Selasa, 13 Agustus 2013

HIDUP DI DALAM TUHAN (EFESUS 2:11-22)

            Saudara-saudara, ketika kita berada (menumpang) di sebuah mobil atau kendaraan apapun yang sedang dikendarai atau dikendalikan oleh pengendaranya (artinya bukan kita yang mengendarai sendiri kendaraan tersebut), maka apa yang bisa dan biasa kita lakukan? Sebagai orang beriman kita pasti akan berdoa bagi kelancaran sang pengemudi agar dapat membawa kita sampai dengan selamat ke tempat tujuan. Dan ada satu hal lagi yang sadar atau tidak sadar, suka atau tidak suka pasti kita lakukan juga, yaitu kita mempercayakan segenap keberadaan diri dan keselamatan kita kepada sang pengemudi itu di sepanjang perjalanan. Kita menyerahkan dan menggantungkan “nasib” kita di tangan sang pengemudi tersebut.
                Saudara-saudara, gambaran yang sama juga hendak dilukiskan pada ungkapan “HIDUP DI DALAM TUHAN” yang menjadi tema kita saat ini. Sehingga kalau kita ditanya apa sesungguhnya pengertian dan gambaran tentang hidup di dalam Tuhan, maka kita akan bisa menjawab dan memberi gambaran bahwa hidup di dalam Tuhan adalah hidup yang melekat dan bergantung kepada Tuhan. Hidup di dalam Tuhan adalah gambaran sebuah kondisi kehidupan dimana kita sungguh-sungguh menyadari dimana posisi Tuhan dan dimana posisi kita. Tentu Tuhan adalah penguasa dan yang berotoritas penuh atas hidup kita, karena DIA adalah pencipta sementara kita adalah ciptaan-Nya. Kita adalah hamba sementara DIA adalah Tuan kita (perhatikan kata “kurios” dalam Bahasa Yunani yang berarti Tuan atau Tuhan. Perhatikan juga kata “dulos” yang berarti hamba atau budak). Dan kita pun adalah alat di tangan-Nya yang harus siap sedia untuk dipakai-Nya menjadi perpanjangan tangan-Nya maupun perpanjangan lidah-Nya. Tentu tidak terlupakan juga status yang lain, yaitu bahwa kita adalah anak-Nya dan DIA adalah Bapa kita. Pun sebagai seorang anak pasti kita punya kewajiban dan tanggung jawab untuk membantu orang tua kita bukan? Oleh karena itu dalam sebutan status kita sebagai apapun juga di hadapan Tuhan, maka tetaplah kita perlu siap sedia ketika DIA memanggil dan memakai kita. Terlebih karena kita sebagai umat pilihan-Nya memiliki keistimewaan. Kita telah ditebus oleh-Nya dan harga atas kita telah lunas dibayar. Sehingga dengan demikian, ketika kita menyatakan ya untuk menerima panggilan-Nya, tentu jawaban itu seharusnya bukan sekedar menggambarkan kewajiban semata tetapi juga menjadi sebuah kerelaan dan kesukacitaan tanda ungkapan syukur kita kepada-Nya. Dengan kesadaran bahwa Tuhan adalah segala-galanya bagi hidup kita, maka dengan demikian kita tidak akan mau dan tidak akan pernah bisa hidup jauh dari Tuhan. Kita tidak akan pernah bisa hidup tanpa Tuhan. Kita akan selalu menggantungkan dan melekatkan hidup kita di dalam otoritas Tuhan, karena kita sadar benar bahwa DIAlah satu-satunya Sang Sumber Hidup yang akan membawa kita kepada kehidupan kekal, bahkan sekalipun kita sudah mati secara jasmani.
                Saudara-saudara, apa yang diungkapkan di dalam Surat Efesus yang menjadi bagian bacaan kita saat ini mengenai tema “HIDUP DI DALAM TUHAN?” Sebagaimana judul perikop bagian bacaan kita mengungkapkan dengan jelas “Dipersatukan di dalam Kristus” yang kemudian diuraikan juga dalam ayat yang ke-14, maka coba kita perhatikan dengan seksama apa maksudnya. Kata “dipersatukan” menggambarkan sebuah ungkapan kalimat pasif. Dengan demikian inisiatif penyatuan itu tentunya bukan datang dari manusia melainkan datang dari Allah melalui Yesus Kristus. Melalui karya penebusan dan penyelamatan yang dikerjakan Kristus bagi seluruh umat manusia dan keutuhan ciptaan (dan terutama bagi orang-orang percaya), maka penyatuan itu baru bisa terjadi. Tanpa Kristus dan karya-Nya maka mustahil penyatuan antara Allah dengan manusia yang berdosa bisa terjadi. Bahkan sesungguhnya akibat dosa maka seharusnya semua manusia harus binasa. Tidak ada satu pun yang bisa selamat, bahkan tidak ada satu pun manusia berdosa yang bisa menyelamatkan dirinya dan sesamanya dari hukuman atas dosa tersebut. Logika sederhananya orang buta tidak akan pernah mungkin bisa menolong dan menuntun sesama orang buta karena keduanya pasti akan terjatuh dan tersandung akibat sama-sama tidak bisa melihat. Demikianpun pakaian kotor tidak akan mungkin bisa mencuci sesama pakaian kotor dan menjadikannya bersih. Ada sebuah logika lain saudara-saudara yang saya pernah dengar dari Pdt.Stephen Tong waktu saya menonton siaran televisi Reformed 21. Pak Tong pernah bilang begini: Bagaimana mungkin seorang yang dipenjarakan dalam satu sel penjara dapat menyelamatkan temannya yang dipenjarakan di sel yang lain terkecuali dia bisa keluar dari sel penjaranya dan memiliki kunci untuk membuka sel penjara temannya. Baru mereka bisa sama-sama keluar dari penjara mereka masing-masing secara bersama-sama.
                Sama halnya dengan Kristus saudara-saudara. Kristus sungguh menyadari bahwa sebagai manusia berdosa dimana karena dosa Adam dan Hawa maka semua keturunannya harus menanggung akibat dosa tersebut yang biasa dikenal dengan istilah dosa asal, maka perlu ada satu oknum lain yang tidak berdosa yang dapat melaksanakan karya penebusan atas dosa manusia tersebut. Tentu kita juga pasti sepakat bahwa satu-satunya oknum yang tidak berdosa adalah Allah sendiri. Demikian juga halnya dengan apa yang Allah pahami. Oleh karena itu Allah sendiri berinisiatif turun ke dalam dunia dan menjadi sama dengan manusia guna menjalankan karya penebusan sebagai Anak Domba yang kudus.
                Tentunya fakta ini akan membuat kita yakin dan percaya bahwa Allah dalam Yesus Kristus adalah Allah yang mahakuasa, mahakuat dan mahamampu. Hanya Allahlah yang mampu melakukan segala hal tanpa terkecuali. Sebagaimana Alkitab sendiri saksikan dalam Lukas 18:27 bahwa segala apa yang tidak mungkin bagi manusia mungkin bagi Allah. Jadi jelaslah bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah untuk DIA perbuat. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Tentunya kesaksian Alkitab ini seharusnya semakin memantapkan kita untuk sungguh-sungguh hidup di dalam Tuhan dan tidak sekalipun berniat untuk melupakan Tuhan, berpaling dari Tuhan dan meninggalkan-Nya. Berbagai kesaksian Alkitab dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru yang menggambarkan kesetiaan Tuhan kepada kita sekalipun kita seringkali membandel dan bahkan bersikap tegar tengkuk dan mengeraskan hati seharusnya tidak akan menjadikan kita dengan alasan apapun menggantikan iman kita kepada Kristus dengan iman yang lain. Terlebih ketika kita sudah mengalami perjumpaan secara pribadi dan pengalaman-pengalaman yang begitu indah dengan Tuhan, dan kita sadar benar siapa sesungguhnya Tuhan bagi kita. DIA adalah satu-satunya juruselamat. Tidak ada yang dapat sampai kepada BAPA kalau tidak melalui DIA. DIA adalah jalan, kebenaran dan hidup. Oleh karena itu ketika Tuhan sudah memanggil dan memilih kita sebagai anak-anak-Nya dan umat pilihan-Nya, tetaplah setia dalam iman, pengharapan dan kasih kepada Tuhan Yesus Kristus. Aplikasi: Bella Safira yang masuk Islam yang katanya tanpa paksaan dan atas keinginan sendiri. Terlebih ketika mubaliknya mengatakan bahwa ketika engkau masuk Islam maka engkau sekarang seperti bayi yang tanpa dosa. Padahal bukan Agama yang menyelamatkan melainkan Kristus yang adalah 100 persen Allah dan 100 persen manusia itulah yang mengerjakan karya keselamatan-Nya bagi kita. DIAlah yang turun tangan langsung untuk menghapus dosa dunia. Aplikasi: Untuk membenahi Jakarta dengan permasalahannya yang kompleks maka kita perlu menyerahkan kepada ahlinya. Makanya berdasarkan pilihan rakyat terpilihlah Jokowi-Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta saat ini. Dan hingga sekarang mereka bekerja memberi bukti dan bukan sekedar janji. Itu menandakan bahwa pilihan rakyat tidak salah. Demikian juga Kristus. DIA telah memberi bukti dan bukan sekedar janji penyelamatan kepada umat manusia terutama orang percaya. Bahkan sesungguhnya DIA yang memilih kita dan bukan kita yang memilih DIA. Semua itu adalah anugerah dari Allah. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan bahkan sekali-kalipun berupaya mencampakkan anugerah Tuhan yang sedemikian besar untuk kita. Setialah kepada Tuhan dalam hidup kita sampai tiba saatnya DIA memanggil kita kembali ke rumah-Nya yang baka bahkan sampai kesudahan segala sesuatu.
