CATATANKU ERICKTJONG adalah blog yang berisi tentang catatan reflektif spiritual dan catatan-catatan kritis mengenai berbagai-bagai pokok persoalan.
Rabu, 31 Desember 2014
KARAKTER KRISTUS VS KARAKTER KAMBING KAYU (FILIPI 2:1-11)
Saudara-saudara, dari berbagai info yang dapat kita peroleh baik di media cetak maupun media elektronik dapat kita ketahui bersama bahwa berdasarkan perhitungan shio maka tahun 2015 ini dikategorikan sebagai tahun kambing kayu. sci-pusat.blogspot.com › Shio menuliskan sebuah kutipan pepatah Cina yang mengatakan bahwa tiga kambing membawa harmoni dan kemakmuran. Shio kambing juga merupakan shio ke-8 dari dua belas shio yang ada dalam zodiak Cina. Dan angka 8 dalam tradisi Cina juga merupakan angka yang dapat memberikan keberuntungan serta melambangkan perdamaian dan kemakmuran. Secara umum orang yang lahir dalam tahun kambing kayu adalah orang yang murah hati, adil, baik hati, lemah lembut dan peduli terhadap orang lain. Bukankah secara kasat mata kita dapat melihat bahwa ciri-ciri yang ditunjukkan dalam shio ini adalah baik? Ya, tetapi apa yang membedakannya dengan karakter Kristus?
Saudara, Kristus di dalam setiap ajaran-Nya selalu menekankan tentang hal-hal baik kepada setiap umat-Nya. Bahkan di dalam Mazmur 37:27-28 dikatakan dengan jelas satu perintah agar kita menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik supaya kita akan tetap tinggal untuk selama-lamanya. Sebab Tuhan mencintai hukum dan Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai selama-lamanya mereka akan terpelihara. Tetapi anak cucu orang-orang fasik akan dilenyapkan.
Saudara, mari kita perhatikan ungkapan di atas bahwa Tuhan mencintai hukum. Dan kita tahu bersama bahwa hukum yang pertama dan terutama sebagaimana yang Yesus Kristus ajarkan kepada kita adalah hukum kasih, dimana kita diminta untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, dan bahkan mengasihi musuh kita serta berdoa bagi mereka. Bukan menjadi hal yang mengherankan karena memang hakikat Allah adalah kasih. Barangsiapa tinggal di dalam kasih maka dia tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam dia (1 Yohanes 4:16). Bahkan bagian bacaan kita saat ini telah memaparkan bukti nyata kasih Allah dalam Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, tetapi tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Dia rela mengambil rupa seorang hamba bahkan taat sampai mati di kayu salib. Dia rela menjadi miskin supaya kita menjadi kaya karena kemiskinan-Nya.
Saudara, kita tahu bersama bahwa di dalam Kristus Sang Penebus itu ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Semua bukan hasil usaha kita melainkan pemberian Allah. Termasuk anugerah keselamatan dan jaminan hidup kekal yang kita peroleh sebagai jaminan bagi orang percaya. Oleh karena itu marilah kita sempurnakan sukacita-Nya atas kita dan kita landasi sukacita kita di dalam Dia dengan melakukan hal ini: “Hendaklah kita sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan...” (lihat ayat ke-2 dan seterusnya). Selamat tahun baru 2015. Selamat meneladani Kristus. Tuhan memberkati.
Kamis, 25 Desember 2014
Rabu, 24 Desember 2014
Natal, Kristus Lahir? Berefleksi Dari Efesus 3:14-17
Pembaca yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, kalau kita mengamati secara harafiah tema ini, kita mungkin akan bertanya kenapa tema ini justru mempertanyakan tentang kelahiran Kristus? Bukankah natal memang merupakan sebuah peringatan dan perayaan akan kelahiran Kristus? Tapi kenapa tema ini justru mempertanyakan akan hal itu?
Saudara-saudara, saya justru ingin menegaskan kepada kita sekalian bahwa tema ini sama sekali bukan untuk mempertanyakan kebenaran tentang sejarah kelahiran Tuhan Yesus Kristus sebagaimana dipersaksikan di dalam Alkitab, Firman Allah. Penulis (red’saya) tentulah sangat percaya dan mengimani sepenuhnya kebenaran Firman Tuhan yang adalah ya dan amin. Jadi sangat tidak mungkin saya ingin mempertanyakan kebenaran tentang kelahiran Tuhan Yesus Kristus ke dalam dunia dalam perspektif sejarah Tuhan sebagaimana dipersaksikan kebenarannya di dalam Alkitab. Namun yang ingin saya tuju dan soroti di sini adalah justru perihal kelahiran Tuhan Yesus Kristus di dalam hati setiap kita sebagai orang percaya. Karena saya percaya bahwa natal tidak hanya berhenti pada peringatan dan perayaan kelahiran Tuhan Yesus Kristus ke dalam dunia secara fisik semata, melainkan akan berlanjut pada pertanyaan dan pergumulan tentang apakah Yesus Kristus sudah benar-benar lahir, hadir, meraja dan memerintah di dalam hati kita?
Saudara-saudara, sebagai orang percaya tentu kita beriman dan percaya kepada-Nya sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi. Iman percaya kita itu pun didukung oleh kebenaran Firman Tuhan yang mempersaksikan kebenaran-Nya yang hakiki. Salah satunya kita bisa lihat di dalam Injil Yohanes 3:16, dimana dikatakan di sana bahwa karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Dengan demikian beriman dan percaya kepada Tuhan menjadi hal yang sangat penting bagi setiap kita. Memelihara iman dan percaya kita kepada Tuhan pun menjadi hal yang sangat penting. Pun mengaplikasikan iman percaya kita dalam tindakan nyata di dalam keseharian hidup kita juga menjadi hal yang sangat penting. Karena melalui tindakan nyata kitalah maka sesungguhnya kita sedang mempersaksikan kebenaran iman kita kepada sesama kita, terutama bagi mereka yang belum percaya. Dengan demikian iman kita bukanlah menjadi iman yang mati melainkan menjadi iman yang hidup (bdk.Yakobus 2:14-26). Dalam kaitan pemeliharaan iman kita secara pribadi pun Tuhan senantiasa mengingatkan kepada kita melalui Firman-Nya agar kita tidak sekali-kali pun menjauhkan diri dari persekutuan ibadah (bdk. Ibrani 10:25). Karena hanya melalui persekutuan ibadahlah kita dapat senantiasa disegarkan akan kebenaran Firman Tuhan bagi pertumbuhan dan penyegaran iman kita (bdk.1 Korintus 3:6). Dalam 1 Korintus 3:6 memang dikatakan bahwa Allah yang memberi pertumbuhan. Tetapi Allah juga memakai setiap orang yang dipilih dan dipakai-Nya sebagai rekan sekerja di ladang-Nya untuk bersama-sama membangun jemaat dan memberi penyegaran di dalam pertumbuhan, perkembangan dan penyegaran iman jemaat. Dalam masa-masa sekarang ini kita dapat melihat peran tersebut khususnya dalam peran pendeta dan para pekabar Injil. Dengan demikian tidak seharusnya membuat setiap kita yang bukan merupakan pejabat khusus gerejawi (red’pendeta) menjadi perlu dan harus berkecil hati. Karena setiap kita pun dipanggil dan dipilih-Nya untuk menjadi saksi-Nya dari Yerusalem, Yudea, Samaria bahkan sampai ke ujung bumi. Yerusalem acap kali mau menggambarkan tentang internal diri kita sendiri, keluarga kita dan orang-orang yang dekat dengan kita. Memang benar saudara-saudara bahwa sebelum Tuhan mempercayakan kita perkara yang besar, Tuhan acap kali ingin melihat kesetiaan kita di dalam perkara yang lebih kecil terlebih dahulu. Barulah Ia akan mempercayakan kita perkara yang lebih besar sesuai dengan waktu, kehendak dan rencana-Nya. Demikian pun sebelum kita berbicara tentang perkara membangun jemaat dan atau membangun bangsa dan negara dalam konteks yang lebih luas, maka kita acap kali perlu diuji perihal kemampuan kita membangun diri kita sendiri dan atau keluarga kita. Karena keluarga adalah merupakan bagian terkecil dari jemaat dan atau negara. Jadi jangan tunda waktunya untuk menjadi saksi-Nya. Langkah pertama adalah di dalam dan melalui keluarga kita sendiri. Marilah kita terus berupaya membangun keluarga kita sehingga keluarga kita dapat menjadi keluarga yang mampu mempersaksikan kasih, kemurahan dan kuasa Tuhan bagi sesama dan jemaat. Marilah kita menjadikan bahtera keluarga kita menjadi bagian dari bahtera keluarga Kerajaan Allah. Marilah kita benar-benar menyadari bahwa kita adalah warga Kerajaan Allah yang ditempatkan Tuhan di tengah dunia ini untuk menjadi perpanjangan tangan dan mulut Allah. Dengan kesadaran akan hal itu kita akan senantiasa terdorong untuk mempersaksikan kebenaran, keadilan dan kasih Allah bagi dunia dimanapun kita ditempatkan. Jangan pernah menganggap kecil peran kita bagi kemuliaan nama-Nya, melainkan apapun peran kita lakukanlah itu untuk kemuliaan nama Tuhan dan menjadi kesaksian tentang-Nya. Apapun yang kita perbuat, perbuatlah dengan segenap hati kita seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (lihat Kolose 3:23). Dengan demikian jelaslah bahwa kita perlu mempersembahkan seluruh hidup dan diri kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Tuhan karena itu adalah ibadah kita yang sejati (lihat Roma 12:1). Jadi jelaslah bahwa hidup kita bukanlah milik kita lagi melainkan hidup kita adalah milik Tuhan. Karena kita adalah orang-orang yang telah ditebus Tuhan dan harganya telah lunas dibayar.Dengan demikian sekarang kita menjadi milik kepunyaan-Nya. Jadi menjadi hal yang sangat wajar ketika Tuhan menuntut kita untuk menjadi saksi-Nya, perpanjangan tangan dan mulut-Nya. Menjadi hal yang sangat wajar ketika Tuhan meminta kita melayani-Nya melalui apapun talenta yang diberikan-Nya kepada kita. Terlebih ketika Kristus sungguh-sungguh lahir di dalam hati kita. Maka setiap kita dipanggil dan dipilih-Nya untuk menjadi kitab-kitab terbuka yang dapat dibaca oleh sesama kita. Pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan dalam rangka menunjukkan identitas keberimanan kita kepada Tuhan, baik dalam kaitan hubungan vertikal kita dengam Tuhan maupun dalam hubungan horisontal kita dengan sesama? Jawabannya ada di dalam Efesus 3:14-17. Dalam kaitan hubungan vertikal kita dengan Tuhan maka kita perlu terus menjaga relasi dan komunikasi kita dengan Bapa. Kita perlu terus berdoa kepada-Nya supaya Ia menurut kekayaan kemuliaan-Nya menguatkan dan meneguhkan iman kita melalui Roh Kudus-Nya di dalam batin kita (lihat ayat 14-16). Barulah dengan demikian kita dapat benar-benar mengalami bahwa Kristus diam di dalam hati kita dan kita dapat berakar serta berdasar di dalam kasih. Setelah itu kita pasti akan dimampukan untuk mempersaksikan kasih Allah di dalam hidup kita dan melalui hidup kita kepada sesama.
Saudara-saudara, natal niscaya akan senantiasa berbicara dan mengungkapkan tentang kasih. Tanpa kasih Allah yang begitu besar akan dunia ini, maka Kristus tidak akan terlahir ke dalam dunia untuk melaksanakan karya penyelamatan Allah atas umat manusia dan keutuhan ciptaan. Hal ini juga sudah pasti akan mempersaksikan kebenaran tentang hakikat Allah yang adalah kasih. Bahkan dikatakan di dalam 1 Yohanes 4:16 bahwa barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dengan demikian natal seharusnya senantiasa mengingatkan kita akan kasih Allah dan meneguhkan keterpanggilan kita untuk menjadi agen-agen penyalur kasih Allah atas dunia ini. Ketika kita mengatakan bahwa Kristus telah lahir di dalam hati kita, maka pastilah yang akan terpancar dari dalam diri kita adalah kasih, kebenaran dan keadilan Allah. Dan itulah yang pasti akan senantiasa kita wujudnyatakan di dalam hidup kita bersama dengan sesama dimanapun dan kapanpun. Oleh karena itu, melalui renungan ini saya mengajak kita sekalian secara bersama-sama mengintrospeksi diri dan merefleksikan diri kita. Sudahkah yang terbaik kita berikan bagi Tuhan? Berapa yang terhilang telah kita cari? Sudahkah kita bebaskan yang terbelenggu? Atau justru kita biarkan tegar mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan tangan Tuhan melalui keberadaan kita? Melalui renungan ini kita diajak untuk bersama-sama merenungkan, meresapi dan melakukan kebenaran Firman Tuhan. Tuhan ingin agar ketika kita sungguh-sungguh sadar bahwa Kristus telah lahir di dalam hati kita, maka kita pun mau sungguh-sungguh mewartakan kasih, kebenaran dan keadilan Tuhan kepada sesama. Bukan hanya melalui mulut kita. Tetapi juga melalui tindakan nyata kita kepada sesama kita. Ketika kita sungguh-sungguh menyadari bahwa di tengah masyarakat kita dan dunia masih ada begitu banyak orang terbelenggu yang perlu ditolong, maka kita juga akan siap dipanggil dan ditempatkan Tuhan di tengah-tengah keberadaan mereka. Bukan justru mengambil jarak atas keberadaan mereka dan tetap mau berada di dalam kondisi kenyamanan kita. Melainkan mau terjun dan ambil bagian dalam ketidaknyamanan sesama kita dan menolong mereka keluar dari kondisi ketidaknyamanan yang mereka alami. Mau berbagi dan berbela rasa dengan mereka sebagaimana Kristus juga mau berbagi dan berbela rasa dengan umat manusia. Itulah yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan, terutama di dalam kita menyambut natal yang menjadi momentum kelahiran Kristus ke dalam dunia, dan bahkan menjadi momentum kelahiran Kristus di dalam hati kita. Sebagaimana Filipi 2:1-3 mengatakan: Jadi karena di dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan. Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. Perhatikan ayat yang ke-3. Selamat natal 2014 dan tahun baru 2015. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
Rabu, 03 Desember 2014
Minggu, 30 November 2014
IRI HATI MEMADAMKAN CINTA (KEJADIAN 37:1-11; 27-28 & 36)
Saudara-saudara kekasih Kristus, bagi saudara yang
suka nonton sinetron atau nonton di youtube, maka kita pasti tahu ada satu lagu
yang sedang buming saat ini yaitu sakitnya tuh di sini. Ada begitu banyak orang
suka mendengarkan lagu itu dan bahkan mensubscribe tayangan video Youtube
tersebut. Yah, oke lah kalau memang mau dibilang bahwa dari segi musikalitasnya
bagi sebagian orang sangat bagus dan enak untuk dinikmati. Terutama bagi para
penikmat genre musik dangdut. It’s oke. Just for fun. Tapi menurut saya
keberadaan lagu ini sesungguhnya menggambarkan kondisi dan keberadaan nyata
manusia yang kesemuanya pasti punya hati. Oleh karena itu tiap-tiap manusia
punya kemungkinan untuk bisa merasakan dan mengalami sakit hati.
Hal yang sama
dialami juga oleh saudara-saudara Yusuf dalam bagian bacaan kita saudara. Kita
tahu berdasarkan kesaksian Alkitab bahwa Yusuf yang adalah anak kesayangan
Yakub yang kemudian diganti namanya oleh Tuhan menjadi Israel (lihat Kejadian
32:22-32). Terutama di ayat yang ke-28. Di situlah kita dapat menemukan arti
kata Israel yaitu engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia; dan engkau
menang. Arti nama Israel yang dikenakan Allah pada diri Yakub ini berbeda
sekali dengan arti nama Yakub itu sendiri yang berarti seorang penipu
(bdk.Kejadian 27:36).
Saudara-saudara,
kembali kepada kisah Yusuf. Bagian bacaan kita mengungkapkan bahwa kala itu Yusuf
bermimpi dan ia menceritakan semua mimpinya itu kepada saudara-saudaranya.
Mimpi yang pertama yang ia ceritakan adalah mimpi tentang berkas Yusuf yang
tegak berdiri sementara berkas-berkas saudaranya sujud menyembah kepadanya. Dan
mimpi yang kedua yang juga ia ceritakan kepada saudara-saudaranya adalah
tentang matahari, bulan dan sebelas bintang yang sujud menyembah kepadanya.
Mendengar kedua cerita itu maka muncullah rasa iri di dalam hati
saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf. Dan singkat cerita saudara-saudaranya
meluapkan kebencian dan rasa iri hati mereka terhadap Yusuf dalam sebuah niatan
untuk mencelakai dan membunuh Yusuf. Kita tahu latar belakang dari kelanjutan
cerita ini adalah ketika Yusuf disuruh oleh ayahnya Israel untuk pergi bersama
saudara-saudaranya ke hutan untuk berburu. Di sanalah saudara-saudara Yusuf
bersiasat untuk mencelakai dan membunuh Yusuf. Namun Ruben, salah satu saudara
Yusuf yang saat itu berhasrat untuk melepaskan Yusuf dari tangan
saudara-saudaranya yang lain akhirnya mengatakan agar Yusuf jangan dibunuh.
Singkat cerita Yusuf yang saat itu sudah sempat dimasukkan ke dalam sumur oleh
saudara-saudaranya akhirnya diangkat dari dalam sumur dan akhirnya dijual
kepada orang-orang Midian yang lewat di situ. Orang-orang Midian itu pun pada
akhirnya menjual Yusuf kepada Potifar, seorang pengawal istana Firaun, kepala
pengawal raja di Mesir. Tentu kita yang sudah seringkali mendengar akan kisah
ini pasti tahu bagaimana kelanjutan hidup Yusuf setelah itu. Dalam kisah
selanjutnya ada kisah dimana Yusuf menjadi orang kepercayaan Potifar di
rumahnya. Ada juga kisah tentang Yusuf yang difitnah oleh istri Potifar dan
Yusuf di dalam penjara.
Namun Tuhan tidak
pernah meninggalkan Yusuf dalam segala keadaan hidupnya karena Tuhan tahu bahwa
Yusuf adalah orang yang setia kepada Tuhan. Bahkan segala penderitaan yang
Yusuf alami dapat dipakai Tuhan untuk menyatakan kasih dan penyertaan Tuhan
atas diri Yusuf, dimana kasih dan penyertaan Tuhan itu sangat luar biasa,
Kenyataan hidup Yusuf hendak menyatakan maksud Tuhan bahwa manusia bisa
merancangkan segala sesuatu yang jahat tetapi Allah turut bekerja dalam segala
sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, terutama bagi mereka yang percaya
kepada-Nya. Demikian juga dengan Yusuf. Ia sudah dapat membuktikan kesetiaan
imannya kepada Tuhan dalam segala keadaan hidupnya. Tidak pernah sedetik pun ia
meninggalkan Tuhan dan berpaling dari Tuhan. Ia selalu mengandalkan Tuhan dalam
hidupnya, baik dalam suka maupun duka. Oleh karena itu tidak heran kalau Allah
begitu mengasihi dia dan senantiasa menyertainya. Kenyataan ini mungkin berbeda
dengan kebanyakan orang dunia khususnya di zaman sekarang ini, dimana orang
baru akan ingat Tuhan dalam keadaan susah semata. Sementara dalam keadaan
senang dan sukses kebanyakan orang melupakan Tuhan dan hanya berupaya
menonjolkan dirinya semata. Tentu tidak demikian dengan setiap kita yang
mendengarkan Firman Tuhan ini saat ini.
Saudara-saudara,
Yusuf dalam pengandalan dirinya kepada Tuhan telah diberikan oleh Tuhan hikmat
dan kemampuan untuk melakukan hal-hal besar dan ajaib. Salah satunya ketika
Yusuf dimampukan Tuhan untuk menafsirkan mimpi Firaun akan adanya kekeringan di
Mesir. Dan pada akhirnya Yusuf pun diangkat menjadi penguasa di Mesir.
Tentu semua bukan
karena kuat dan gagah Yusuf sendiri, melainkan semua karena pemberian dan
rencana Allah atas dirinya. Karena rencana Allah terutama atas orang-orang
percaya senantiasa membawa kepada hidup. Berbeda halnya dengan akibat dosa yang
senantiasa berujung kepada maut. Demikian pun Yusuf dipakai Tuhan untuk menjadi
alat Tuhan atas Bangsa Mesir dan sekitarnya, terutama ketika mereka harus
menghadapi masa-masa kekeringan dan kelaparan.
Saudara-saudara,
kenyataan hidup Yusuf telah mempersaksikan di hadapan kita sekalian bahwa Tuhan
bisa memakai siapa pun dan peristiwa hidup apapun di dalam segenap kehidupan
kita untuk menyatakan kemuliaan, kebesaran dan maksud tujuan Tuhan atas kita
pribadi dan kita sekalian. Terlebih ketika di dalam kisah Yusuf kita dapat
mengamati bahwa Yusuf tidak balik membenci saudara-saudaranya tetapi ia tetap
mengasihi mereka. Bahkan ia sadar benar bahwa apa yang ia alami merupakan
bagian dari rencana Tuhan yang memang telah mempersiapkan dirinya untuk dipakai
menjadi alat Tuhan ketika Bangsa Mesir dan sekitarnya harus menghadapi
kekeringan dan kelaparan.
Saudara-saudara,
kelembutan hati Yusuf yang penuh kasih terhadap saudara-saudaranya yang telah
berlaku jahat terhadapnya seyogyanya juga menjadi bagian dari teladan atas
sikap hidup kita terhadap sesama kita dan bahkan kepada musuh kita sekalipun.
Alkitab berkata kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Dan
kasihilah musuhmu serta berdoalah bagi mereka. Kasih itulah yang merupakan ciri
utama iman Kristen saudara. Bahkan di antara iman, pengharapan dan kasih maka
kasih mengandung keutamaan nilai dari antara ketiganya. Bahkan dikatakan dalam
1 Korintus 13:1 bahwa sekalipun aku dapat berkata-kata dalam semua bahasa
manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama
dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.
Saudara-saudara,
bukankah kasih adalah buah Roh yang pertama selain sukacita, damai sejahtera
dan seterusnya? Bukankah Allah adalah kasih, dimana barangsiapa tinggal di
dalam kasih ia tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam dia? Firman Tuhan
senantiasa menyatakan agar kita saling mengasihi seorang terhadap yang lain.
Tetapi kebanyakan orang di dunia ini lebih memilih untuk mengikuti keinginan
daging mereka yang sudah jelas berlawanan dengan keinginan Roh. Kebanyakan
orang di dunia ini lebih memilih untuk memelihara dan bahkan membudayakan
geram, iri hati dan dengki seorang terhadap yang lain. Kebanyakan orang di
dunia ini lebih memilih untuk mengikuti prinsip homo homini lupus ketimbang saling
mengasihi dan mengampuni.
Kalau kita melihat
keberadaan bangsa kita di era reformasi yang nota bene hendak mengarahkan
kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan penuh dengan damai sejahtera, namun
kenyataan yang terjadi sekarang justru berbanding terbalik. Ada begitu banyak
kekisruhan dan perpecahan yang bisa kita rasakan terjadi di sekitar kita. Sebut
saja pada saat pilpres 2014 lalu terjadi perpecahan antara kubu Prabowo
Subianto dengan kubu Presiden Jokowi saat ini. Meskipun demikian kita patut
berbangga karena kini keduanya bisa menunjukkan sikap kenegarawanannya
masing-masing dan berkomitmen untuk saling dukung satu sama lain. Bahkan Bpk
Prabowo Subianto dengan tegas mengatakan bahwa dirinya akan mendukung
pemerintahan Jokowi-JK yang telah terpilih secara sah. Tidak berhenti sampai di
situ, kita juga diperhadapkan dengan perpecahan antara koalisi merah putih
dengan koalisi Indonesia hebat di DPR. Namun bersyukur juga karena proses
pendamaian dan penyatuan antara keduanya bisa berjalan dengan baik hingga
sekarang. Mari kita terus doakan agar para legislator itu dapat benar-benar
bekerja untuk kepentingan rakyat dan bukan untuk kepentingan golongan. Dari
kancah partai politik kita diperhadapkan juga dengan perpecahan yang sempat
terjadi di tubuh PPP yang kini telah islah dan berdamai. Pun kini Partai Golkar
mengalami perpecahan serupa yang masih diupayakan proses pendamaiannya antara
pihak-pihak yang berseteru. Mari kita doakan agar pendamaian dan penyatuan
kembali pihak-pihak yang bertikai itu dapat terwujud dengan baik sehingga
kedamaian, persatuan dan kesatuan dapat dirasakan secara holistik oleh seluruh
komponen bangsa.
Saudara-saudara,
kalau kita mau mengamati dengan jeli apa sebenarnya faktor yang menyebabkan
perpecahan demi perpecahan bisa terjadi, maka jawabannya adalah karena adanya
rasa iri dan dengki satu terhadap yang lain. Ada juga rasa ingin menjadi yang
superior satu terhadap yang lain.
Saudara-saudara,
hal itu tentu tidak akan terjadi ketika kita mau memelihara etos hidup seturut
kebenaran Firman Tuhan, yaitu etos hidup yang berlandaskan kasih. Sebagaimana
Yusuf yang tidak menaruh dendam terhadap saudara-saudaranya yang telah berbuat
jahat kepadanya, maka kita pun diajak untuk mempraktekkan kasih itu bukan hanya
kepada sesama yang juga mengasihi kita melainkan juga kepada musuh kita. Kita
diminta untuk mengasihi dan mendoakan mereka. Bahkan kita diminta untuk tidak
membalas perlakuan orang-orang yang telah berbuat jahat kepada kita karena
pembalasan adalah hak Tuhan. Firman Tuhan dengan jelas berkata: Jika pipi
kirimu ditampar maka berikanlah juga pipi kananmu. Mudah untuk dikatakan tetapi
sulit untuk dilakukan. Untuk itu kita perlu meminta pimpinan dan kemampuan yang
daripada Tuhan. Marilah kita menjauhkan diri dari sikap iri dan dengki yang
dapat memadamkan cinta. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
Minggu, 16 November 2014
YANG MUDA YANG BEKERJA (KOLOSE 3:23)
“Apapun juga yang kamu perbuat,
perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia
(Kolose 3:23).”
Saudara-saudara,
orang muda pada umumnya dikenal sebagai orang-orang yang ‘energic’ dan punya semangat
hidup yang tinggi. Dan salah satu bukti nyatanya tergambar melalui kegemaran
orang-orang muda dalam bekerja serta menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam
setiap hal yang dikerjakannya. Ada banyak orang-orang muda Indonesia
berprestasi yang dapat kita kenal melalui media. Dan tentunya hal itu membuat
kita sebagai bagian dari pemuda Indonesia dapat turut berbangga dan berbesar
hati. Bahkan terlebih lagi seharusnya kita juga termotivasi dalam hal mengukir
prestasi yang dapat membanggakan bagi diri kita sendiri, keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara. Dan lebih utama lagi adalah membanggakan dan mempermuliakan
nama Tuhan.
Saudara-saudara,
itulah spirit etos kerja Kristiani. Kerja tidak hanya dipandang sebagai hal
yang dapat membanggakan dan memberi kepuasan pada diri sendiri. Kerja juga
tidak hanya dipandang sebagai hal yang dapat membawa manfaat dan kemaslahatan
bagi orang lain. Tetapi kerja juga dipandang sebagai hal yang semestinya
membawa kemuliaan bagi nama Tuhan. Dalam bahasa latin kita kenal istilah ora et
labora atau berdoa dan bekerja. Tetapi juga ada istilah ora est labora atau
berdoa adalah bekerja. Dari kedua istilah ini, ora et labora dan ora est
labora, maka jelaslah bahwa tiap-tiap kita sebagai insan kristiani hendaknya
mempersembahkan diri kita, tubuh kita dan hidup kita sebagai persembahan yang
hidup, kudus dan berkenan kepada Allah karena itu adalah ibadah kita yang
sejati. Tentunya termasuk juga dengan kerja, karya dan karsa kita sepatutnya
kita persembahkan bagi Tuhan sebagai bagian dari persembahan kita yang hidup,
kudus dan berkenan bagi Allah (lihat Roma 12:1). Dengan demikian ibadah bukan
sekedar seremonial belaka. Tetapi melalui hidup, kerja, karya dan karsa kita
pun kita sedang beribadah kepada Tuhan. Dengan demikian ibadah yang kita
lakukan tiap-tiap hari dan khususnya tiap-tiap minggu di gereja dapat menjadi
ibadah yang nyata, dimana buah dari ibadah itu dapat terlihat nyata melalui
hidup, kerja, karya dan karsa kita. Dengan demikian kita sedang mempersembahkan
yang terbaik bagi Tuhan. Dengan demikian kita sedang mempersembahkan ibadah
kita yang sejati bagi Tuhan. Oleh karena itu penting bagi kita para pemuda
untuk mau dan mampu mengobarkan etos kerja di dalam hati, pikiran dan diri
kita, yaitu sebuah etos kerja yang sesuai dengan Firman Tuhan sebagaimana
ditegaskan dalam bagian bacaan kita bahwa apapun yang kamu perbuat, perbuatlah
dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Bahkan
Alkitab juga menegaskan tentang ini. Yaitu bahwa kita harus mempermuliakan Tuhan
dengan harta kita. Dan dengan hasil pertama dari segala penghasilan kita (lihat
Amsal 3:9). Tentu saudara-saudara, yang dimaksud dengan harta dan penghasilan
di sini adalah apa yang kita hasilkan dari kerja kita. Jadi manusia memang pada
hakikatnya adalah manusia-manusia yang bekerja. Bahkan Alkitab katakan yang
tidak bekerja maka ia tidak akan makan (lihat 2 Tesalonika 3:10). Jadi nyata
benar bahwa Allah sangat menghargai orang-orang rajin. Allah sangat menghargai
orang-orang yang mau bekerja, karena sekali lagi saya tekankan bahwa pada
hakikatnya manusia adalah orang-orang yang bekerja. Bahkan Allah sendiri pun
sebagai pencipta kita bukanlah Allah yang diam melainkan Allah yang terus turut
bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya.
Dia adalah gembala kita yang baik yang terus bekerja menjaga dan memelihara
kita. Bahkan Dia adalah gembala yang terus mencari domba-domba-Nya yang hilang.
Bahkan Yesus Kristus semasa hidup-Nya sampai dengan wafat-Nya di kayu salib dan
kebangkitan-Nya telah memberi bukti nyata dimana Tuhan bekerja di antara
manusia. Dia mengajar, membuat mujizat dan menyembuhkan banyak orang. Bahkan
Dia membangkitka n orang mati dengan kuasa-Nya yang berasal dari Sorga. Dan Dia
sampai akhir karya-Nya di muka bumi ini telah berhasil melakukan karya
penyelamatan Allah bagi semua orang, terutama orang percaya.
Saudara-saudara,
sekali lagi saya tekankan kepada kita semua bahwa Yesus Kristus tidak hanya
menujukan semua karya-Nya bagi orang-orang di zaman-Nya, tetapi juga bagi kita
sekalian. Bahkan ketika Yesus Kristus di waktu keberadaan-Nya di dunia di
tengah manusia telah berhasil menyatakan kuasa Allah dengan membangkitkan orang
mati, maka Dia pun ingin supaya kita saat ini juga mengalami kebangkitan dari
tidur panjang kerohanian kita. Dari kematian spiritualitas kita. Bahkan dalam
kehidupan keberimanan kita pun Dia mau supaya kita mengerjakan keselamatan kita
dengan takut dan gentar. Oleh karena itu sekaranglah saatnya kita mengerjakan
segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Persembahkanlah
yang terbaik bagi Tuhan, bukan hanya dalam bentuk persembahan materi. Melainkan
lebih daripada itu adalah persembahan diri, persembahan hidup dengan seluruh
kerja, karya dan karsa kita, dimana melaluinya kita mempermuliakan nama Tuhan.
Itulah yang akan menjadi bukti nyata bahwa kita mencintai Tuhan. Itulah yang
akan menjadi bukti nyata bahwa kita menempatkan Tuhan di tempat yang utama dan
yang pertama. Pun ketika kita menjadikan Tuhan sebagai landasan di dalam tiap
karya kita. Pun ketika kita menjadikan Roh Kudus sebagai pembakar semangat kita
dalam bekerja dan melayani Tuhan. Selamat menjadi orang-orang yang terus mau
bekerja. Marilah kita kerja, kerja dan kerja! Tuhan memberkati kita sekalian.
Amin.
Sabtu, 20 September 2014
HIDUP DALAM KEKAYAAN KEMURAHAN TUHAN (ROMA 2:1-16)
Nats: Maukah engkau menganggap
sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah
engkau tahu bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada
pertobatan? (ayat 4).
Saudara-saudara,
melalui bagian bacaan kita saat ini saya mengajak kita sekalian untuk
merenungkan sebuah tema yaitu hidup dalam kekayaan kemurahan Tuhan.
Saudara-saudara, kalau kita bicara soal kekayaan, maka percayakah saudara bahwa
kekayaan di dunia ini adalah tidak tak terbatas? Artinya kekayaan di dunia ini
pasti ada batasnya. Kalau kita lihat dari angka dasarnya saja, maka angka
paling mendasar hanya ada di kisaran 0-9. Persoalan bahwa angka tersebut bisa
divariasi dan diulang-ulang, itu mungkin adalah persoalan yang berbeda. Dengan
demikian keterbatasan kekayaan di dunia ini acap kali membuat definisi kaya
menjadi sangat relatif. Sekalipun memang mungkin ada banyak orang di dunia ini
yang acap kali merasa tidak puas dengan kekayaan yang dimilikinya dan
senantiasa ingin mencari yang lebih dan lebih lagi.
Saudara-saudara,
tidak demikian dengan kekayaan kemurahan Tuhan. Dalam ayat yang keempat yang
menjadi nats bagian bacaan kita digambarkan betapa kayanya kekayaan kemurahan
Tuhan itu. Dan kekayaan kemurahan Tuhan tentu tidak boleh kita anggap sepi.
Demikian juga dengan kesabaran dan kelapangan hati-Nya. Kekayaan kemurahan Tuhan senantiasa ingin
menuntun kita kepada pertobatan. Bahkan dari ayat yang pertama sampai dengan
ayat yang ketiga dengan jelas
diungkapkan mengenai hal menghakimi orang lain. Dimana dikatakan di sana bahwa
engkau yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab
dalam menghakimi orang lain engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau
yang menghakimi orang lain melakukan hal-hal yang sama. Penegasan yang sama
diungkapkan juga dalam Matius 7 ayat yang pertama. Dimana dikatakan di sana
jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi.
Saudara-saudara,
bicara soal penghakiman, mungkin secara sadar atau tidak sadar kita pun sering
melakukannya. Salah satunya adalah ketika kita memberikan stereotype kepada
orang lain. Si A pasti begini. Si B pasti begitu. Dan seterusnya, dan
seterusnya tanpa kita benar-benar mau masuk ke dalam pergumulan yang sesungguhnya
dari orang-orang yang kita berikan stereotype tersebut.
Saudara-saudara,
bukankah hukum yang pertama dan terutama adalah hukum kasih sebagaimana yang
Kristus ajarkan kepada kita sekalian, dimana kita diminta untuk mengasihi
sesama kita seperti diri kita sendiri, dan bahkan mengasihi musuh kita dan
berdoa bagi mereka? Jika hal itu bisa benar-benar tercapai maka saya percaya
bahwa benturan-benturan di dalam kehidupan ini akan dapat terminimalisir
dan bahkan ternihilkan dari antara
kehidupan kita bersama dengan semua orang tanpa terkecuali. Persoalannya adalah
bahwa kita masih seringkali dikuasai dengan keegoisan diri kita sendiri. Bahkan
kita melupakan kasih mula-mula yang seharusnya mendasari kehidupan kita sebagai
manusia dan sebagai orang percaya.
Saudara-saudara,
melalui bagian bacaan kita saat ini hendak diingatkan kepada kita sekalian
bahwa baiklah kita senantiasa melakukan hukum-hukum Tuhan, dimana di dalam ayat
yang ke-13 digambarkan dengan jelas bahwa bukanlah orang yang mendengar hukum
taurat yang benar di hadapan Allah tetapi orang yang melakukan hukum tauratlah
yang akan dibenarkan. Hukum taurat yang dimaksudkan di sini berarti hukum-hukum
Tuhan. Dan hukum Tuhan yang utama dan terutama adalah hukum kasih. Oleh karena
itu baiklah kita mendasari seluruh kehidupan kita dengan hukum kasih tersebut.
Dimana sifat-sifat kasih adalah lemah lembut, memaafkan dan murah hati. Itulah
sifat kasih Kristus. Kasih itu jugalah yang perlu terus terpelihara di dalam
kehidupan persekutuan orang percaya. Sebagaimana Filipi 2:1-3 dikatakan bahwa
karena di dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan
Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Karena itu sempurnakanlah sukacitaku
dengan ini. Hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, satu
tujuan. Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia.
Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih
utama daripada dirinya sendiri.
Saudara-saudara,
mungkin di antara kita masih ada begitu banyak orang yang belum begitu sempurna
dalam melakukan kasih sebagaimana yang Kristus ajarkan. Oleh karena itu baiklah
kita sungguh-sungguh bertobat dalam kerangka kita menikmati kekayaan kemurahan
Tuhan. Baiklah kita tidak menganggap sepi kekayaan kemurahan Tuhan itu. Baiklah
kita berlomba-lomba dalam melakukan kasih. Kiranya Tuhan memberkati kita
sekalian. Amin.
Minggu, 17 Agustus 2014
DIPANGGIL UNTUK MEMERDEKAKAN (YESAYA 58:1-12)
Nats: Bukan! Berpuasa yang
Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan
melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan
mematahkan setiap kuk (ayat 6).
Saudara-saudara
yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, tepat di hari ini 17 Agustus 2014 enam
puluh sembilan tahun yang lalu Bangsa Indonesia mengikrarkan proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia sebagai negara kesatuan yang merdeka, berdaulat,
adil dan makmur. Untuk itu dalam perenungan di hari ini dengan dasar pembacaan
Alkitab yang terambil dari Yesaya 58:1-12 saya mengajak kita sekalian
merenungkan sebuah tema, yaitu “Dipanggil Untuk Memerdekakan.”
Saudara-saudara,
tentu kita semua setuju bahwa Tuhan menciptakan kita bukanlah tanpa tujuan
bukan? Tujuan besar dari penciptaan Allah atas manusia sebagai mahluk ciptaan
yang sempurna yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya tidak lain dan tidak
bukan adalah agar kita mempermuliakan dan menyembah-Nya. Saya sangat suka
sekali dengan lagu yang mengatakan bahwa ku ada untuk menjadi penyembah-Mu.
Dalam kaitan dengan tujuan besar itu maka kita juga pasti setuju bahwa di dalam
diri tiap-tiap umat manusia khususnya ora ng percaya Tuhan pasti memberikan
passion atau panggilan. Salah satu contohnya ketika saya dan rekan-rekan
seangkatan di STT Jakarta pada saat tes wawancara calon mahasiswa baru acap
kali berhadapan dengan pertanyaan ini: apa yang mendorong kamu masuk sekolah
teologi? Maka banyak diantara kami yang mengatakan bahwa itu adalah panggilan
pak. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan: mana surat panggilannya? Bahkan
sebenarnya kalau kita mau melihat dan mengamati fakta yang ada, maka passion
itu sudah ada bahkan sejak usia dini melalui cita-cita di masa kanak-kanak
kita.
Memang bukan hal
yang keliru untuk bercita-cita setinggi langit. Bukan hal yang keliru juga
untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya demi mencapai cita-cita itu. Sehingga
tidak heran ada ungkapan yang mengatakan tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.
