Sabtu, 17 Agustus 2013

PELAYANAN ADALAH SEBUAH PERJUANGAN (Kolose 1:24-2:5)

Sebuah renungan Firman Tuhan dalam menyambut kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-68. Kiranya dapat menjadi bagian dari perenungan kita bersama. Soli Deo Gloria.

Pembukaan & Uraian
Saudara-saudara, setiap kita sebagai warga Bangsa Indonesia yang menjiwai dan memahami benar makna dari kemerdekaan Republik Indonesia yang dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh dua proklamator kita Soekarno-Hatta, pasti juga akan memahami bahwa kemerdekaan itu diraih dengan harga yang mahal. Kemerdekaan diraih dengan tumpahan darah dan limpahan  nyawa yang dikorbankan oleh para pejuang. Dalam meraih kemerdekaan ini butuh perjuangan dan pengorbanan. Makanya ada sebuah lagu yang mengungkapkan: Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan, mulia adanya. Jadi perjuangan itu dilandasi semangat yang sangat mulia untuk meraih kebebasan dari penjajahan. Bahkan semangat itu pun tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar kita yang mengatakan: Kemerdekaan adalah hak segala  bangsa. Oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
Saudara-saudara, dengan demikian kita menyadari benar bahwa tidak ada kemerdekaan yang dapat diraih tanpa perjuangan. Makanya untuk menghargai jasa para pahlawan, dalam upacara bendera kerap kali kita mengheningkan cipta. Bahkan juga menyanyikan lagu gugur bunga yang menyatakan bahwa kita sebagai warga Bangsa Indonesia turut bersedih dan berbela rasa atas gugurnya para pahlawan di medan peperangan. Namun tentunya bukan hanya larut dalam kesedihan semata, tetapi bagaimana kita dapat mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan itu dengan berbagai hal positif dalam rangka membangun kehidupan bangsa ini menjadi lebih baik. Itulah yang menjadi harapan kita bersama. Dan tentunya juga menjadi harapan dari para pahlawan yang telah gugur di medan pertempuran demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa kita tercinta ini.
Ketika kita menyadari benar dalam semangat nasionalisme yang kita miliki bahwa tidak ada kemerdekaan tanpa perjuangan dan harga yang mahal yang harus dibayar dalam perjuangan tersebut, maka pertanyaannya kemudian bagaimana dengan pelayanan? Bukankah pelayanan juga merupakan sebuah proses perjuangan? Memang benar bahwa Tuhanlah yang memanggil tiap-tiap orang untuk menjadi percaya kepada-Nya. Tuhanlah juga yang menumbuhkan iman dalam diri tiap-tiap orang yang dipilih-Nya. Namun jangan lupa bahwa iman tumbuh dari pendengaran akan Firman. Dan untuk itulah tiap-tiap kita dipanggil sebagai alat di tangan Tuhan guna memperdengarkan dan mempersaksikan Firman Tuhan kepada tiap-tiap orang yang belum mengenal-Nya. Sesuai dengan amanat agung Kristus: Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Baptislah mereka dalam nama BAPA, ANAK dan ROH KUDUS. Untuk mencapai tujuan tersebut butuh upaya, butuh usaha yang harus kita kerjakan dan lakukan selain juga tentunya pimpinan dan penyertaan Tuhan di dalamnya. Oleh karena itu jelas bahwa pelayanan adalah sebuah perjuangan. Makanya Alkitab berkata bahwa jerih payahmu di dalam Tuhan tidak sia-sia. Kata jerih payah di sini mengungkapkan adanya dan diperlukannya sebuah daya juang yang tinggi dalam melaksanakan misi Allah di tengah dunia. Makanya kita seringkali disebut sebagai Jesus Army atau tentara-tentara Allah dimana Allah dalam Yesus Kristus menjadi komandan atau kepala atas kita. Bahkan ada lagu yang mengatakan: Saya bukan pasukan berjalan, pasukan berkuda, pasukan menembak. Saya tidak menembaki musuh. Tapi saya laskar Kristus. Jadi perlu disadari benar bahwa kita adalah laskar-laskar Kristus yang ditempatkan-Nya di tengah dunia (bdk.dengan bala keselamatan, salah satu aliran gereja yang ada di Indonesia, dimana dalam aliran tersebut terdapat kepangkatan dari level teratas sampai level terendah. Kepangkatan itu diukur dari seberapa jauh orang-orang yang terlibat di dalamnya dapat menguasai dan melakukan Firman Tuhan di dalam hidupnya). Sekalipun dalam gereja kita tidak ada tingkat-tingkat kepangkatan layaknya militer seperti itu, tetapi kita tetaplah laskar Kristus. Oleh karena itu Alkitab Firman Allah terus-menerus mendengungkan kepada kita sebagai laskar Kristus tentang betapa pentingnya kita menjadi terang dan garam dunia, karena disitulah fungsi kita sebagai laskar Kristus: yaitu menjadi terang di tengah kegelapan dunia dan menjadi garam yang mengasinkan dunia yang tawar. Oleh karena itu tiap-tiap kita pun dituntut oleh Tuhan untuk menjaga hidup kita kudus dan benar di hadapan Allah dan sesama, karena hanya dengan menjaga hidup kudus dan benar itulah, maka sesungguhnya kita yang telah dikuduskan dan dibenarkan oleh Allah melalui Yesus Kristus ini dapat menjadi saksi yang benar tentang kebenaran dan kekudusan Allah di hadapan sesama kita. Oleh karena itu kita seringkali disebut dengan istilah kitab-kitab yang terbuka yang dapat dibaca oleh sesama kita, dimana mereka dapat melihat Kristus di dalam diri kita.
Saudara-saudara, menjadi saksi Kristus dan melayani Tuhan memang bukan suatu hal yang mudah. Kita perlu berbuah secara rohani terlebih dahulu dalam konteks diri kita sendiri, barulah kita dapat dipakai Tuhan untuk menghasilkan buah bagi sesama. Dan untuk menghasilkan buah itu perlu perjuangan yang berat dan keras dari dalam diri kita. Alkitab menyebutnya dengan ungkapan menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Kristus. Menyangkal diri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan bukan? Terlebih dengan kedagingan manusia yang didalamnya terdapat berbagai keinginan duniawi. Pun ditambah dengan berbagai tawaran yang dunia tawarkan untuk dapat memuaskan kedagingan tersebut. Keinginan daging yang diselaraskan dengan berbagai tawaran dunia atas berbagai keinginan tersebut seringkali dapat menjerumuskan manusia untuk kembali hidup dalam dosa. Tetapi tentunya Firman Tuhan terus mengingatkan kepada kita agar kita jangan sekali-kali lagi hidup sebagai hamba dosa melainkan hamba kebenaran. Bahkan dalam konteks pembaharuan diri maka Alkitab mengungkapkan dengan sangat jelas: Janganlah kita menjadi serupa dengan dunia ini, melainkan berubahlah menurut pembaharuan budimu. Dengan  kata lain yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan adalah menjadi semakin serupa dengan Kristus dari hari ke sehari dan juga tiap-tiap hari. Oleh karena itu perlu bagi kita untuk membiarkan Kristus memerintah dan menjadi pemimpin dalam diri dan hidup kita. Jangan sekali-kalipun membiarkan kedagingan kita yang memegang otoritas dalam diri dan hidup kita. DIA adalah Raja segala raja. Sudah sepatutnya DIA pun meraja dalam diri dan hidup kita. DIA adalah pencipta kita. Bahkan Alkitab katakan punya Dialah kita umat gembalaan-Nya. Sebagai kepunyaan Allah tentunya kita perlu merelakan diri kita untuk dibentuk, diarahkan dan dipakai sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya. Kalau dalam ibadah-ibadah yang kita lakukan seringkali kita bisa menyanyikan “Bagaikan bejana siap dibentuk,” baiklah itu bukan hanya sekedar nyanyian, tetapi boleh kita jiwai dan semangati di dalam hati dan pikiran kita dan menjadi ungkapan iman kita kepada-Nya seperti Maria berkata: Aku adalah hamba Allah. Jadilah kepadaku menurut apa yang Kau kehendaki. Demikian juga Kristus sendiri mengatakan di Taman Getsemani: Bukan kehendak-Ku yang jadi melainkan kehendak-Mulah yang jadi. Dalam ungkapan ini ada sebuah sikap taat sepenuhnya kepada Allah. Saudara-saudara, ketaatan sepenuhnya kepada Allah juga Tuhan inginkan agar kita lakukan. Harus kita akui hal ini tidak mudah untuk dilakukan walaupun mungkin mudah untuk dikatakan. Tetapi tentu Allah tidak akan pernah berdiam diri ketika Dia melihat kita terjatuh karena beratnya salib yang harus kita pikul. Dia pasti akan memampukan kita kembali untuk bangkit dan berjalan lagi menuju ke arah Kristus sampai akhir hidup kita, dimana pada akhirnya kita dapat berkata bahwa aku telah dapat menyelesaikan pertandingan di tengah dunia. Sehingga akan tiba saatnya bagi kita untuk menerima mahkota kemenangan dan hidup kekal bersama dengan DIA.
Saudara-saudara, hidup kita di tengah dunia adalah persiapan menuju kehidupan kekal bersama dengan Tuhan yang akan kita peroleh sebagai jaminan bagi tiap-tiap orang percaya. Dan di dalam kehidupan yang masih Tuhan anugerahkan kepada kita sampai dengan saat ini, Tuhan tidak menginginkan kita untuk berdiam diri melainkan terus berjuang melayani Tuhan melalui pelayanan kepada sesama kita. Tuhan menginkan kita terus berjuang menyebarkan injil Kristus dan menjadikan hidup kita sebagai kesaksian tentang Kristus kepada sesama kita.
Saudara-saudara, hidup adalah perjuangan. Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan dan pengorbanan. Demikian juga dengan pelayanan saudara-saudara. Seorang pelayan adalah orang yang harus mau berjuang, rela berkorban dan menderita. Rasul Paulus dalam bagian bacaan kita telah mempersaksikan kepada kita sekalian bagaimana dia dalam melakukan tugas pelayanannya sebagai rasul Kristus mengalami penderitaan. Dalam ayat 24 dari Surat Kolose pasal 1 dikatakan: Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus untuk tubuh-Nya yaitu jemaat. Ada sebuah gambaran yang sangat bertolak belakang di sini saudra-saudara. Di satu sisi Paulus mengatakan bahwa ia menderita; tetapi di sisi lain ia mengatakan bahwa ia bersukacita sekalipun ia menderita. Dalam keyakinan iman kita dan dalam berbagai kesaksian Alkitab kita dapat mengungkapkan dengan tegas dan lugas bahwa ketika kita menderita karena Kristus, maka penderitaan dan jerih payah yang kita lakukan tidak sia-sia karena kita akan memperoleh mahkota kemenangan dan turut serta dalam kebahagiaan bersama-Nya. Itulah janji Allah kepada tiap-tiap kita yang mau terus bertekun menjadi rekan sekerja Allah di tengah dunia. Bahkan Injil Yohanes 16:33 mengungkapkan dengan jelas bahwa damai sejahtera Allah akan terus diberikan-Nya kepada kita sekalipun kita berada dalam penderitaan karena DIA. DIA tidak akan pernah meninggalkan kita. Bahkan Ia menyertai kita sampai akhir zaman.
Saudara-saudara, menjadi orang Kristen dan pengikut Kristus bukanlah menjadi orang yang kemudian terbebas dari segala penderitaan. Tetapi yakinlah bahwa Tuhan akan memampukan kita melewati segala penderitaan hidup kita. Oleh karena itu jangan pernah putus berharap kepada-Nya dalam segenap perjuangan hidup kita. Jangan pernah berhenti berjuang dalam segala tugas penatalayanan yang Ia percayakan kepada kita dimanapun kita ditempatkan. Teruslah menjadi saksi Kristus dan teruslah melayani-Nya karena pelayanan adalah sebuah perjuangan. Dan perjuangan di dalam Kristus tidak akan pernah menjadi sia-sia. Kemerdekaan Republik Indonesia secara de facto dan de yure sudah boleh kita raih. Namun perjuangan dalam hidup dan pelayanan kita belumlah usai sampai Tuhan memanggil kita kembali ke rumah-Nya yang baka, bahkan sampai kesudahan segala sesuatu. Selamat menjadi pelayan Tuhan yang setia dan selamat berjuang senantiasa di dalam Kristus. Amin.

Penutup
Indonesia Jaya
Hari-hari Terus Berlalu
Tiada pernah berhenti
S'ribu rintang jalan berliku
Bukanlah suatu penghalang

Hadapilah segala tantangan
Mohon Petunjuk yang kuasa
Ciptakanlah Kerukunan Bangsa
Kobarkanlah, dalam dada
Semangat jiwa Pancasila...

Hidup tiada mungkin...
Tanpa perjuangan,
Tanpa pengorbanan,
Mulia adanya
Berpegangan tangan...
Satu dalam cita...
Demi masa depan...
Indonesia Jaya
Pelayanan Adalah Perjuangan
Dengan nada lagu Indonesia Jaya.
Voice Aransement by Erick Susanto Tjandra.

Hari-hari terus berlalu
Tiada pernah berhenti
Sribu rintang jalan berliku
Bukanlah suatu penghalang

Hadapilah segala tantangan
Mohon petunjuk yang kuasa
Ciptakanlah kerukunan umat
Kobarkanlah, dalam dada
Semangat jiwa pelayanan

Melayani tiada mungkin
Tanpa perjuangan
Tanpa pengorbanan
Mulia adanya
Berpegangan tangan
Satu dalam cita
Demi kemuliaan
Yesus Kristus Tuhan.

Pokok-Pokok Doa Syafaat:
11.    Pengucapan syukur atas diizinkannya Indonesia memasuki usia kemerdekaan yang ke-68 tahun dan permohonan agar kiranya Tuhan terus memimpin, menyertai dan memberkati perjalanan bangsa kita ke depan. Demikian pun agar pemerintah kita senantiasa memiliki rasa takut akan Tuhan dan benar-benar mau bekerja menyejahterakan rakyatnya.
22. Peran aktif seluruh rakyat Indonesia termasuk kita di dalamnya untuk mengisi kemerdekaan yang sudah sekian lama kita kecap. Khususnya bagi kita agar kita dapat terus menjadi garam dan terang di tengah bangsa kita dari lingkup terkecil sampai lingkup terbesar di mana kita ditempatkan.
33.  Berdoa bagi tragedi demokrasi dan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Mesir.
44. Berdoa bagi proses perdamaian yang terus diupayakan bagi Israel-Palestina.





                                                

Selasa, 13 Agustus 2013

SPIRITUALITAS TAIZE DAN PENGARUHNYA BAGI SPIRITUALITAS JEMAAT

Pengantar: Pujian Jemaat Sebagai Bagian Integral Dari Keutuhan Liturgi Dalam Ibadah
Sebagai warga gereja GKI dan khususnya sebagai anggota jemaat GKI Wahid Hasyim tentunya tiap-tiap kita sudah akrab dengan tata cara ibadah yang biasa berlangsung di GKI tiap-tiap minggunya bukan? Mulai dari pujian pembuka, votum dan salam dan seterusnya sampai dengan pujian penutup atau yang biasa dikenal dengan istilah pujian pengutusan yang diakhiri dengan berkat yang disampaikan oleh pendeta atau pelayan Firman yang sekaligus menjadi tanda selesainya rangkaian ibadah tersebut. Coba kita perhatikan kata “rangkaian” yang saya sebutkan barusan. Kata rangkaian di sini hendak menunjukkan bahwa ibadah dengan keseluruhan rangkaian liturgi yang ada di dalamnya merupakan sebuah keutuhan dan kebulatan yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Demikian juga dengan lagu-lagu pujian jemaat yang dinyanyikan dalam ibadah tersebut. Kesemuanya itu menghantarkan kita pada penanaman nilai-nilai Kristusentris yang terdiri dari tiga komponen, yaitu His Life, His Teaching dan His Works. Kesemuanya itu pada hakikatnya menghantarkan kita pada pencapaian peningkatan spiritualitas kita secara pribadi. Sebut saja satu contoh, yaitu mengenai keberadaan kelompok paduan suara yang biasanya menyanyikan lagu pujian untuk Tuhan di waktu sebelum atau setelah khotbah. Atau bahkan sebelum dan setelah khotbah. Pasti lagu tersebut akan sangat berfungsi untuk semakin mempersiapkan hati dan pikiran kita dalam menuju pemberitaan Firman  Tuhan dan juga menghantarkan kita untuk semakin mengerti dan memahami pesan Firman Tuhan yang telah disampaikan, sehingga hati kita semakin dimantapkan untuk menjalani hari-hari di dalam kehidupan keseharian kita, karena keseluruhan dan keutuhan nilai yang kita dapat dalam ibadah tersebut merupakan modal kita untuk semakin berdiri teguh dan tidak goyah dalam menjalani hidup di dalam Tuhan dan bersama Tuhan. Demikian juga dengan urutan lagu pujian yang dilantunkan dalam ibadah sesuai dengan bagian litaninya masing-masing. Misalnya saja nyanyian pengakuan dosa seyogyanya akan semakin menghantarkan kita untuk menyadari segala dosa dan kesalahan kita dan untuk sesegera mungkin kita berbalik pada Tuhan dan menyatakan pertobatan kita di hadapan-Nya. Demikian juga dengan nyanyian kesanggupan pasca berita anugerah diwartakan. Seyogyanya menghantarkan kita untuk semakin mantap menerima dan bertekad untuk mengaplikasikan berita anugerah itu di dalam kehidupan kita sebagai orang-orang yang telah diampuni dosanya oleh Tuhan. Pun dengan pujian sebelum Firman, pujian persembahan dan pujian pengutusan. Pastilah kesemuanya itu memberikan sumbangsih dalam peningkatan spiritualitas kita (jemaat) sesuai dengan kaidah nilai litani yang sedang berlangsung. Melalui rangkaian ibadah yang masing-masing liturginya dan proses yang terjadi di dalamnya merupakan sebuah keutuhan dan tidak dapat dipisah-pisahkan (saling melengkapi) inilah maka dapat kita yakini bersama bahwa tiap-tiap anggota jemaat yang serius dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti dan menjalankan ibadahnya pasti akan memperoleh kebulatan dan keutuhan nilai spiritual yang dapat membangun dirinya menjadi lebih baik dan semakin baik dari waktu ke waktu. Dengan kata lain jemaat akan terus senantiasa terbentuk dan dibentuk menjadi semakin serupa dengan Kristus, dimana keserupaan dengan Kristus itu juga akan tergambar melalui pola hidup, pola pikir dan pola tindaknya secara individu maupun secara sosial. Peningkatan spiritualitas yang terjadi menjadi bukti nyata bahwa melalui ibadah yang kita jalani kita benar-benar mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang kemudian mempengaruhi pola hidup, pola pikir dan pola tindakan yang kita lakukan di dalam keseharian kita, dimana kita berpikir sebagaimana Kristus berpikir; kita bertindak sebagaimana Kristus bertindak; kita berkata-kata sebagaimana Kristus berkata-kata. Dengan demikian ibadah yang telah kita jalani tersebut dalam keutuhan dan kebulatannya dapat membantu kita untuk menjaga hidup kudus di hadapan Tuhan dan sesama. Oleh karena itulah Alkitab senantiasa berpesan kepada kita agar kita tidak menjauhi persekutuan-persekutuan ibadah, melainkan kita perlu untuk memupuk kerajinan kita sehingga kerajinan kita tidak menjadi kendor.

Komunitas Taize Dalam Sejarah Dan Nilai Eksistensialnya
Komunitas Taize adalah sebuah komunitas monastik ekumenis yang terdapat di Wilayah Taize, Saône-et-Loire, Burgundy, Prancis. Keberadaan komunitas ini dirintis oleh seorang bruder kelahiran Swiss yang kemudian pergi meninggalkan kota kelahirannya untuk tinggal di Perancis yang merupakan tempat kelahiran ibunya. Selama empat tahun beliau mengalami sakit TBC dan selama masa-masa pemulihan kesehatannya itulah beliau telah mematangkan dalam dirinya panggilan untuk menciptakan sebuah komunitas yang hingga kini kita kenal komunitas itu dengan nama komunitas Taize. Beliau bernama Bruder Roger. Ketika itu usianya dua puluh lima tahun di tahun 1940 (Sumber: spiritualitaskatolik.wordpress.com/2012/09/03/taize/). Dalam buku Meniti Kalam Kerukunan (ed.Prof.DR.Phil HM Nur Kholis Setiawan dan Pdt DR.Djaka Soetapa, hlm. 576) diperoleh informasi mengenai latar belakang kekristenan Bruder Roger yang adalah seorang Protestan Lutheran. Adapun pada awalnya komunitas Taize terbentuk dari sekumpulan pengungsi Yahudi korban kekejaman NAZI (Jerman) yang dibantu oleh Bruder Roger. Aktivitas yang mereka lakukan sejak awal adalah membangun kehidupan bertani dan berdoa. Hingga kini komunitas itu telah berkembang pesat dengan keberadaan para bruder dari berbagai negara di dunia termasuk Indonesia (Ibid.). Pun hingga kini Taize acap kali dijadikan tempat ziarah rohani bagi banyak orang dari berbagai penjuru dunia.
Menilik dari latar belakang terbentuknya komunitas Taize yang berawal dari para pengungsi Yahudi korban kekejaman NAZI, maka secara kasat mata saja kita sudah bisa menangkap spirit atau nilai yang diperjuangkan dalam komunitas ini, yaitu nilai perdamaian. Buku Meniti Kalam Kerukunan di halaman yang sama sebagaimana tersebut di atas ikut menegaskannya. Dalam buku itu diungkapkan bahwa spiritualitas Taize adalah ragi perdamaian yang ditaburkan pada ribuan kaum muda yang melakukan peziarahan iman di Taize setiap tahunnya dan dalam pertemuan-pertemuan di berbagai belahan dunia. Semangat perdamaian komunitas Taize merupakan perumpamaan persatuan (a parable of community). Dengan latar belakang kekristenan Bruder Roger yang adalah seorang Protestan Lutheran pun kita juga bisa menangkap semangat ekumenis yang ditanamkan dan dipelihara di dalam komunitas Taize ini. Sebuah buku berjudul Struggling In Hope (Bergumul Dalam Pengharapan) dengan editor Ferdinand Suleeman, dkk yang dipersembahkan sebagai penghargaan terhadap Pdt.Eka Darmaputera juga turut menegaskannya. Dalam buku itu di halaman 116 ditegaskan bahwa komunitas Taize sendiri menggarisbawahi bahwa mereka tidak bermaksud untuk mempropagandakan satu model yang seragam untuk segala bangsa dan kebudayaan. Diharapkan agar umat kristiani di segala tempat dan waktu mengembangkan cara-cara sendiri yang kontekstual dan oikumenis. Perlu dicatat juga bahwa sasaran Taize bukan hanya kaum elit yang mempunyai cukup uang untuk berziarah ke sana dan cukup pintar untuk mengikuti ibadah sehari-hari. Para anggota komunitas Taize sendiri hidup sangat sederhana dan para utusan Taize justru ditemukan di tempat-tempat yang paling rawan di dunia (bdk.Filipi 2:1-11). Perikop dalam bagian bacaan ini berjudul nasihat supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus. Melalui gambaran perikop inilah kita dapat menggambarkan apa, siapa dan bagaimana komunitas Taize itu sesungguhnya. Persatuan yang menjadi semangat dari komunitas Taize ini dapat terlukiskan melalui keberadaan para brudernya hingga kini yang tidak hanya terdiri dari orang-orang Katholik saja melainkan juga Protestan dengan berbagai latar denominasinya. Bahkan dalam perkembangannya yang terlibat dalam komunitas ini bukan hanya para bruder yang terdiri dari kaum laki-laki melainkan juga para kaum perempuan (para suster) yang lebih banyak terlibat sebagai penyambut. Ibadah Taize memang merupakan bentuk ibadah yang lebih banyak didominasi dengan doa dan nyanyian. Pelaksanaan ibadahnya pun mengalir dari awal sampai akhir. Berikut ini adalah rincian penjelasan mengenai poin-poin dalam rangka mempersiapkan dan melaksanakan ibadah (doa) di komunitas Taize:
 Mazmur
Yesus berdoa doa-doa yang kuno ini. Orang-orang Kristen selalu menemukan mata air hidup di dalamnya. Mazmur menempatkan kita dalam persatuan yang dalam bersama dengan semua umat percaya. Kegembiraan, kesedihan, iman kita kepada Tuhan, kehausan dan bahkan kecemasan kita ditemukan dalam ungkapan-ungkapan mazmur. Satu atau dua orang dapat mendaraskan atau membacakan ayat-ayat mazmur. Setelah setiap ayat, semua orang menyambutnya dengan Aleluia atau nyanyian aklamasi yang lainnya. Jika ayat-ayat tersebut dinyanyikan, sebaiknya tidak terlalu panjang, biasanya sepanjang dua baris. Dalam beberapa hal, para peserta doa dapat mendengungkan nada akhir dari aklamasi ketika ayat solo dinyanyikan. Jika ayat-ayat tersebut dibacakan dan tidak dinyanyikan, dapat menjadi lebih panjang. Oleh sebab itu tidaklah perlu untuk membaca keseluruhan mazmur. Janganlah ragu-ragu untuk memilih hanya beberapa ayat dan sebaiknya ayat-ayat tersebut mudah dipahami.
Bacaan
Membaca Kitab Suci adalah satu jalan menuju “mata air yang tak melelahkan dimana Tuhan telah memberikan diri-Nya sendiri untuk menawarkan dahaga umat manusia” (Origen, abad ke tiga). Alkitab merupakan “surat dari Tuhan untuk karya ciptaan-Nya” sehingga mereka “dapat menemukan hati Tuhan di dalam sabda Tuhan” (Gregorius Agung, abad ke enam). Komunitas-komunitas yang berdoa bersama secara rutin membaca Alkitab secara teratur. Tetapi untuk acara doa mingguan atau bulanan, bacaan-bacaan yang mudah dipahami harus dipilih, yang juga cocok untuk tema doa atau yang sesuai dengan penanggalan liturgi. Setiap bacaan dapat dimulai dengan kata-kata “Bacaan dari ….” atau “Injil menurut Santo …” Jika terdapat dua bacaan, bacaan yang pertama dapat dipilih dari Perjanjian Lama, Surat para Rasul, Kisah para Rasul atau dari Wahyu; bacaan kedua sebaiknya selalu dari salah satu Injil. Dalam hal ini, sebuah nyanyian meditatif dapat dinyanyikan di antara kedua bacaan tersebut. Sebelum dan sesudah bacaan, sebaiknya dipilih sebuah nyanyian untuk merayakan cahaya Kristus. Ketika nyanyian ini dinyanyikan, anak-anak atau kaum muda dapat maju ke depan dengan lilin yang bernyala untuk menyalakan lampu minyak yang didirikan di atas sebuah penopang. Tanda ini mengingatkan kita bahwa sekalipun malam sangat gelap, entah itu di dalam hidup kita atau dalam kehidupan umat manusia, cinta Kristus adalah sebuah nyala api yang tak pernah padam.
Nyanyian
Saat hening
Ketika kita mencoba untuk mengungkapkan persatuan dengan Tuhan dalam kata-kata, alam pikiran kita sering datang dengan cepat. Tetapi, di kedalaman diri kita, melalui Roh Kudus, Kristus berdoa jauh lebih banyak dari pada yang dapat kita bayangkan. Sekalipun Tuhan tidak pernah berhenti mencoba untuk berhubungan dengan kita, doa ini tidak pernah dipaksakan. Suara Tuhan seringkali terdengar hanya berupa bisikan, dalam sebuah tarikan napas keheningan. Tinggal diam dalam keheningan dalam kehadiran Tuhan, membuka diri kepada Roh Kudus, adalah sudah merupakan sebuah doa. Jalan menuju kontemplasi bukanlah untuk mencapai keheningan batin dengan jalan mengikuti beberapa teknik yang membuat semacam kehampaan di dalam diri kita.Sebaliknya, dengan iman seorang anak kecil, kita membiarkan Kristus berdoa dengan hening di dalam diri kita, sehingga suatu hari kita akan menemukan bahwa di kedalaman diri kita terdapat suatu kehadiran. Selama doa bersama dengan orang lain, yang terbaik adalah terdapat satu kali saat hening yang agak panjang (5 sampai 10 menit) dari pada beberapa kali saat hening dengan waktu-waktu yang pendek. Jika mereka yang hadir dalam doa tidak terbiasa dengan saat hening, adalah sangat membantu bila sebelumnya diberikan penjelasan singkat Atau, segera sesudah nyanyian penghantar saat hening, seseorang dapat berkata, “Doa akan dilanjutkan dengan saat hening selama beberapa saat.”
Doa permohonan atau Litani pujian
Sebuah doa mengandung petisi (doa permohonan) pendek atau aklamasi, yang dibantu dengan dengungan, dengan setiap petisi diikuti dengan sebuah jawaban yang dinyanyikan oleh semua orang, dapat berupa semacam “tiang api” di pusat hati doa tersebut. Mendoakan orang lain melebarkan doa kita kepada berbagai sisi kehidupan seluruh umat manusia; kita mempercayakan kepada Tuhan kegembiraan, harapan-harapan, kesedihan dan penderitaan semua orang, khususnya bagi mereka yang terlupakan. Sebuah doa pujian memungkinkan kita untuk merayakan segalanya bahwa Tuhan adalah bagi kita.
Satu atau dua orang dapat mengungkapkan doa permohonan mereka atau aklamasi pujian, yang dinyanyikan di awal dan disertai dengan seruan Kyrie eleison, Gospodi pomiluj (Tuhan, kasihanilah kami), atau Kami memuji-Mu, Tuhan. Setelah doa permohonan selesai dibacakan, berikanlah waktu sejenak bagi orang-orang untuk mengucapkan berdoa secara spontan melalui kata-kata mereka sendiri, ungkapan doa yang keluar dari hati mereka. Doa-doa spontan ini sebaiknya pendek dan ditujukan kepada Tuhan; bukan merupakan kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasan pribadi dan pandangan-pandangan bagi orang lain yang mereka bawakan sebagai doa. Setiap doa spontan ini disertai dengan seruan yang sama yang dinyanyikan oleh semua orang.
Doa Bapa Kami
Doa Penutup
Nyanyian
Terakhir, nyanyian dapat dilanjutkan untuk beberapa waktu. Sebagian dari peserta doa, jika mereka menginginkannya, dapat tetap tinggal untuk terus bernyanyi atau meneruskan doa. Sebagian dari peserta doa yang lain dapat diundang untuk saling berbagi pendapat dalam kelompok-kelompok kecil yang diadakan tak jauh dari ruangan doa, misalnya untuk merenungkan bacaan dari Kitab Suci, untuk memudahkan dapat digunakan “Renungan Yohanes”. Setiap bulan di dalam Surat dari Taizé, terdapat “Renungan Yohanes” yang menyarankan saat hening dan saling berbagi pendapat di seputar bacaan Kitab Suci. (Op.Cit., Spiritualitas Katolik Wordpress.com).

Penutup: Kesimpulan & Refleksi Teologis
Dari berbagai uraian mengenai komunitas Taize tersebut di atas kita dapat menyimpulkan bahwa komunitas Taize telah memberikan sumbangsih yang baik bagi perkembangan dan peningkatan spiritualitas jemaat dan gereja di seluruh dunia. Prinsip-prinsip yang dipegang dan diterapkan pun sangat Alkitabiah. Dengan demikian tidak ada alasan bagi kita untuk menutup diri terhadap eksistensi mereka dan dampaknya bagi perkembangan gereja serta jemaat kita terutama dalam hal spiritualitas yang senantiasa mengarah kepada spiritualitas Kristus, dimana Kristus menjadi teladan hidup tiap-tiap orang, terutama orang-orang percaya. Dalam hal ini komunitas Taize juga menjadi bagian dari komunitas orang percaya. Dengan demikian komunitas Taize merupakan bagian yang nyata eksistensinya bagi perkembangan gereja di seluruh dunia termasuk kita. Untuk itu merupakan hal yang baik juga ketika kita mau membuka diri kita untuk mau belajar tentang tata cara dan pola yang diterapkan dalam komunitas (ibadah) Taize. Dengan demikian gereja kita bukan menjadi gereja yang kaku. Dengan sikap terbuka yang kita miliki juga kita sudah mampu menyadari bahwa tiap-tiap kita sebagai komunitas orang percaya secara menyeluruh (inter denominasi) merupakan kesatuan tubuh Kristus dimana Kristus yang menjadi kepalanya.

Tulisan ini dibuat dalam rangka memberikan pengetahuan kepada jemaat mengenai komunitas Taize yang dalam ibadahnya lebih banyak didominasi dengan nyanyian dan doa. Beberapa contoh lagu Taize yang dimuat juga dalam buku pujian kita antara lain: Angkatlah Gita Baru (PKJ 298), Bersyukur Puji Tuhan (PKJ 299), Jangan Kuatir (PKJ 302), Segala Suku Bangsa (PKJ 305), Tuhanlah Kekuatanku (PKJ 307) dan Yesus TerangMu Pelita Hatiku (PKJ 308). Hal ini menunjukkan bahwa kita sesungguhnya telah menjadi gereja yang terbuka. Biarlah kiranya keterbukaan itu juga dapat kita jiwai dan terapkan bersama bukan hanya dalam ibadah formal di gereja melainkan juga dalam kehidupan keseharian kita, sehingga kita tidak menjadi orang-orang yang eksklusif melainkan inklusif. Dengan demikian kita mampu menghargai kepelbagaian. Dalam kaitannya dengan kemerdekaan, maka penghargaan terhadap kepelbagaian menandakan bahwa tiap-tiap kita seyogyanya telah menjadi orang-orang yang merdeka. Yang mampu mengekspresikan Kristus dalam berbagai cara yang positif dan membangun; yang sesuai dengan kaidah nilai-nilai iman kita sebagaimana terkandung di dalam Alkitab. Dengan demikian kebebasan dan kemerdekaan yang kita terapkan tetaplah merupakan kebebasan dan kemerdekaan yang bertanggung jawab dan bukannya kebebasan yang tanpa aturan. Satu hal yang perlu diingat bahwa Allah kita adalah Allah yang menyukai keteraturan dan sangat bertanggung jawab memelihara ciptaan-Nya. Pun akan tiba saatnya bagi kita untuk mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang kita hidupi di dunia ini di hadapan-Nya pada saat penghakiman terakhir. Oleh karena itu jalanilah hidup ini dengan penuh tanggung jawab. Selamat merayakan bulan musik gerejawi yang jatuh pada bulan Agustus. Pun selamat memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Merdeka! Soli Deo Gloria. Amin.




HIDUP DI DALAM TUHAN (EFESUS 2:11-22)

            Saudara-saudara, ketika kita berada (menumpang) di sebuah mobil atau kendaraan apapun yang sedang dikendarai atau dikendalikan oleh pengendaranya (artinya bukan kita yang mengendarai sendiri kendaraan tersebut), maka apa yang bisa dan biasa kita lakukan? Sebagai orang beriman kita pasti akan berdoa bagi kelancaran sang pengemudi agar dapat membawa kita sampai dengan selamat ke tempat tujuan. Dan ada satu hal lagi yang sadar atau tidak sadar, suka atau tidak suka pasti kita lakukan juga, yaitu kita mempercayakan segenap keberadaan diri dan keselamatan kita kepada sang pengemudi itu di sepanjang perjalanan. Kita menyerahkan dan menggantungkan “nasib” kita di tangan sang pengemudi tersebut.
                Saudara-saudara, gambaran yang sama juga hendak dilukiskan pada ungkapan “HIDUP DI DALAM TUHAN” yang menjadi tema kita saat ini. Sehingga kalau kita ditanya apa sesungguhnya pengertian dan gambaran tentang hidup di dalam Tuhan, maka kita akan bisa menjawab dan memberi gambaran bahwa hidup di dalam Tuhan adalah hidup yang melekat dan bergantung kepada Tuhan. Hidup di dalam Tuhan adalah gambaran sebuah kondisi kehidupan dimana kita sungguh-sungguh menyadari dimana posisi Tuhan dan dimana posisi kita. Tentu Tuhan adalah penguasa dan yang berotoritas penuh atas hidup kita, karena DIA adalah pencipta sementara kita adalah ciptaan-Nya. Kita adalah hamba sementara DIA adalah Tuan kita (perhatikan kata “kurios” dalam Bahasa Yunani yang berarti Tuan atau Tuhan. Perhatikan juga kata “dulos” yang berarti hamba atau budak). Dan kita pun adalah alat di tangan-Nya yang harus siap sedia untuk dipakai-Nya menjadi perpanjangan tangan-Nya maupun perpanjangan lidah-Nya. Tentu tidak terlupakan juga status yang lain, yaitu bahwa kita adalah anak-Nya dan DIA adalah Bapa kita. Pun sebagai seorang anak pasti kita punya kewajiban dan tanggung jawab untuk membantu orang tua kita bukan? Oleh karena itu dalam sebutan status kita sebagai apapun juga di hadapan Tuhan, maka tetaplah kita perlu siap sedia ketika DIA memanggil dan memakai kita. Terlebih karena kita sebagai umat pilihan-Nya memiliki keistimewaan. Kita telah ditebus oleh-Nya dan harga atas kita telah lunas dibayar. Sehingga dengan demikian, ketika kita menyatakan ya untuk menerima panggilan-Nya, tentu jawaban itu seharusnya bukan sekedar menggambarkan kewajiban semata tetapi juga menjadi sebuah kerelaan dan kesukacitaan tanda ungkapan syukur kita kepada-Nya. Dengan kesadaran bahwa Tuhan adalah segala-galanya bagi hidup kita, maka dengan demikian kita tidak akan mau dan tidak akan pernah bisa hidup jauh dari Tuhan. Kita tidak akan pernah bisa hidup tanpa Tuhan. Kita akan selalu menggantungkan dan melekatkan hidup kita di dalam otoritas Tuhan, karena kita sadar benar bahwa DIAlah satu-satunya Sang Sumber Hidup yang akan membawa kita kepada kehidupan kekal, bahkan sekalipun kita sudah mati secara jasmani.
                Saudara-saudara, apa yang diungkapkan di dalam Surat Efesus yang menjadi bagian bacaan kita saat ini mengenai tema “HIDUP DI DALAM TUHAN?” Sebagaimana judul perikop bagian bacaan kita mengungkapkan dengan jelas “Dipersatukan di dalam Kristus” yang kemudian diuraikan juga dalam ayat yang ke-14, maka coba kita perhatikan dengan seksama apa maksudnya. Kata “dipersatukan” menggambarkan sebuah ungkapan kalimat pasif. Dengan demikian inisiatif penyatuan itu tentunya bukan datang dari manusia melainkan datang dari Allah melalui Yesus Kristus. Melalui karya penebusan dan penyelamatan yang dikerjakan Kristus bagi seluruh umat manusia dan keutuhan ciptaan (dan terutama bagi orang-orang percaya), maka penyatuan itu baru bisa terjadi. Tanpa Kristus dan karya-Nya maka mustahil penyatuan antara Allah dengan manusia yang berdosa bisa terjadi. Bahkan sesungguhnya akibat dosa maka seharusnya semua manusia harus binasa. Tidak ada satu pun yang bisa selamat, bahkan tidak ada satu pun manusia berdosa yang bisa menyelamatkan dirinya dan sesamanya dari hukuman atas dosa tersebut. Logika sederhananya orang buta tidak akan pernah mungkin bisa menolong dan menuntun sesama orang buta karena keduanya pasti akan terjatuh dan tersandung akibat sama-sama tidak bisa melihat. Demikianpun pakaian kotor tidak akan mungkin bisa mencuci sesama pakaian kotor dan menjadikannya bersih. Ada sebuah logika lain saudara-saudara yang saya pernah dengar dari Pdt.Stephen Tong waktu saya menonton siaran televisi Reformed 21. Pak Tong pernah bilang begini: Bagaimana mungkin seorang yang dipenjarakan dalam satu sel penjara dapat menyelamatkan temannya yang dipenjarakan di sel yang lain terkecuali dia bisa keluar dari sel penjaranya dan memiliki kunci untuk membuka sel penjara temannya. Baru mereka bisa sama-sama keluar dari penjara mereka masing-masing secara bersama-sama.
                Sama halnya dengan Kristus saudara-saudara. Kristus sungguh menyadari bahwa sebagai manusia berdosa dimana karena dosa Adam dan Hawa maka semua keturunannya harus menanggung akibat dosa tersebut yang biasa dikenal dengan istilah dosa asal, maka perlu ada satu oknum lain yang tidak berdosa yang dapat melaksanakan karya penebusan atas dosa manusia tersebut. Tentu kita juga pasti sepakat bahwa satu-satunya oknum yang tidak berdosa adalah Allah sendiri. Demikian juga halnya dengan apa yang Allah pahami. Oleh karena itu Allah sendiri berinisiatif turun ke dalam dunia dan menjadi sama dengan manusia guna menjalankan karya penebusan sebagai Anak Domba yang kudus.
                Tentunya fakta ini akan membuat kita yakin dan percaya bahwa Allah dalam Yesus Kristus adalah Allah yang mahakuasa, mahakuat dan mahamampu. Hanya Allahlah yang mampu melakukan segala hal tanpa terkecuali. Sebagaimana Alkitab sendiri saksikan dalam Lukas 18:27 bahwa segala apa yang tidak mungkin bagi manusia mungkin bagi Allah. Jadi jelaslah bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah untuk DIA perbuat. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tentunya kesaksian Alkitab ini seharusnya semakin memantapkan kita untuk sungguh-sungguh hidup di dalam Tuhan dan tidak sekalipun berniat untuk melupakan Tuhan, berpaling dari Tuhan dan meninggalkan-Nya. Berbagai kesaksian Alkitab dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru yang menggambarkan kesetiaan Tuhan kepada kita sekalipun kita seringkali membandel dan bahkan bersikap tegar tengkuk dan mengeraskan hati seharusnya tidak akan menjadikan kita dengan alasan apapun menggantikan iman kita kepada Kristus dengan iman yang lain. Terlebih ketika kita sudah mengalami perjumpaan secara pribadi dan pengalaman-pengalaman yang begitu indah dengan Tuhan, dan kita sadar benar siapa sesungguhnya Tuhan bagi kita. DIA adalah satu-satunya juruselamat. Tidak ada yang dapat sampai kepada BAPA kalau tidak melalui DIA. DIA adalah jalan, kebenaran dan hidup. Oleh karena itu ketika Tuhan sudah memanggil dan memilih kita sebagai anak-anak-Nya dan umat pilihan-Nya, tetaplah setia dalam iman, pengharapan dan kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Aplikasi: Bella Safira yang masuk Islam yang katanya tanpa paksaan dan atas keinginan sendiri. Terlebih ketika mubaliknya mengatakan bahwa ketika engkau masuk Islam maka engkau sekarang seperti bayi yang tanpa dosa. Padahal bukan Agama yang menyelamatkan melainkan Kristus yang adalah 100 persen Allah dan 100 persen manusia itulah yang mengerjakan karya keselamatan-Nya bagi kita. DIAlah yang turun tangan langsung untuk menghapus dosa dunia. Aplikasi: Untuk membenahi Jakarta dengan permasalahannya yang kompleks maka kita perlu menyerahkan kepada ahlinya. Makanya berdasarkan pilihan rakyat terpilihlah Jokowi-Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta saat ini. Dan hingga sekarang mereka bekerja memberi bukti dan bukan sekedar janji. Itu menandakan bahwa pilihan rakyat tidak salah. Demikian juga Kristus. DIA telah memberi bukti dan bukan sekedar janji penyelamatan kepada umat manusia terutama orang percaya. Bahkan sesungguhnya DIA yang memilih kita dan bukan kita yang memilih DIA. Semua itu adalah anugerah dari Allah. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan bahkan sekali-kalipun berupaya mencampakkan anugerah Tuhan yang sedemikian besar untuk kita. Setialah kepada Tuhan dalam hidup kita sampai tiba saatnya DIA memanggil kita kembali ke rumah-Nya yang baka bahkan sampai kesudahan segala sesuatu.
                Tuhan telah membuktikan kepada kita bahwa DIA adalah pokok anggur yang sejati (Yohanes 15:5), maka DIApun meminta kepada kita untuk menjadi ranting-ranting yang setia, melekat dan bergantung pada pokok anggur tersebut. Kristus telah mampu membuktikan kepada kita bahwa melalui karya penebusan-Nya maka DIA mampu memperdamaikan dan menyatukan kembali hubungan antara Allah dengan manusia yang terputus akibat dosa, sehingga kita yang dahulu adalah hamba dosa kini telah menjadi hamba kebenaran. Sebagai orang-orang yang telah ditebus dan dipilih-Nya maka sesungguhnya kita adalah ciptaan baru. Yang lama telah berlalu dan yang baru telah datang (2 Korintus 5:17). Oleh karena itu sebagai ciptaan yang baru kita perlu meninggalkan, menanggalkan dan sungguh-sungguh menyalibkan manusia lama kita (Kolose 3:9; Efesus 4:22è Perhatikan kata “harus” dalam ungkapan “harus menanggalkan. Itu berarti komitmen hidup baru adalah sesuatu hal yang serius dan tidak bisa dianggap main-main; Roma 6:6). Bahkan dalam 1 Korintus 5:7 pentingnya komitmen untuk hidup baru di dalam Kristus lebih dipertegas lagi dengan sebuah perintah agar kita membuang ragi yang lama supaya kita menjadi adonan yang baru, karena sesungguhnya kita adalah tidak beragi. Sebab anak domba Paskah telah disembelih, yaitu Kristus.

                Saudara-saudara, setelah sedemikian besar pengorbanan Kristus bagi kita. Bahkan kita yang dahulu adalah budak dosa namun yang kini telah ditebus, yang harganya telah lunas dibayar dan telah dialihkan menjadi hamba kebenaran; apakah ada alasan bagi kita untuk tidak bergantung kepada-Nya sebagai Sang Sumber Kebenaran yang sejati? Apakah ada alasan bagi kita untuk tidak hidup di dalam Tuhan? Tentu tidak ada alasan bagi kita untuk itu semua saudara. Kita sepatutnya menjadi orang-orang yang senantiasa hidup di dalam Tuhan dan hidup bergantung kepada Tuhan. Kenyataan di dalam hidup sehari-hari membuktikan bahwa manusia masih seringkali terpaut pada egosentrismenya sendiri (bdk.Friedrich Nietzsche yang terkenal dengan julukan “sang pembunuh Tuhan. Namun nyatanya yang dilakukannya hanyalah sebuah tindakan pengingkaran karena faktanya keberadaan Tuhan tidak pernah bisa diingkari). Manusia masih seringkali merasa mampu mengandalkan dirinya sendiri sehingga manusia acap kali merasa tidak memerlukan Tuhan, terutama dalam kondisi sukses, berhasil dan bahagia. Sehingga tidak jarang manusia baru datang kepada Tuhan ketika kondisi sulit dan terjepit. Bahkan acap kali ayat Alkitab menjadi pembenaran atas tindakan tersebut. Bukankah Alkitab katakan marilah kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban berat? Sungguh miris saudara kenyataan tersebut. Apa yang sesungguhnya Tuhan mau untuk kita lakukan di dalam hidup ini? Yang Tuhan mau untuk kita lakukan adalah kita senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segenap keadaan hidup kita tanpa terkecuali. Tuhan ingin kita sepenuhnya bergantung kepada Tuhan. Tuhan ingin kita selalu ingat dan bersyukur kepadanya senantiasa. Tuhan ingin kita menaruh iman, pengharapan dan kasih kita hanya kepada-Nya dalam segenap kehidupan kita. Tuhan ingin kita tidak pernah melupakan-Nya dalam segenap perencanaan kehidupan kita. Itulah ciri orang-orang yang sungguh-sungguh hidup di dalam Tuhan: Menjadi ciptaan baru dan menjadi orang-orang yang sungguh-sungguh bergantung, melekat dan berpengharapan kepada Tuhan senantiasa. Memang, perkara hidup di dalam Tuhan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan sekalipun mungkin mudah untuk dikatakan. Tetapi marilah kita senantiasa meminta pimpinan dan kesanggupan dari Tuhan untuk melakukannya di sepanjang kehidupan kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.