                Tuhan telah membuktikan kepada kita bahwa DIA adalah pokok anggur yang sejati (Yohanes 15:5), maka DIApun meminta kepada kita untuk menjadi ranting-ranting yang setia, melekat dan bergantung pada pokok anggur tersebut. Kristus telah mampu membuktikan kepada kita bahwa melalui karya penebusan-Nya maka DIA mampu memperdamaikan dan menyatukan kembali hubungan antara Allah dengan manusia yang terputus akibat dosa, sehingga kita yang dahulu adalah hamba dosa kini telah menjadi hamba kebenaran. Sebagai orang-orang yang telah ditebus dan dipilih-Nya maka sesungguhnya kita adalah ciptaan baru. Yang lama telah berlalu dan yang baru telah datang (2 Korintus 5:17). Oleh karena itu sebagai ciptaan yang baru kita perlu meninggalkan, menanggalkan dan sungguh-sungguh menyalibkan manusia lama kita (Kolose 3:9; Efesus 4:22è Perhatikan kata “harus” dalam ungkapan “harus menanggalkan. Itu berarti komitmen hidup baru adalah sesuatu hal yang serius dan tidak bisa dianggap main-main; Roma 6:6). Bahkan dalam 1 Korintus 5:7 pentingnya komitmen untuk hidup baru di dalam Kristus lebih dipertegas lagi dengan sebuah perintah agar kita membuang ragi yang lama supaya kita menjadi adonan yang baru, karena sesungguhnya kita adalah tidak beragi. Sebab anak domba Paskah telah disembelih, yaitu Kristus.

                Saudara-saudara, setelah sedemikian besar pengorbanan Kristus bagi kita. Bahkan kita yang dahulu adalah budak dosa namun yang kini telah ditebus, yang harganya telah lunas dibayar dan telah dialihkan menjadi hamba kebenaran; apakah ada alasan bagi kita untuk tidak bergantung kepada-Nya sebagai Sang Sumber Kebenaran yang sejati? Apakah ada alasan bagi kita untuk tidak hidup di dalam Tuhan? Tentu tidak ada alasan bagi kita untuk itu semua saudara. Kita sepatutnya menjadi orang-orang yang senantiasa hidup di dalam Tuhan dan hidup bergantung kepada Tuhan. Kenyataan di dalam hidup sehari-hari membuktikan bahwa manusia masih seringkali terpaut pada egosentrismenya sendiri (bdk.Friedrich Nietzsche yang terkenal dengan julukan “sang pembunuh Tuhan. Namun nyatanya yang dilakukannya hanyalah sebuah tindakan pengingkaran karena faktanya keberadaan Tuhan tidak pernah bisa diingkari). Manusia masih seringkali merasa mampu mengandalkan dirinya sendiri sehingga manusia acap kali merasa tidak memerlukan Tuhan, terutama dalam kondisi sukses, berhasil dan bahagia. Sehingga tidak jarang manusia baru datang kepada Tuhan ketika kondisi sulit dan terjepit. Bahkan acap kali ayat Alkitab menjadi pembenaran atas tindakan tersebut. Bukankah Alkitab katakan marilah kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban berat? Sungguh miris saudara kenyataan tersebut. Apa yang sesungguhnya Tuhan mau untuk kita lakukan di dalam hidup ini? Yang Tuhan mau untuk kita lakukan adalah kita senantiasa mengandalkan Tuhan dalam segenap keadaan hidup kita tanpa terkecuali. Tuhan ingin kita sepenuhnya bergantung kepada Tuhan. Tuhan ingin kita selalu ingat dan bersyukur kepadanya senantiasa. Tuhan ingin kita menaruh iman, pengharapan dan kasih kita hanya kepada-Nya dalam segenap kehidupan kita. Tuhan ingin kita tidak pernah melupakan-Nya dalam segenap perencanaan kehidupan kita. Itulah ciri orang-orang yang sungguh-sungguh hidup di dalam Tuhan: Menjadi ciptaan baru dan menjadi orang-orang yang sungguh-sungguh bergantung, melekat dan berpengharapan kepada Tuhan senantiasa. Memang, perkara hidup di dalam Tuhan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan sekalipun mungkin mudah untuk dikatakan. Tetapi marilah kita senantiasa meminta pimpinan dan kesanggupan dari Tuhan untuk melakukannya di sepanjang kehidupan kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar