Sabtu, 26 Juli 2014

HIDUP DALAM KECUKUPAN KASIH KARUNIA TUHAN (2 Korintus 12:1-10)

                                              
Nats: Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah maka aku kuat (2 Korintus 12:9-10).

                Saudara-saudara, dalam kesempatan ini dengan berlandaskan ayat Alkitab yang menjadi bagian bacaan kita saya ingin mengajak kita sekalian merenungkan sebuah tema, yaitu hidup dalam kecukupan kasih karunia Tuhan. Ketika saya mempersiapkan khotbah dengan tema ini maka saya langsung teringat dengan lagu pujian yang berjudul “Kasih Setia-Mu Yang Kurasakan.” Kira-kira lengkapnya pujian itu mau menggambarkan bahwa kasih setia Tuhan yang acap kali kita rasakan dideskripsikan lebih tinggi dari langit biru. Dan kesetiaan Tuhan yang kita terima tiap-tiap hari di dalam hidup kita lebih dalam dari lautan. Bahkan kasih karunia dan kesetiaan Tuhan itu muncul dan diberikan kepada kita semata-mata berdasarkan inisiatif Tuhan sendiri. Dengan kata lain itu semua adalah anugerah yang diberikan-Nya kepada kita. Karena siapakah kita sehingga kita dilayakkan menjadi biji mata-Nya? Siapakah kita sehingga Dia mengindahkan dan memperhatikan kita? Tentu kita perlu menyadari benar bahwa kita adalah orang berdosa yang diselamatkan oleh Tuhan, dimana semua bukan karena hasil usaha kita ketika kita bisa selamat melainkan karena pemberian Allah. Jadi jelas bahwa kita tidak boleh memegahkan diri kita sendiri atas semua karya keselamatan yang kita raih berdasarkan pemberian Allah itu melainkan kita harus memegahkan dan mempermuliakan nama Tuhan. Kita patut bersyukur kepada-Nya dan menyatakan syukur kita kepada-Nya melalui persembahan diri dan persembahan hidup kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah karena itu adalah inti ibadah kita yang sejati.
                Saudara-saudara, menarik karena akibat dosa sesungguhnya setiap kita tanpa terkecuali harus menerima akibat dari dosa tersebut yang berupa hukuman yang berujung pada maut yang kekal. Kalau berbicara mengenai maut yang kekal berarti pastilah hal itu berkaitan dengan penderitaan yang panjang dan tak kunjung berakhir. Sehingga ternyata bukan hanya penderitaan cinta yang deritanya tiada akhir seperti kata Ti Pat Kai yang dalam film Kera Sakti Sun Go Kong diyakini sebagai penjelmaan panglima Kahyangan yang tidak lain adalah Panglima Tian Feng yang kala itu menaruh hati terhadap adik Chang’E. Saudara-saudara, penderitaan cinta mungkin deritanya belum seberapa jika dibandingkan dengan kenyataan bahwa semua umat manusia tanpa terkecuali karena dosa harus menerima hukuman kekal yang berujung kepada maut yang kekal.
                Akibat dosa manusia mau tidak mau, suka tidak suka harus masuk ke dalam penderitaan berkepanjangan yang tanpa ambang batas. Tidak ada yang bisa menyelamatkan manusia dari penderitaan itu terkecuali Tuhan sebagai satu-satunya figur yang tidak berdosa yang berinisiatif melakukan tindakan penyelamatan, penebusan dan pemulihan atas manusia sebagai bagian dari keutuhan ciptaan-Nya dari kungkungan dosa. Dialah sang pembebas dan penyelamat kita. Tanpa Dia kita tidak akan bisa mencapai titik kemenangan dan kemerdekaan dari dosa dan maut.
                Ada hal menarik saudara-saudara dalam pembahasan kita kali ini. Yaitu bahwa karena dosa maka manusia sudah seharusnya, sepantasnya dan dapat dipastikan akan berada dalam penderitaan. Tapi kenyataannya sekarang, manusia pada umumnya tidak tahan menderita. Bahkan sesungguhnya itulah yang merupakan sifat dasar manusia. Bisa kita lihat ketika Bangsa Israel hendak dituntun Tuhan melalui perantaraan Musa dan Harun yang menyertainya menuju tanah perjanjian. Apa yang terjadi ketika mereka melewati padang gurun? Yang ada adalah mereka bersungut-sungut karena kekurangan air dan makanan. Yang ada adalah mereka merasa jauh lebih baik ketika hidup di bawah perbudakan Mesir. Padahal sebagai suku bangsa pilihan Tuhan seharusnya iman mereka kokoh dan teguh. Apalagi ketika mereka tahu bahwa perjalanan menuju tanah perjanjian itu adalah inisiatif Tuhan, dimana Tuhan sendiri yang pasti akan memimpin, menyertai dan memelihara hidup mereka dalam keadaan apa pun. Tetapi pada kenyataannya iman mereka tidak sedemikian kokoh. Pengharapan mereka kepada Tuhan gampang pudar oleh karena desakan keadaan. Kalau demikian kita pun patut mempertanyakan bagaimana sesungguhnya kasih mereka kepada Tuhan? Demikian juga dengan kita. Bagaimana iman, pengharapan dan kasih kita kepada Tuhan? Seberapa kokohkah iman itu terbangun dan terpelihara?
                Saudara-saudara, kalau kita mau melihat seberapa kokohnya iman, pengharapan dan kasih kita kepada Tuhan acap kali kita tidak hanya bisa melihat dan menilai pada saat-saat dimana kita sedang berbahagia dan bersukacita. Tetapi justru melalui penderitaan dan kelemahan yang diizinkan Tuhan untuk kita alami di dalam hidup ini. Kita bisa melihat contoh yang paling konkret.  Sebut saja Ayub. Ketika Ayub diizinkan Tuhan untuk mengalami penderitaan yang teramat sangat, dia pun sampai pernah mengutuki hari kelahirannya sendiri. Dia pun sempat ingin memperkarakan tentang hidupnya di hadapan Tuhan. Semuanya itu tidak lain dan tidak bukan juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya dimana saat itu istrinya dan teman-teman dekatnya mengatakan kepadanya supaya dia meninggalkan Tuhan karena keadaannya yang sangat menderita itu. Tetapi Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat menghargai proses keberimanan seseorang termasuk Ayub. Dan terbukti ketika Ayub kembali bersetia kepada Tuhan , dimana dia menyadari segala kesalahan dan kekeliruannya kepada Tuhan. Pun dia mau sungguh-sungguh bahkan lebih sungguh lagi menyatakan kesetiaannya kepada Tuhan. Dan dikisahkan ketika itu Tuhan menggantikan segala kepunyaan Ayub berlipat ganda dan dia boleh kembali merasakan hidup dalam kesejahteraan seperti sedia kala.
                Yang menjadi pertanyaan kemudian saudara-saudara kepada kita sekalian saat ini adalah apakah memang sepantasnya kesetiaan kita kepada Tuhan semata-mata diukur dengan berkat fisik yang akan kita terima sebagai imbalan dari kesetiaan kita kepada-Nya? Bagaimana kalau kenyataan hidup kita sama seperti Paulus? Dimana Paulus dikatakan sudah tiga kali berseru kepada Tuhan supaya utusan iblis itu mundur daripadanya tetapi Tuhan justru mengatakan: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu.” Bahkan Tuhan mengatakan bahwa dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna. Apakah hal itu bisa masuk di dalam logika kemanusiaan kita? Bahkan mungkin hal ini sama dengan ketika orang-orang Yahudi dan orang-orang yang kontra terhadap kekristenan mempertanyakan kenapa Kristus harus mati padahal Dia Tuhan.
                Saudara-saudara, fakta iman dan kasih yang Tuhan ingin nyatakan di dalam hidup kita acap kali memang melampaui segala akal pikiran kita. Bahkan juga kerinduan-Nya agar kita menerima damai sejahtera yang daripada-Nya. Dengan jelas Filipi 4:7 mengungkapkan bahwa damai sejahtera Allah memang melampaui segala akal. Dan bahkan damai sejahtera Allah itulah yang akan memelihara hati dan pikiran kita di dalam Kristus Yesus.
                Jadi kita memang acap kali tidak bisa membatasi Tuhan di dalam pikiran dan logika kita. Karena ketika Tuhan sudah bisa kita batasi dengan pikiran dan logika kita maka pada saat itu Dia bukan lagi menjadi Tuhan. Karena Tuhan adalah transenden dan imanen. Dia adalah Allah yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Dia Maha segala-galanya. Oleh karena itulah Dia disebut Tuhan. Dan itulah yang membedakan antara Dia dengan kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Karena Dia adalah pencipta. Dia adalah Sang Khalik. Dia yang menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Dia yang menciptakan dunia dan alam semesta kita dari keadaan tohu wavohu atau kekosongan tanpa bentuk menjadi sebuah keteraturan yang indah dan dinamis seperti yang bisa kita nikmati sekarang. Dan Dia yang tidak akan pernah meninggalkan buatan tangan-Nya.
                Dengan kuasa dan kasih-Nya yang sedemikian besar masihkah kita tidak yakin bahwa Dia mampu melakukan segala hal tanpa terkecuali? Masihkah kita tidak yakin bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan? Termasuk untuk memimpin dan menyertai kita di dalam kelemahan kita? Bahkan Dia sendiri adalah Tuhan yang pernah merasakan saat-saat kelemahan ketika Dia harus menanggung dosa manusia di atas kayu salib sebagai manusia seutuhnya. Dia pernah merasakan tiga kali jatuh dalam menjalani jalan salib menuju Golgota. Tetapi dengan kekuatan dari BAPA sebagaimana digambarkan ketika di Taman Getsemani malaikat Tuhan turun memberi kekuatan kepada-Nya, maka Dia mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab-Nya dalam rangka mewujudnyatakan karya penyelamatan  Allah atas umat manusia. Dia adalah Allah yang mengerti. Dia adalah Allah yang peduli. Oleh karena itu datanglah kepada-Nya semua orang yang letih lesu dan berbeban berat. Dia menjanjikan kelegaan kepada kita sekalian. Bahkan sekalipun kita harus menghadapi penderitaan. Dia berkata bahwa kuk yang kupasang itu enak dan ringan. Dialah yang memberikan keringanan di dalam kita menanggung segala beban hidup kita. Pun di dalam kita menanggung segala derita kita. Dengan tangan-Nya yang kuat kita dimampukan untuk berkata bahwa bersama Tuhan kita cakap menanggung segala perkara. Bahkan seperti Paulus juga kita akan dimampukan untuk memiliki hati yang rela dan senantiasa mengucap syukur dalam segala keadaan, termasuk di dalam derita yang Tuhan izinkan terjadi di dalam hidup kita. Terlebih ketika penderitaan itu adalah karena Kristus. Pada saat itu dengan kemampuan dan kesanggupan yang daripada Tuhan sendiri kita akan dimampukan untuk berkata bahwa jika aku lemah maka aku kuat. Oleh karena itu janganlah takut dan gentar terhdap segala penderitaan yang akan dan harus kita alami. Terlebih di dalam masa-masa zaman akhir menuju akhir zaman seperti sekarang ini, dimana penderitaan memang harus ada dan harus kita alami. Sabarlah menanggung segala penderitaan itu. Bertekunlah senantiasa dalam iman dan dalam pembelajaran dan pemberitaan Injil. Bertekunlah juga di dalam doa sebagai bukti bahwa kita berjaga-jaga sehingga kita tidak jatuh ke dalam pencobaan. Pencobaan memang harus ada. Tetapi orang-orang yang teguh berdiri dalam menghadapi segala pencobaan itu adalah orang-orang yang akan beroleh mahkota kemenangan. Oleh karena itu kerjakanlah keselamatanmu senantiasa dengan takut dan gentar. Berjuanglah senantiasa untuk menjadi orang-orang yang setia sampai akhir hanya kepada Tuhan dan kebenaran-Nya. Yakinlah bahwa kasih karunia Tuhan senantiasa menyertai kehidupan kita, terutama bagi tiap-tiap kita yang percaya dan takut akan Dia. Marilah kita hidup sebagai orang-orang yang senantiasa merasakan dan menikmati kecukupan kasih karunia Tuhan di dalam hidup kita, baik di dalam suka maupun di dalam duka. Kiranya Tuhan senantiasa memimpin, menyertai dan memberkati kehidupan kita. Amin.


Pokok Doa Khusus:
1.       Berdoa bagi perjalanan pemerintahan di Indonesia sejak masa transisi kepemimpinan nasional saat ini sampai dengan seterusnya. Biarlah kiranya Tuhan yang senantiasa memimpin, menyertai dan memberkati.
2.       Berdoa bagi Palestina.
Berdoa bagi para korban pesawat MH 17 dan sejenisnya, terutama bagi keluarga yang sedang berduka. Biarlah kiranya Tuhan yang memberi penghiburan, penguatan dan peneguhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar