Nats: Tetapi jawab Tuhan
kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah
kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas
kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan
rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam
penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah maka aku
kuat (2 Korintus 12:9-10).
Saudara-saudara,
dalam kesempatan ini dengan berlandaskan ayat Alkitab yang menjadi bagian
bacaan kita saya ingin mengajak kita sekalian merenungkan sebuah tema, yaitu
hidup dalam kecukupan kasih karunia Tuhan. Ketika saya mempersiapkan khotbah
dengan tema ini maka saya langsung teringat dengan lagu pujian yang berjudul
“Kasih Setia-Mu Yang Kurasakan.” Kira-kira lengkapnya pujian itu mau menggambarkan
bahwa kasih setia Tuhan yang acap kali kita rasakan dideskripsikan lebih tinggi
dari langit biru. Dan kesetiaan Tuhan yang kita terima tiap-tiap hari di dalam
hidup kita lebih dalam dari lautan. Bahkan kasih karunia dan kesetiaan Tuhan
itu muncul dan diberikan kepada kita semata-mata berdasarkan inisiatif Tuhan
sendiri. Dengan kata lain itu semua adalah anugerah yang diberikan-Nya kepada
kita. Karena siapakah kita sehingga kita dilayakkan menjadi biji mata-Nya?
Siapakah kita sehingga Dia mengindahkan dan memperhatikan kita? Tentu kita
perlu menyadari benar bahwa kita adalah orang berdosa yang diselamatkan oleh
Tuhan, dimana semua bukan karena hasil usaha kita ketika kita bisa selamat
melainkan karena pemberian Allah. Jadi jelas bahwa kita tidak boleh memegahkan
diri kita sendiri atas semua karya keselamatan yang kita raih berdasarkan
pemberian Allah itu melainkan kita harus memegahkan dan mempermuliakan nama
Tuhan. Kita patut bersyukur kepada-Nya dan menyatakan syukur kita kepada-Nya
melalui persembahan diri dan persembahan hidup kita sebagai persembahan yang
hidup, kudus dan berkenan kepada Allah karena itu adalah inti ibadah kita yang
sejati.
Saudara-saudara,
menarik karena akibat dosa sesungguhnya setiap kita tanpa terkecuali harus
menerima akibat dari dosa tersebut yang berupa hukuman yang berujung pada maut
yang kekal. Kalau berbicara mengenai maut yang kekal berarti pastilah hal itu
berkaitan dengan penderitaan yang panjang dan tak kunjung berakhir. Sehingga
ternyata bukan hanya penderitaan cinta yang deritanya tiada akhir seperti kata
Ti Pat Kai yang dalam film Kera Sakti Sun Go Kong diyakini sebagai penjelmaan
panglima Kahyangan yang tidak lain adalah Panglima Tian Feng yang kala itu
menaruh hati terhadap adik Chang’E. Saudara-saudara, penderitaan cinta mungkin
deritanya belum seberapa jika dibandingkan dengan kenyataan bahwa semua umat
manusia tanpa terkecuali karena dosa harus menerima hukuman kekal yang berujung
kepada maut yang kekal.
Akibat dosa
manusia mau tidak mau, suka tidak suka harus masuk ke dalam penderitaan
berkepanjangan yang tanpa ambang batas. Tidak ada yang bisa menyelamatkan
manusia dari penderitaan itu terkecuali Tuhan sebagai satu-satunya figur yang
tidak berdosa yang berinisiatif melakukan tindakan penyelamatan, penebusan dan
pemulihan atas manusia sebagai bagian dari keutuhan ciptaan-Nya dari kungkungan
dosa. Dialah sang pembebas dan penyelamat kita. Tanpa Dia kita tidak akan bisa
mencapai titik kemenangan dan kemerdekaan dari dosa dan maut.
Ada hal menarik
saudara-saudara dalam pembahasan kita kali ini. Yaitu bahwa karena dosa maka
manusia sudah seharusnya, sepantasnya dan dapat dipastikan akan berada dalam
penderitaan. Tapi kenyataannya sekarang, manusia pada umumnya tidak tahan
menderita. Bahkan sesungguhnya itulah yang merupakan sifat dasar manusia. Bisa
kita lihat ketika Bangsa Israel hendak dituntun Tuhan melalui perantaraan Musa
dan Harun yang menyertainya menuju tanah perjanjian. Apa yang terjadi ketika
mereka melewati padang gurun? Yang ada adalah mereka bersungut-sungut karena
kekurangan air dan makanan. Yang ada adalah mereka merasa jauh lebih baik
ketika hidup di bawah perbudakan Mesir. Padahal sebagai suku bangsa pilihan
Tuhan seharusnya iman mereka kokoh dan teguh. Apalagi ketika mereka tahu bahwa
perjalanan menuju tanah perjanjian itu adalah inisiatif Tuhan, dimana Tuhan
sendiri yang pasti akan memimpin, menyertai dan memelihara hidup mereka dalam
keadaan apa pun. Tetapi pada kenyataannya iman mereka tidak sedemikian kokoh.
Pengharapan mereka kepada Tuhan gampang pudar oleh karena desakan keadaan.
Kalau demikian kita pun patut mempertanyakan bagaimana sesungguhnya kasih
mereka kepada Tuhan? Demikian juga dengan kita. Bagaimana iman, pengharapan dan
kasih kita kepada Tuhan? Seberapa kokohkah iman itu terbangun dan terpelihara?
Saudara-saudara,
kalau kita mau melihat seberapa kokohnya iman, pengharapan dan kasih kita
kepada Tuhan acap kali kita tidak hanya bisa melihat dan menilai pada saat-saat
dimana kita sedang berbahagia dan bersukacita. Tetapi justru melalui penderitaan
dan kelemahan yang diizinkan Tuhan untuk kita alami di dalam hidup ini. Kita
bisa melihat contoh yang paling konkret.
Sebut saja Ayub. Ketika Ayub diizinkan Tuhan untuk mengalami penderitaan
yang teramat sangat, dia pun sampai pernah mengutuki hari kelahirannya sendiri.
Dia pun sempat ingin memperkarakan tentang hidupnya di hadapan Tuhan. Semuanya
itu tidak lain dan tidak bukan juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
dimana saat itu istrinya dan teman-teman dekatnya mengatakan kepadanya supaya
dia meninggalkan Tuhan karena keadaannya yang sangat menderita itu. Tetapi
Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat menghargai proses keberimanan seseorang
termasuk Ayub. Dan terbukti ketika Ayub kembali bersetia kepada Tuhan , dimana
dia menyadari segala kesalahan dan kekeliruannya kepada Tuhan. Pun dia mau
sungguh-sungguh bahkan lebih sungguh lagi menyatakan kesetiaannya kepada Tuhan.
Dan dikisahkan ketika itu Tuhan menggantikan segala kepunyaan Ayub berlipat
ganda dan dia boleh kembali merasakan hidup dalam kesejahteraan seperti sedia
kala.
Yang menjadi
pertanyaan kemudian saudara-saudara kepada kita sekalian saat ini adalah apakah
memang sepantasnya kesetiaan kita kepada Tuhan semata-mata diukur dengan berkat
fisik yang akan kita terima sebagai imbalan dari kesetiaan kita kepada-Nya?
Bagaimana kalau kenyataan hidup kita sama seperti Paulus? Dimana Paulus
dikatakan sudah tiga kali berseru kepada Tuhan supaya utusan iblis itu mundur
daripadanya tetapi Tuhan justru mengatakan: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu.”
Bahkan Tuhan mengatakan bahwa dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.
Apakah hal itu bisa masuk di dalam logika kemanusiaan kita? Bahkan mungkin hal
ini sama dengan ketika orang-orang Yahudi dan orang-orang yang kontra terhadap
kekristenan mempertanyakan kenapa Kristus harus mati padahal Dia Tuhan.
Saudara-saudara,
fakta iman dan kasih yang Tuhan ingin nyatakan di dalam hidup kita acap kali
memang melampaui segala akal pikiran kita. Bahkan juga kerinduan-Nya agar kita
menerima damai sejahtera yang daripada-Nya. Dengan jelas Filipi 4:7
mengungkapkan bahwa damai sejahtera Allah memang melampaui segala akal. Dan
bahkan damai sejahtera Allah itulah yang akan memelihara hati dan pikiran kita
di dalam Kristus Yesus.
Jadi kita memang
acap kali tidak bisa membatasi Tuhan di dalam pikiran dan logika kita. Karena
ketika Tuhan sudah bisa kita batasi dengan pikiran dan logika kita maka pada
saat itu Dia bukan lagi menjadi Tuhan. Karena Tuhan adalah transenden dan
imanen. Dia adalah Allah yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Dia Maha
segala-galanya. Oleh karena itulah Dia disebut Tuhan. Dan itulah yang
membedakan antara Dia dengan kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Karena Dia
adalah pencipta. Dia adalah Sang Khalik. Dia yang menciptakan segala sesuatu
dari yang tidak ada menjadi ada. Dia yang menciptakan dunia dan alam semesta
kita dari keadaan tohu wavohu atau kekosongan tanpa bentuk menjadi sebuah
keteraturan yang indah dan dinamis seperti yang bisa kita nikmati sekarang. Dan
Dia yang tidak akan pernah meninggalkan buatan tangan-Nya.
Dengan kuasa dan
kasih-Nya yang sedemikian besar masihkah kita tidak yakin bahwa Dia mampu
melakukan segala hal tanpa terkecuali? Masihkah kita tidak yakin bahwa tidak
ada yang tidak mungkin bagi Tuhan? Termasuk untuk memimpin dan menyertai kita
di dalam kelemahan kita? Bahkan Dia sendiri adalah Tuhan yang pernah merasakan
saat-saat kelemahan ketika Dia harus menanggung dosa manusia di atas kayu salib
sebagai manusia seutuhnya. Dia pernah merasakan tiga kali jatuh dalam menjalani
jalan salib menuju Golgota. Tetapi dengan kekuatan dari BAPA sebagaimana
digambarkan ketika di Taman Getsemani malaikat Tuhan turun memberi kekuatan
kepada-Nya, maka Dia mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab-Nya dalam
rangka mewujudnyatakan karya penyelamatan
Allah atas umat manusia. Dia adalah Allah yang mengerti. Dia adalah
Allah yang peduli. Oleh karena itu datanglah kepada-Nya semua orang yang letih
lesu dan berbeban berat. Dia menjanjikan kelegaan kepada kita sekalian. Bahkan
sekalipun kita harus menghadapi penderitaan. Dia berkata bahwa kuk yang
kupasang itu enak dan ringan. Dialah yang memberikan keringanan di dalam kita
menanggung segala beban hidup kita. Pun di dalam kita menanggung segala derita
kita. Dengan tangan-Nya yang kuat kita dimampukan untuk berkata bahwa bersama
Tuhan kita cakap menanggung segala perkara. Bahkan seperti Paulus juga kita
akan dimampukan untuk memiliki hati yang rela dan senantiasa mengucap syukur
dalam segala keadaan, termasuk di dalam derita yang Tuhan izinkan terjadi di
dalam hidup kita. Terlebih ketika penderitaan itu adalah karena Kristus. Pada
saat itu dengan kemampuan dan kesanggupan yang daripada Tuhan sendiri kita akan
dimampukan untuk berkata bahwa jika aku lemah maka aku kuat. Oleh karena itu
janganlah takut dan gentar terhdap segala penderitaan yang akan dan harus kita
alami. Terlebih di dalam masa-masa zaman akhir menuju akhir zaman seperti
sekarang ini, dimana penderitaan memang harus ada dan harus kita alami.
Sabarlah menanggung segala penderitaan itu. Bertekunlah senantiasa dalam iman
dan dalam pembelajaran dan pemberitaan Injil. Bertekunlah juga di dalam doa
sebagai bukti bahwa kita berjaga-jaga sehingga kita tidak jatuh ke dalam
pencobaan. Pencobaan memang harus ada. Tetapi orang-orang yang teguh berdiri
dalam menghadapi segala pencobaan itu adalah orang-orang yang akan beroleh
mahkota kemenangan. Oleh karena itu kerjakanlah keselamatanmu senantiasa dengan
takut dan gentar. Berjuanglah senantiasa untuk menjadi orang-orang yang setia
sampai akhir hanya kepada Tuhan dan kebenaran-Nya. Yakinlah bahwa kasih karunia
Tuhan senantiasa menyertai kehidupan kita, terutama bagi tiap-tiap kita yang
percaya dan takut akan Dia. Marilah kita hidup sebagai orang-orang yang
senantiasa merasakan dan menikmati kecukupan kasih karunia Tuhan di dalam hidup
kita, baik di dalam suka maupun di dalam duka. Kiranya Tuhan senantiasa
memimpin, menyertai dan memberkati kehidupan kita. Amin.
Pokok Doa Khusus:
1.
Berdoa bagi perjalanan pemerintahan di Indonesia
sejak masa transisi kepemimpinan nasional saat ini sampai dengan seterusnya.
Biarlah kiranya Tuhan yang senantiasa memimpin, menyertai dan memberkati.
2.
Berdoa bagi Palestina.
Berdoa bagi para korban pesawat MH 17 dan sejenisnya,
terutama bagi keluarga yang sedang berduka. Biarlah kiranya Tuhan yang memberi
penghiburan, penguatan dan peneguhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar