NB: Artikel ini disusun pada tanggal 17 Juli 2013.
Dari
judul yang tertera di atas dan bagian Alkitab yang menjadi landasan dari
refleksi ini, dapatkah kita menangkap perintah apa yang dimaksudkan dalam judul
refleksi ini? Ya, benar! Sebuah perintah agar manusia Adam dan Hawa beranakcucu
dan bertambah banyak. Sebuah perintah untuk memenuhi bumi dan menaklukkannya
(kata dasar takluk). Sebuah perintah untuk berkuasa atas segala ciptaan Allah
yang ada di bumi, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, termasuk juga tanah di
dalamnya.
Merujuk
dari kata dasar takluk pada ungkapan “taklukkanlah itu” yang dikorelasikan
dengan perintah untuk berkuasa atas segala ciptaan, secara kasat mata
mengisyaratkan kepada kita pembenaran sebuah tindakan eksploitasi tanah dan
alam semesta ini semata-mata hanya untuk kepentingan, kesejahteraan,
kebahagiaan dan kesenangan generasi kita saat ini. Ungkapan “generasi kita saat
ini” hendak menggambarkan bahwa kerap
kali yang manusia pikirkan hanyalah kepentingan, kesejahteraan, kebahagiaan dan
kesenangan sesaat saja. Namun apakah benar begitu juga yang dikehendaki Allah?
Ternyata tidak. Perintah untuk berkuasa dan menaklukkan bumi dengan segala
isinya yang dimandatkan Allah kepada manusia tetap mengandung nilai penting
agar manusia mengelola dan memelihara segala ciptaan tersebut. Masa depan bumi
dengan seluruh isinya memang diserahkan sepenuhnya ke dalam tanggung jawab
manusia sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna (bdk.Mazmur 8:7-9; Ibrani
2:7-9). Namun sama sekali tidak dibenarkan kalau penguasaan atas bumi dan
segala isinya hanya dilakukan dengan kecenderungan eksploitasi belaka tanpa
pemeliharaan, karena sesungguhnya Allah kita adalah Sang Pemelihara. Masih
ingatkah kita dengan sebuah lagu pujian yang kita pelajari sejak kita masuk di
Sekolah Minggu yang berjudul “Jangan Kamu Kuatir?” Kata-kata di dalam lagu itu
merupakan penggambaran Firman Tuhan yang terdapat dalam Lukas 12:22-28. Ayat
ini menjadi fakta nyata kesaksian Alkitab bahwa Allah kita adalah Sang
Pemelihara. Dengan demikian IA pun ingin agar tiap-tiap kita yang telah diberi
mandat oleh-Nya untuk berkuasa atas bumi dan segala isinya juga mau dan mampu
memelihara keberadaan bumi dengan segala isinya dengan sebaik-baiknya. Semuanya
itu harus dipergunakan demi sebaik-baiknya kesejahteraan manusia dan keutuhan
ciptaan selama bumi masih berputar sampai Tuhan datang kembali untuk yang kedua
kali (sampai tiba saatnya kesudahan segala sesuatu). Artinya keberadaan alam
semesta termasuk di dalamnya tanah memiliki nilai yang berkepanjangan dan harus
dapat dinikmati dari generasi ke generasi. Oleh karena itu dalam mengusahakan
dan mengelola tanah dan alam semesta ini, tiap-tiap kita perlu menggunakan akal
budi yang telah dianugerahkan Allah kepada kita untuk memikirkan dan
mengusahakan agar tanah dan alam semesta ini tidak segera habis, kikis dan
punah sehingga keberadaannya masih dapat dinikmati dalam waktu yang lama secara
konsisten dan sinambung sampai kepada anak cucu kita ke depan. Dengan upaya
pemeliharaan yang baik terhadap bumi dengan segala isinya maka sesungguhnya
kita sudah turut serta dalam karya pemeliharaan Allah terhadap keutuhan ciptaan
dan dengan demikian kita terlibat aktif dalam maksud tujuan Ilahi atas keutuhan
ciptaan-Nya. Upaya pemeliharaan bumi, tanah dan segala isinya menjadi suatu
bukti nyata bahwa kita mempermuliakan Allah melalui segala ciptaan-Nya.
Namun
demikian pada kenyataannya, manusia kerap kali hanya cenderung mengeksploitasi
alam hanya demi kepentingan sesaatnya saja. Hal ini tidak lepas dari dampak
kejatuhan manusia ke dalam dosa, dimana dosa mengakibatkan manusia lebih mau
mengikuti keinginan dagingnya dan memberontak dari kehendak Tuhan yang mulia
dan sempurna. Kita tahu bersama bahwa dalam keinginan daging terkandung hawa
nafsu yang dapat digambarkan juga dengan adanya sikap egosentrisme dan
konsumerisme semata dalam diri manusia. Tentu, sebagai orang-orang yang telah
diselamatkan dan dibaharui oleh Tuhan kita Yesus Kristus, maka kita sebagai
kaum nasrani perlu memiliki perubahan dalam pola berpikir dan bertingkah laku
sesuai dengan pembaharuan budi kita. Dengan kata lain, ketika orang-orang dunia
hanya melulu memikirkan kedagingan dan hawa nafsunya semata, maka kita sebagai
orang-orang pilihan-Nya harus mampu berpikir dan bertindak sebagaimana Kristus
berpikir dan bertindak. Ketika kita tahu benar bahwa Allah kita adalah Sang
Pemelihara yang tidak akan pernah meninggalkan buatan tangan-Nya, maka kita
sebagai pengikut Kristus hendaknya juga mau terlibat aktif dalam upaya
pemeliharaan ciptaan Allah termasuk di dalamnya tanah.
Undang-Undang
Dasar kita mengatur secara konstitusional bahwa tanah dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan
diperuntukkan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Namun pada
kenyataannya masih banyak praktek-praktek ilegal penguasaan tanah oleh individu
atau golongan tertentu yang membawa penderitaan bagi warga sekitarnya. Sebut
saja peristiwa tragedi kabut asap yang dibawa dari Indonesia sampai ke beberapa
negara tetangga di Asia yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Hal itu dapat
terjadi karena pengusahaan hutan yang kurang baik dan hanya berpijak pada
kepentingan eksploitasi sesaat entah oleh kalangan pengusaha maupun perorangan.
Melihat kenyataan seperti ini Firman Tuhan tidak henti-hentinya mengingatkan
kepada kita agar kita mau kembali pada kebenaran Firman Tuhan itu sendiri.
Yaitu agar kita mau memulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu untuk mau
terlibat aktif dalam upaya pemeliharaan tanah dan seluruh alam semesta ini.
Pemerintah
Indonesia mungkin memang telah mengupayakan program-program yang baik selama
ini, seperti misalnya: program reboisasi dan penanaman seribu pohon. Sudah
seharusnya jejak-jejak yang baik yang telah dirintis oleh pemerintah kita dapat
diikuti juga baik oleh kalangan usahawan, pemegang izin HPH (Hak Pengusahaan
Hutan), maupun kita pribadi lepas pribadi. Ingatlah bahwa tanah yang kita pijak
sekarang beserta seluruh kekayaan alam semesta yang ada bukanlah milik kita
sendiri melainkan merupakan pinjaman dari generasi-generasi setelah kita. Oleh
karena itu kita perlu menjaga dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.
Contoh
kasus tentang kabut asap tersebut di atas hanyalah merupakan salah satu dari
berbagai kasus lainnya yang berhubungan dengan tanah dan pengelolaan alam
semesta yang terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Oleh karena itu merupakan
hal yang penting bagi gereja di segala tempat (termasuk kita sekalian sebagai
warga gereja) untuk menyuarakan kebenaran Allah tentang pentingnya pemeliharaan
dalam tindakan penguasaan alam semesta. Penting juga bagi gereja untuk
menyuarakan kata tidak bagi upaya-upaya pengeksploitasian alam secara
berlebihan tanpa memikirkan upaya peremajaannya. Sebagai orang-orang yang
mengasihi Tuhan, maka sudah semestinya kita juga menyatakan kasih kita kepada
sesama. Demikian juga kita perlu untuk menyatakan kasih kita atas alam
ciptaan-Nya.
Lao
Tzu dalam ajarannya senantiasa menekankan tentang cinta kasih dan keramahan.
Ungkapan-ungkapan Lao Tzu yang saya kutip dari id.wikipedia.org/wiki/Lao_Zi,
antara lain:
(1). Kebaikan dalam kata-kata menciptakan keyakinan. Kebaikan dalam
berpikir menciptakan kebesaran hati. Kebaikan dalam tindakan menciptakan cinta.
(2). Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan.
Keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian. Keramahtamahan dalam
memberi menciptakan kasih.
Saya yakin benar bahwa dalam pernyataan Lao
Tzu tersebut di atas terdapat unsur cinta kasih dan keramahan terhadap alam.
Demikian juga dengan tanah. Pun ketika kita berbicara tentang agama-agama
secara majemuk, maka saya berani memastikan bahwa tiap-tiap agama akan
berbicara tentang cinta kasih dan kedamaian secara vertikal maupun horisontal,
termasuk di dalamnya dengan alam semesta. Sehingga tidak heran kalau Pdt.Martin
Lukito Sinaga pernah mengungkapkan tentang agama cinta ketika memberi kuliah
pada angkatan saya di STT Jakarta.
Tiap-tiap agama boleh
dan pasti berbicara tentang cinta kasih. Tetapi kekristenan secara eksplisit
memiliki kekhususan, dimana inti ajaran Tuhan Yesus Kristus sebagaimana
tercantum di dalam Alkitab adalah kasih. Bahkan Allah itu sendiri adalah kasih.
Siapa yang tinggal di dalam kasih, ia tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam
dia. Oleh karena itu sudah sepatutnya sebagai murid-murid Kristus kita
mengimplementasikan ajaran Kristus tentang kasih di dalam kehidupan kita. Pun
sudah sepatutnya kita menjadi penyalur-penyalur kasih Kristus. Untuk itu jangan
tunda lagi! Marilah kita menyatakan kasih kita kepada Tuhan dalam kasih kita
kepada sesama dan alam semesta. Tuhan memberkati kita sekalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar