Getsemani menjelang penangkapan dan penyaliban-Nya. Sekalipun hati-Nya merasa sangat sedih bahkan seperti mau mati rasanya. Sekalipun Dia berkata kepada Bapa-Nya: Ya, Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin biarlah cawan ini lalu daripada-Ku. Tetapi ungkapan-Nya tidak berhenti sampai di situ. Dalam ungkapan selanjutnya Dia menunjukkan ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa-Nya. Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki melainkan seperti yang Engkau kehendaki. Kristus yang adalah Allah sendiri saja sudah mau menunjukkan ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya. Bahkan Dia taat sampai mati di kayu salib untuk menebus dosa setiap kita milik kepunyaan-Nya. Dan kini Dia telah menjadi Kristus yang bangkit dan menang di dalam dan melalui ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa-Nya. Sekarang, Dia pun mengajak kepada kita agar kita mau menjadi orang-orang yang taat kepada-Nya di dalam hidup kita. Kiranya Tuhan memampukan kita untuk dapat mengatasi konflik kepentingan yang ada di dalam hidup kita dengan cara mengutamakan Tuhan di atas segala-galanya dan hidup menurut tuntunan Tuhan melalui Roh Kudus-Nya. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar