Senin, 17 Agustus 2015

MEMAHAMI TEOLOGI BENCANA DALAM SPIRIT KEBEBASAN

Pembaca yang budiman, sebagai orang percaya kita pasti yakin dan percaya bahwa Allah kita adalah Allah pemelihara bukan? Bahkan Alkitab kita pun menegaskannya (bdk.Mazmur 138:8). Dalam nats tersebut terlihat jelas keyakinan iman pemazmur bahwa Tuhan akan menyelesaikannya bagiku! Ya Tuhan, kasih setia-Mu untuk selama-lamanya; janganlah Kau tinggalkan perbuatan tangan-Mu. Bahkan ungkapan itu jugalah yang acap kali kita dengar dalam ungkapan votum dan salam ketika ibadah berlangsung, bahwa pertolongan kita ialah dari Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, yang tidak pernah meninggalkan buatan tangan-Nya, yang kasih setia-Nya tetap turun-temurun. Namun dalam kenyataan hidup yang kita alami, hadapi dan saksikan, kita masih acap kali berjumpa dengan realitas bencana dimana-mana. Sebut saja yang baru-baru ini terjadi adalah bencana gempa bumi di Nepal. Dan atau bencana tanah longsor di Pangalengan-Bandung. Pun tentunya masih banyak bencana-bencana di tempat lain yang tidak bisa kita rinci dan sebutkan satu demi satu. Tapi nyatanya bencana masih tetap terjadi di tengah realitas iman kita yang meyakini bahwa Allah adalah Sang Pemelihara. Bagaimana kemudian kita harus memahami tentang teologi bencana, termasuk dalam spirit kebebasan dan kemerdekaan? Kalau kita mau menilik pada peristiwa air bah dan Nuh, maka akan sangat jelas tergambar di sana bahwa terjadinya bencana adalah karena pelanggaran manusia (lihat Kejadian 6:12-13). Di sana dengan jelas dikatakan bahwa Allah menilik bumi itu dan sesungguhnya rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi. Berfirmanlah Allah kepada Nuh: Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala mahluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka. Jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi. Ya, bahkan sejak awal manusia jatuh ke dalam dosa, maka sejak itulah manusia kehilangan kemuliaan Allah dan hal itu pun berdampak pada keutuhan ciptaan. Manusia pun jadi harus bekerja keras seumur hidupnya dengan mengusahakan tanah, dimana semak duri dan rumput durilah yang akan menjadi hasil dari tanah itu. Dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makanan manusia itu (lihat Kejadian 3:17-19). Hal itu terjadi sebagai kutuk atas dosa yang dilakukan oleh manusia itu, dimana mereka telah melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Hawa justru lebih mendengarkan perkataan iblis dalam wujud ular untuk mengambil dan memakan buah itu. Pun Adam juga lebih mendengarkan perkataan Hawa istrinya untuk memakan buah tersebut. Akhirnya dosa menguasai manusia. Ular pun menerima kutukan diantara berbasgai binatang lainnya. Semua karena dosa, karena upah dosa adalah kutuk dan maut. Demikianpun kita sebagai keturunan Adam dan Hawa telah mewarisi dosa turunan tersebut. Dengan demikian kita pun perlu bekerja keras untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup kita. Kita pun perlu mengusahakan segala sesuatu yang kita perlukan dari alam yang ada di sekitar kita. Dengan demikian nyatalah bahwa hidup manusia sangat bergantung dengan alam. Manusia juga tidak bisa melepaskan diri dari realitas alam termasuk di dalamnya bencana alam yang acap kali terjadi dan sangat berpengaruh juga bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Sekali lagi saya tekankan bahwa segala sesuatunya disebabkan karena dosa manusia. Namun sebagai orang percaya sesungguhnya kita adalah orang-orang yang telah ditebus dan harganya telah lunas dibayar oleh Tuhan, sehingga Alkitab dengan jelas berkata bahwa kita tidak perlu hidup di dalam dosa lagi. Dalam ungkapan yang lain Alkitab dengan jelas berkata agar kita tidak lagi menjadi hamba dosa melainkan hamba kebenaran. Kita adalah orang-orang yang telah dimerdekakan dan dibebaskan oleh Tuhan dari perbudakan dosa dan upah dosa yang adalah maut. Dengan demikian bagaimana kita harus memandang teologi bencana terutama dalam konteks dan spirit kemerdekaan dan kebebasan yang telah kita miliki berdasarkan anugerah Tuhan? Tentu jawabannya adalah bahwa kita harus mempergunakan kebebasan dan kemerdekaan ktia dengan penuh tanggung jawab, termasuk di dalamnya dalam hal mengelola alam semesta. Karena alam yang dapat kita nikmati saat ini bukanlah milik kita melainkan titipan dari generasi-generasi setelah kita. Oleh karena itu kita harus bisa menjaga dan memelihara alam dengan sebaik-baiknya. Pun tatkala bencana terjadi, kita perlu tetap yakin dan percaya bahwa tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menolong. Dia akan tetap menjaga dan memelihara hidup kita sekalipun kita ada di tengah bencana. Kita perlu tetap yakin bahwa sehabis hujan kan tampak pelangi. Kita perlu tetap yakin bahwa tangan Tuhan merenda kehidupan kita senantiasa. Jangan pernah putus pengharapan kepada-Nya, karena daripada-Nyalah datangnya pertolongan kita. Kita perlu tetap percaya bahwa Tuhan tidak pernah mencobai kita. Namun ketika Tuhan mengizinkan segala sesuatu terjadi di dalam hidup kita, termasuk di dalamnya ketika Tuhan mengizinkan bencana terjadi maka yakinlah bahwa Tuhan hanya ingin melalui semua peristiwa hidup kita nama Tuhan semakin dipermuliakan, baik oleh kita maupun orang-orang di sekitar kita. Sampai akan tiba saatnya semua lutut akan bertelut dan semua lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristuslah Tuhan. Yang perlu kita lakukan adalah tetap bersabar menanggung segala penderitaan dan tetap berpengharapan kepada-Nya (bdk.Kisah Ayub). Ayub adalah seorang yang saleh. Namun Tuhan tetap mengizinkan segala penderitaan terjadi di dalam hidupnya. Dan melalui penderitaannya itulah Tuhan dapat benar-benar menyaksikan kesetiaan Ayub kepada-Nya. Dengan demikian Tuhan pun mengembalikan semua milik Ayub, bahkan menggantinya dengan berlipat kali ganda. Satu hal yang harus selalu kita sadari bersama bahwa dalam segala peristiwa hidup kita termasuk bencana di dalamnya, Tuhan tidak pernah salah. Oleh karena itu jangan pernah mempersalahkan Tuhan melainkan introspeksilah diri kita sendiri terlebih dahulu. Sudahkah yang terbaik kita berikan kepada Tuhan? Sudahkan kita menjaga dan memelihara alam ini dengan sebaik-baiknya? Atau justru kita mempergunakan kehendak bebas kita untuk “merusak” alam ini dengan tindakan kita yang semena-mena terhadap alam dan sekitar kita? Kiranya Tuhan memimpin, menyertaiu dan memberkati kita sekalian. Merdeka!

Minggu, 16 Agustus 2015

DIPANGGIL UNTUK MENJADI BANGSA YANG BESAR (KEJADIAN 12:1-9)

Saudara-saudara, berdasarkan bagian bacaan ini saya hendak mengajak kita sekalian untuk merenungkan sebuah tema yaitu “Dipanggil Untuk Menjadi Bangsa Yang Besar.” Tentu kita tahu bersama bahwa secara de facto dan de yure Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dengan adanya gugusan-gugusan kepulauan yang luas dan kekayaan alam yang hijau membentang. Bahkan pengakuan atas kebesaran dan keluasan Bangsa Indonesia tidak hanya diakui oleh warga Bangsa Indonesia sendiri termasuk kita, melainkan juga diakui oleh kalangan internasional yang berarti seluruh dunia mengakuinya. Hal ini ditandai dengan adanya ketetapan batas wilayah teritorial antar negara yang perlu dihormati oleh seluruh negara, khususnya negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia. Memang ada fakta-fakta miris yang masih terjadi terhadap Indonesia, dimana ada saja negara-negara sahabat yang kurang menghargai dan menghormati batas wilayah teritorial Indonesia. Salah satunya dapat kita lihat melalui peristiwa akuisisi Kepulauan Sipadan dan Ligitan oleh negara tetangga kita Malaysia. Bahkan mantan presiden SBY yang selama ini memegang prinsip ziro enemy dalam kancah pergaulan Indonesia di kalangan internasional pun sampai menyerukan ganyang Malaysia. Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena pemerintah kita ingin menjaga kedaulatan bangsa ini. Pun bahwa kedaulatan Bangsa Indonesia merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tatkala Bangsa Indonesia pun menghargai kedaulatan bangsa-bangsa lain, maka Bangsa Indonesia pun ingin agar kedaulatannya dapat dihargai oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. Hal ini sejalan dengan perkataan Alkitab yang terdapat dalam Injil Matius 7:12, dimana dikatakan di sana bahwa segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum taurat dan kitab para nabi. Ya saudara, sekalipun masih ada kekurangan di sana-sini, dan sekalipun masih seringkali terjadi peristiwa-peristiwa yang memilukan terhadap pengakuan dan penghormatan atas wilayah teritorial Indonesia, tapi kita patut tetap mengucap syukur karena sampai dengan usia yang ke-70 tahun ini Bangsa Indonesia boleh tetap ada sebagai bangsa yang besar dan merdeka. Dan tentunya saya secara pribadi pun mendorong sesuai dengan semangat UUD 1945 agar penjajahan di atas dunia dapat dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Terlebih lagi agar jangan ada lagi juga praktek-praktek penjajahan oleh bangsa sendiri. Biarlah kita boleh menjadi bangsa yang bersatu dalam satu visi dan misi untuk terus membangun bangsa ini dan membuktikan kepada dunia senantiasa bahwa Bangsa Indonesia akan selalu menjadi bangsa yang besar. Bangsa Indonesia akan terus menjadi bangsa yang jaya dan teguh. Karena bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Oleh karena itu kita perlu terus menjaga semangat persatuan dan kesatuan bangsa di dalam hati sanubari kita masing-masing sebagai warga bangsa ini. Kemanapun kita pergi, walau banyak negeri kita jalani, namun Indonesia adalah rumah terindah tempat dimana lahir beta sampai beta menutup mata. Artinya dimanapun kita berada, hati dan jiwa kita tetaplah satu, indonesia! Saudara, usia tujuh puluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk membuktikan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Usia tujuh puluh tahun juga tentunya menggambarkan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang akan terus bertumbuh dalam kedewasaannya dan dengan segudang pengalaman yang dimilikinya dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika Alkitab berkata bahwa usia manusia paling sedikit adalah tujuh puluh tahun, dan jika kuat delapan puluh tahun, maka kita pun patut berdoa, bersyukur dan berjuang dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa ini, sehingga usia tujuh puluh tahun tidak menunjukkan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang telah renta dan usang, melainkan bangsa ini akan menjadi bangsa yang terus kokoh berdiri, bahkan di tengah kencangnya terpaan angin yang menerpa bangsa ini. Saudara, menjadi bangsa yang besar tentu saja bukan sekedar menunjukkan kebesaran secara fisik semata, melainkan kebesaran di hadapan Tuhan juga. Bagian bacaan kita menunjukkan bagaimana Abram dipanggil Allah. Saat itu Tuhan berfirman kepada Abram: Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu. Tuhan berjanji bahwa Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Bahkan Tuhan juga berjanji bahwa Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat. Mari kita perhatikan ungkapan-ungkapan tersebut tadi saudara. Ketika Tuhan mengatakan tentang hal-hal ini kepada Abram, itu bukanlah suatu lip service belaka. Tetapi hal itu diungkapkan Tuhan dalam kaitan perjanjian Allah dengan Abram tentang keturunannya. Dan bahwa Abram yang kemudian menjadi Abraham itu telah ditetapkan Allah menjadi bapa banyak bangsa. Kita dapat membacanya dalam Surat Roma 4:17. Bahkan dalam ayat sebelumnya Abraham dikatakan sebagai bapa kita semua. Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena Abraham percaya kepada Tuhan. Bahkan percaya di sini bukan sekedar tindakan pasif tetapi juga aktif. Karena dalam percaya itu Abraham dan kita semua pun dituntut untuk mau mempercayakan diri dan hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Bahkan di dalam percaya itu Abraham dan kita semua pun dituntut untuk mau terus setia kepada Tuhan dan mau menjadikan Tuhan sebagai teladan hidup kita. Perjanjian Allah dengan Abraham bukanlah perjanjian yang tanpa syarat. Tetapi Tuhan menuntut ketaatan penuh dari diri Abraham dan keturunannya atas kehendak Allah. Bukti nyatanya dapat kita lihat dalam Kejadian 17:1-27 dimana dikatakan bahwa sunat sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham. Demikian pun kita saudara, sekalipun sunat fisik sudah tidak lagi ditekankan karena keselamatan telah digenapi dalam Kristus Yesus, tetapi Alkitab tetap menekankan kepada kita tentang pentingnya sunat hati. Saudara, sebagai anak-anak Abraham, dimana dia telah menunjukkan iman dan ketaatan yang besar dan sepenuhnya kepada Tuhan, maka kita pun dituntut untuk hidup dari iman Abraham. Dengan demikian janji Allah berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sekali lagi sebab Abraham adalah bapa kita semua. Itu berarti Bangsa Indonesia juga termasuk keturunan Abraham. Intinya adalah bahwa Bangsa Indonesia perlu dan patut menjadi bagian dari kumpulan orang percaya. Dan kita sebagai bagian dari persekutuan orang percaya yang telah dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib; kita sebagai gereja yang adalah milik kepunyaan-Nya, maka tiap-tiap kita dipanggil untuk menjadi terang dan garam dunia, termasuk di dalamnya menjadi terang dan garam bagi bangsa ini. Kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi. Dengan demikian Indonesia pun perlu kita gapai agar memperoleh keselamatan sejati demi kemuliaan nama Tuhan. Mari kita sediakan diri kita untuk terus dipakai Tuhan bagi keselamatan sejati yang akan diperoleh bangsa ini di dalam Kristus. Mari kita pun terus berdoa dan berupaya bagi kesejahteraan bangsa ini, bukan semata-mata kesejahteraan yang bersifat fisik dan sementara, melainkan juga bagi damai sejahtera Allah yang bersifat kekal yang akan dialami oleh seluruh warga bangsa ini. Mari kita bangkit untuk menyerukan nama Yesus dan menyatakan kuasa-Nya. Mari kita bangkit untuk menggenapi Firman-Nya. Karena sekaranglah waktunya kita berdiri bagi bangsa ini. Mari maju umat pilihan Allah. Mari maju umat pemenang. Mari kita dorong bangsa kita menjadi bangsa yang besar, bukan hanya di mata manusia dan dunia, melainkan juga dalam pandangan mata Allah. Mari kita dorong bangsa ini menjadi bangsa yang berkenan kepada Tuhan. Mari kita dorong bangsa ini untuk menjadi bangsa yang percaya dan mau mempercayakan diri kepada Tuhan, serta meneladani Kristus dan beriman kepada-Nya, sebagaimana Abraham dan juga kita sekalian yang telah menjadi percaya. Karena Dialah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang dapat sampai kepada Bapa kalau tidak melalui Aku, kata Tuhan. Mari terus kita pupuk semangat kebangsaan kita dalam iman teguh kepada-Nya. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.