Artinya memang tuntutlah ilmu setinggi-tingginya. Bahkan kita pahami juga bahwa
sesungguhnya belajar itu tidak mengenal batas. Pun hidup kita di dunia ini acap
kali dimaknai sebagai sekolah kehidupan. Itu artinya orang memang tidak boleh
berhenti belajar. Dalam bahasa yang lebih Kristiani hendak dikatakan bahwa
orang perlu terus bergumul dan berjuang bersama Tuhan dan di dalam Tuhan,
karena Dialah Sang Guru sejati kita. Dialah sumber dari segala sumber jawaban
atas segala pergumulan hidup kita. Oleh karena itu kita perlu terus mencari Dia
selagi Dia masih bisa ditemui. Artinya di sepanjang kehidupan kita jangan
sekali-kali pun kita melepaskan diri dari pada-Nya. Bergaul kariblah dengan Dia
karena Dialah Tuhan, Bapa dan Sahabat kita. Dialah Allah yang senantiasa
mengerti dan peduli akan pergumulan hidup kita. Bahkan Dia juga yang mau turut
berbela rasa dengan kita. Sungguh Dialah Allah yang luar biasa. Tidak ada Allah
lain yang seperti Dia.
Yang menjadi
pertanyaan selanjutnya bagi kita adalah ketika Tuhan memang sungguh-sungguh
telah memberikan passion yang juga diperlengkapi dengan talenta di dalam diri
kita, maka apa yang sesungguhnya Tuhan inginkan agar kita lakukan di dalam
hidup kita atas semua yang telah dianugerahkan-Nya pada kita? Jawabannya tidak
lain dan tidak bukan adalah bahwa Dia mau agar kita menyediakan diri kita untuk
mendengar dan menerima panggilan-Nya. Terutama ketika kita dipanggil –Nya untuk
memerdekakan sesama kita. Sebagaimana digambarkan dalam bagian bacaan kita saat
ini bahwa Tuhan memerintahkan kepada Nabi Yesaya untuk menyerukan kuat-kuat dan
menyaringkan suaranya kepada Bangsa Israel, kaum keturunan Yakub akan dosa-dosa
mereka. Padahal Alkitab katakan bahwa betapa kaum keturunan Yakub itu adalah
orang-orang yang rajin mencari Tuhan dan suka mengenal segala jalan-Nya. Mereka
seperti bangsa yang melakukan yang benar dan tidak pernah meninggalkan hukum
Allahnya. Mereka rajin bertanya pada Tuhan tentang hukum-hukum yang benar dan
mereka suka mendekat menghadap Allah. Namun nyatanya ketika mereka berpuasa
mereka sadar bahwa Tuhan tidak memperhatikannya juga. Ketika mereka merendahkan
diri, Tuhan tidak mengindahkannya juga. Apa sebabnya hal itu bisa terjadi?
Karena pada saat mereka melakukan semua
hal kerohanian mereka di hadapan Allah, maka pada saat yang sama mereka masih
mengurusi urusan mereka sendiri. Bahkan secara konkret bagian bacaan kita
menyebutkan detail tindakan mereka, dimana mereka mendesak-desak buruh yang
mereka miliki. Sambil berpuasa mereka juga berbantah dan berkelahi; serta
memukul dengan tinju dengan tidak semena-men a. Alkitab dengan tegas mengatakan
bahwa dengan cara-cara seperti itu maka tindakan kerohanian yang mereka lakukan
di hadapan Allah menjadi sia-sia karena suara mereka tidak akan didengar di
tempat tinggi. Bukan cara seperti itu yang Allah inginkan untuk kita lakukan.
Ayat ke-6 yang merupakan nats bagian bacaan kita mengungkapkan dengan jelas
bahwa berpuasa yang Allah kehendaki adalah supaya kita membuka
belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk. Supaya kita
memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk. Supaya kita
memecah-mecahkan roti bagi orang yang lapar dan membawa ke rumah kita orang
miskin yang tak punya rumah. Pun apabila kita melihat orang telanjang, kita
memberi dia pakaian. Dan kita tidak menyembunyikan diri terhadap saudara kita
sendiri. Maka pada waktu itulah terang kita akan merekah seperti fajar. Pun
luka kita akan pulih dengan segera. Kebenaran menjadi barisan depan kita dan
kemuliaan Tuhan barisan belakang kita. Pada waktu itulah kita akan memanggil
dan Tuhan akan menjawab. Kita akan berteriak minta tolong dan Tuhan akan
berkata “Ini Aku!”
Sungguh, Tuhan
kita adalah Tuhan yang senantiasa mau peduli dengan kita karena Dia sungguh
mengasihi kita dengan kasih agape. Dan Dia pun tidak ingin kita hanya menjadi
orang-orang yang pasif dalam menerima kasih-Nya. Melainkan Dia ingin agar kita
mau menyediakan diri kita untuk melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya
sebagaimana telah tergambar di dalam bagian bacaan kita. Sebagai orang-orang
percaya yang telah menerima anugerah kemerdekaan dan kebebasan dari dosa dan
maut melalui karya penyelamatan dan penebusan Kristus, maka sudah pasti Dia pun
memanggil kita juga untuk siap sedia dipanggil untuk memerdekakan sesama kita.
Kalau dalam tradisi Perjanjian Lama kita mengenal tahun yobel yang merupakan
tahun pembebasan para budak dan tanah; tahun ke-50 dari rangkaian tahun sabat,
maka tradisi itu telah disempurnakan pasca kematian dan kebangkitan Kristus
sampai dengan saat ini dan seterusnya. Tiap-tiap kita yang telah diselamatkan
dan telah menerima janji keselamatan dan hidup kekal yang berasal daripada-Nya,
kini dipanggil-Nya untuk menjadi saksi-Nya untuk membawa jiwa-jiwa yang
terbelenggu dalam kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib. Kita diminta untuk
mau mengulurkan tangan kita kepada orang-orang yang membutuhkan sebagaimana
tangan Tuhan juga tidak kurang panjang untuk menolong kita. Tuhan memberkati
kita sekalian. Amin.
TUHAN MENGANGKAT KITA DARI SAMUDERA RAYA
Rancangan
tema lengkap dari artikel ini adalah “Tuhan Mengangkat Kita Dari Samudera Raya: Sebuah Refleksi Tentang Pemilihan Tuhan
Atas Suku-Suku Bangsa & Dunia.” Bagi kita yang sungguh-sungguh
memperhatikan perkembangan event bergereja dalam skala nasional yang digawangi
oleh PGI, maka kita pasti tahu bahwa tema ini merupakan tema besar pada sidang
raya PGI yang ke-XVI yang diadakan di Nias pada tanggal 11-17 November 2014
pasca proses pergantian kepemimpinan nasional di Indonesia terlaksana (Sumber: https://twitter.com/PGI_Oikoumene/status/44902160351534694). Dasar Alkitab yang melandasi pemilihan tema ini
terambil dari Mazmur 71:20b yang berbunyi “Dari Samudera Raya Bumi, Tuhan
mengangkat kita kembali.” Pemilihan tema ini juga seiring sejalan dengan tema
sidang raya DGD ke-X di Busan Korsel, yaitu “GOD of Life, Lead Us to Justice
And Peace.” Dalam terjemahan Bahasa Indonesia tema ini berbunyi: “Allah Sang
Sumber Hidup Memimpin Kami Dalam Keadilan & Perdamaian.” Tema ini menjadi
hal yang sangat penting untuk dibahas dalam forum nasional dan dunia, karena
sampai saat ini dimana-mana tempat masih banyak dapat kita temukan
ketidakadilan dan ketidakdamaian dalam hidup pribadi lepas pribadi manusia
maupun komunitas bersama. Pemilihan Nias sebagai tempat lokasi persidangan raya
PGI ke-XVI itu sendiri terkait dengan latar belakang alasan sebagai berikut:
Nias pernah mengalami terjangan gelombang tsunami pada Desember 2005 dan gempa
bumi dasyat pada Juli 2007. Namun Nias dapat mengalami kebangkitan dari
keterpurukannya. Di hari-hari belakangan ini kita dapat melihat geliat
pertumbuhan ekonomi di Nias semakin menggembirakan. Pemekaran wilayah otonom
turut mendorong akan hal ini (Sumber: http://www.satuharapan.com). Oleh
karena itu slogan yang dipakai berdasarkan sumber pemberitaan yang ada
khususnya yang diperuntukkan bagi orang Nias adalah: Nias bangkit menyambut
Sidang Raya. Dengan demikian pemilihan Nias sebagai tempat lokasi Sidang Raya
PGI ke-XVI ini tidak lain dan tidak bukan merupakan sebuah bentuk perhatian,
dukungan dan penghargaan atas upaya orang-orang Nias untuk bangkit dari
keterpurukan. Sekaligus juga menjadi cerminan bagi siapapun yang masih
mengalami keterpurukan hingga saat ini untuk tidak berdiam diri dalam
keterpurukannya, melainkan berupaya untuk bangkit dalam tuntunan tangan dan
kuasa Tuhan yang pasti mampu membangkitkan. Bandingkan dengan kisah-kisah Yesus
di dalam Alkitab yang mampu membangkitkan orang mati. Ketika kata mati itu mau
diterjemahkan dan diaplikasikan di dalam kehidupan kita, mungkin mati yang
dimaksud bukanlah mati fisik melainkan kematian moral, kematian hati nurani dan
kematian daya juang. Termasuk daya juang untuk menjadi pelaku Firman dan
pekabar injil atau saksi Kristus dimanapun kita berada dan ditempatkan Tuhan;
dan kapan pun juga. Kematian spirit inilah yang menyebabkan praktek-praktek
ketidakadilan, makin menguatnya radikalisme dan konflik agraria serta krisis
ekologis terus harus menjadi sorotan, termasuk dalam materi persidangan raya
PGI ke-XVI.
Namun dalam
artikel ini penulis sendiri hendak menyoroti dan menafsirkan dari sisi yang
lain. Bukan hanya sekedar berbicara mengenai kebangkitan dari keterpurukan,
tetapi ungkapan bahwa Tuhan mengangkat kita dari samudera raya di sini juga
hendak berbicara mengenai pemilihan Tuhan atas suku-suku bangsa di Indonesia
dan di dunia. Kita ketahui bersama bahwa sejak awal penciptaan khususnya
setelah manusia Adam dan Hawa diciptakan maka Allah memberikan mandat kepada
mereka untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Memenuhi bumi dan menaklukkannya.
Kata menaklukkan di sini dapat ditafsirkan bukan sekedar tindakan menguasai dan
mengeksploitasi tetapi juga memelihara demi keberlangsungan hidup anak cucu
Adam dan Hawa ke depan, yaitu kita dan generasi-generasi berikutnya setelah
kita. Oleh karena itu kita harus benar-benar menyadari bahwa alam semesta yang
dapat kita nikmati sekarang merupakan titipan dari anak cucu kita yang harus
kita jaga serta pelihara senantiasa. Itu adalah gambaran nilai universalitas
dari kehendak Tuhan atas umat manusia ciptaan-Nya yang tinggal dan berdiam di
muka bumi ini. Namun demikian bagaimana dengan gambaran spesifikasi kehendak
Tuhan terutama bagi orang-orang percaya? Pada kesempatan ini penulis ingin
menyoroti secara khusus akan hal ini.
Kebenaran Alkitab
dengan tegas mengungkapkan kepada setiap kita bahwa bukan kamu yang memilih
Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Sehingga terlihat jelas bahwa
keterpilihan umat Allah adalah berdasarkan inisiatif dan otoritas Allah
sendiri. Dialah sang penentu akan siapa-siapa orang yang dipilih-Nya dan
ditentukan-Nya untuk menjadi umat pilihan-Nya dan milik kepunyaan-Nya
(bandingkan dengan istilah predestinasi atau pemilihan Allah atas orang-orang
yang akan diselamatkan-Nya). Ungkapan ini sungguh-sungguh ingin menunjukkan
tentang kedaulatan Allah dalam kaitan kepada siapa Dia akan menyatakan
anugerah-Nya. Dan ketika kita saat ini sudah menjadi bagian dari orang-orang
percaya dan menjadi bagian dari anggota gereja Tuhan di muka bumi ini (dalam
ungkapan yang lain menjadi bagian dari anggota tubuh Kristus) apa dan bagaimana
pun latar belakangnya (baik itu Kristen sejak kecil maupun Kristen setelah
dewasa) yang ditandai dengan penerimaan baptisan dan pengakuan percaya atau
SIDI, maka Tuhan memerintahkan kepada kita melalui Amanat Agung-Nya: “Pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan
Roh Kudus. Ajarkanlah kepada mereka tentang segala apa yang telah Kuajarkan
kepadamu.” Dia pun berkata lebih lanjut bahwa Dia akan menyertai langkah kita
sebagai saksi-Nya di tengah dunia senantiasa dan bahkan sampai selama-lamanya.
Dia memerintahkan kita untuk menjadi saksi-Nya dari Yerusalem, Yudea, Samaria
bahkan sampai ke ujung bumi.” Dengan demikian pemilihan Tuhan atas kita yang
sepatutnya kita syukuri sebagai sebuah anugerah yang besar dan indah itu tentu
tidak hanya berhenti pada penerimaan anugerah atas diri kita semata, tetapi
bagaimana kita mau membagikan anugerah dan berita keselamatan itu kepada
orang-orang di sekitar kita dengan berbagai latar belakang suku, budaya dan
bahasa. Sampai akan tiba saatnya nanti semua lutut akan bertelut dan semua
lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristuslah Tuhan, Raja di atas segala raja.
Dalam penantian akan datangnya masa itu, maka dalam keberadaan kita sebagai
orang percaya di tengah dunia saat ini, mandat itu ada di pundak kita.
Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku... Oleh karena itu, jangan hanya
berdiam diri. Mintalah kepada Tuhan kemampuan dan kesanggupan agar kita
memiliki hati yang mau melayani dan menjadi saksi yang mau melampaui
batasan-batasan kesukuan, kebangsaan, bahasa dan budaya, karena siapapun mereka
dengan berbagai perbedaan yang ada, mereka sama-sama adalah manusia yang
diciptakan Tuhan dengan baik adanya. Mereka adalah sama-sama manusia yang
diciptakan serupa dan segambar dengan Allah atau Imago Dei. Mereka adalah
sama-sama manusia yang membutuhkan berita dan anugerah keselamatan yang datang
daripada Tuhan. Oleh karena itu, jangan tunda-tunda lagi. Mulailah sekarang
untuk mau berbagi dan mempersaksikan tentang siapa Tuhan kepada siapa pun
sesama kita tanpa terkecuali, terutama kepada siapa pun orang yang belum
mengenal-Nya. Selamat menjadi saksi-Nya senantiasa. Selamat menembus batas
keberagaman dalam menjalankan fungsi dan peran kita sebagai saksi Tuhan. Tuhan
memberkati kita sekalian. MERDEKA!
Sabtu, 26 Juli 2014
HIDUP DALAM KECUKUPAN KASIH KARUNIA TUHAN (2 Korintus 12:1-10)
Nats: Tetapi jawab Tuhan
kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah
kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas
kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan
rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam
penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah maka aku
kuat (2 Korintus 12:9-10).
Saudara-saudara,
dalam kesempatan ini dengan berlandaskan ayat Alkitab yang menjadi bagian
bacaan kita saya ingin mengajak kita sekalian merenungkan sebuah tema, yaitu
hidup dalam kecukupan kasih karunia Tuhan. Ketika saya mempersiapkan khotbah
dengan tema ini maka saya langsung teringat dengan lagu pujian yang berjudul
“Kasih Setia-Mu Yang Kurasakan.” Kira-kira lengkapnya pujian itu mau menggambarkan
bahwa kasih setia Tuhan yang acap kali kita rasakan dideskripsikan lebih tinggi
dari langit biru. Dan kesetiaan Tuhan yang kita terima tiap-tiap hari di dalam
hidup kita lebih dalam dari lautan. Bahkan kasih karunia dan kesetiaan Tuhan
itu muncul dan diberikan kepada kita semata-mata berdasarkan inisiatif Tuhan
sendiri. Dengan kata lain itu semua adalah anugerah yang diberikan-Nya kepada
kita. Karena siapakah kita sehingga kita dilayakkan menjadi biji mata-Nya?
Siapakah kita sehingga Dia mengindahkan dan memperhatikan kita? Tentu kita
perlu menyadari benar bahwa kita adalah orang berdosa yang diselamatkan oleh
Tuhan, dimana semua bukan karena hasil usaha kita ketika kita bisa selamat
melainkan karena pemberian Allah. Jadi jelas bahwa kita tidak boleh memegahkan
diri kita sendiri atas semua karya keselamatan yang kita raih berdasarkan
pemberian Allah itu melainkan kita harus memegahkan dan mempermuliakan nama
Tuhan. Kita patut bersyukur kepada-Nya dan menyatakan syukur kita kepada-Nya
melalui persembahan diri dan persembahan hidup kita sebagai persembahan yang
hidup, kudus dan berkenan kepada Allah karena itu adalah inti ibadah kita yang
sejati.
Saudara-saudara,
menarik karena akibat dosa sesungguhnya setiap kita tanpa terkecuali harus
menerima akibat dari dosa tersebut yang berupa hukuman yang berujung pada maut
yang kekal. Kalau berbicara mengenai maut yang kekal berarti pastilah hal itu
berkaitan dengan penderitaan yang panjang dan tak kunjung berakhir. Sehingga
ternyata bukan hanya penderitaan cinta yang deritanya tiada akhir seperti kata
Ti Pat Kai yang dalam film Kera Sakti Sun Go Kong diyakini sebagai penjelmaan
panglima Kahyangan yang tidak lain adalah Panglima Tian Feng yang kala itu
menaruh hati terhadap adik Chang’E. Saudara-saudara, penderitaan cinta mungkin
deritanya belum seberapa jika dibandingkan dengan kenyataan bahwa semua umat
manusia tanpa terkecuali karena dosa harus menerima hukuman kekal yang berujung
kepada maut yang kekal.
Akibat dosa
manusia mau tidak mau, suka tidak suka harus masuk ke dalam penderitaan
berkepanjangan yang tanpa ambang batas. Tidak ada yang bisa menyelamatkan
manusia dari penderitaan itu terkecuali Tuhan sebagai satu-satunya figur yang
tidak berdosa yang berinisiatif melakukan tindakan penyelamatan, penebusan dan
pemulihan atas manusia sebagai bagian dari keutuhan ciptaan-Nya dari kungkungan
dosa. Dialah sang pembebas dan penyelamat kita. Tanpa Dia kita tidak akan bisa
mencapai titik kemenangan dan kemerdekaan dari dosa dan maut.
Ada hal menarik
saudara-saudara dalam pembahasan kita kali ini. Yaitu bahwa karena dosa maka
manusia sudah seharusnya, sepantasnya dan dapat dipastikan akan berada dalam
penderitaan. Tapi kenyataannya sekarang, manusia pada umumnya tidak tahan
menderita. Bahkan sesungguhnya itulah yang merupakan sifat dasar manusia. Bisa
kita lihat ketika Bangsa Israel hendak dituntun Tuhan melalui perantaraan Musa
dan Harun yang menyertainya menuju tanah perjanjian. Apa yang terjadi ketika
mereka melewati padang gurun? Yang ada adalah mereka bersungut-sungut karena
kekurangan air dan makanan. Yang ada adalah mereka merasa jauh lebih baik
ketika hidup di bawah perbudakan Mesir. Padahal sebagai suku bangsa pilihan
Tuhan seharusnya iman mereka kokoh dan teguh. Apalagi ketika mereka tahu bahwa
perjalanan menuju tanah perjanjian itu adalah inisiatif Tuhan, dimana Tuhan
sendiri yang pasti akan memimpin, menyertai dan memelihara hidup mereka dalam
keadaan apa pun. Tetapi pada kenyataannya iman mereka tidak sedemikian kokoh.
Pengharapan mereka kepada Tuhan gampang pudar oleh karena desakan keadaan.
Kalau demikian kita pun patut mempertanyakan bagaimana sesungguhnya kasih
mereka kepada Tuhan? Demikian juga dengan kita. Bagaimana iman, pengharapan dan
kasih kita kepada Tuhan? Seberapa kokohkah iman itu terbangun dan terpelihara?
Saudara-saudara,
kalau kita mau melihat seberapa kokohnya iman, pengharapan dan kasih kita
kepada Tuhan acap kali kita tidak hanya bisa melihat dan menilai pada saat-saat
dimana kita sedang berbahagia dan bersukacita. Tetapi justru melalui penderitaan
dan kelemahan yang diizinkan Tuhan untuk kita alami di dalam hidup ini. Kita
bisa melihat contoh yang paling konkret.
Sebut saja Ayub. Ketika Ayub diizinkan Tuhan untuk mengalami penderitaan
yang teramat sangat, dia pun sampai pernah mengutuki hari kelahirannya sendiri.
Dia pun sempat ingin memperkarakan tentang hidupnya di hadapan Tuhan. Semuanya
itu tidak lain dan tidak bukan juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya
dimana saat itu istrinya dan teman-teman dekatnya mengatakan kepadanya supaya
dia meninggalkan Tuhan karena keadaannya yang sangat menderita itu. Tetapi
Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat menghargai proses keberimanan seseorang
termasuk Ayub. Dan terbukti ketika Ayub kembali bersetia kepada Tuhan , dimana
dia menyadari segala kesalahan dan kekeliruannya kepada Tuhan. Pun dia mau
sungguh-sungguh bahkan lebih sungguh lagi menyatakan kesetiaannya kepada Tuhan.
Dan dikisahkan ketika itu Tuhan menggantikan segala kepunyaan Ayub berlipat
ganda dan dia boleh kembali merasakan hidup dalam kesejahteraan seperti sedia
kala.
Yang menjadi
pertanyaan kemudian saudara-saudara kepada kita sekalian saat ini adalah apakah
memang sepantasnya kesetiaan kita kepada Tuhan semata-mata diukur dengan berkat
fisik yang akan kita terima sebagai imbalan dari kesetiaan kita kepada-Nya?
Bagaimana kalau kenyataan hidup kita sama seperti Paulus? Dimana Paulus
dikatakan sudah tiga kali berseru kepada Tuhan supaya utusan iblis itu mundur
daripadanya tetapi Tuhan justru mengatakan: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu.”
Bahkan Tuhan mengatakan bahwa dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.
Apakah hal itu bisa masuk di dalam logika kemanusiaan kita? Bahkan mungkin hal
ini sama dengan ketika orang-orang Yahudi dan orang-orang yang kontra terhadap
kekristenan mempertanyakan kenapa Kristus harus mati padahal Dia Tuhan.
Saudara-saudara,
fakta iman dan kasih yang Tuhan ingin nyatakan di dalam hidup kita acap kali
memang melampaui segala akal pikiran kita. Bahkan juga kerinduan-Nya agar kita
menerima damai sejahtera yang daripada-Nya. Dengan jelas Filipi 4:7
mengungkapkan bahwa damai sejahtera Allah memang melampaui segala akal. Dan
bahkan damai sejahtera Allah itulah yang akan memelihara hati dan pikiran kita
di dalam Kristus Yesus.
Jadi kita memang
acap kali tidak bisa membatasi Tuhan di dalam pikiran dan logika kita. Karena
ketika Tuhan sudah bisa kita batasi dengan pikiran dan logika kita maka pada
saat itu Dia bukan lagi menjadi Tuhan. Karena Tuhan adalah transenden dan
imanen. Dia adalah Allah yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Dia Maha
segala-galanya. Oleh karena itulah Dia disebut Tuhan. Dan itulah yang
membedakan antara Dia dengan kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Karena Dia
adalah pencipta. Dia adalah Sang Khalik. Dia yang menciptakan segala sesuatu
dari yang tidak ada menjadi ada. Dia yang menciptakan dunia dan alam semesta
kita dari keadaan tohu wavohu atau kekosongan tanpa bentuk menjadi sebuah
keteraturan yang indah dan dinamis seperti yang bisa kita nikmati sekarang. Dan
Dia yang tidak akan pernah meninggalkan buatan tangan-Nya.
Dengan kuasa dan
kasih-Nya yang sedemikian besar masihkah kita tidak yakin bahwa Dia mampu
melakukan segala hal tanpa terkecuali? Masihkah kita tidak yakin bahwa tidak
ada yang tidak mungkin bagi Tuhan? Termasuk untuk memimpin dan menyertai kita
di dalam kelemahan kita? Bahkan Dia sendiri adalah Tuhan yang pernah merasakan
saat-saat kelemahan ketika Dia harus menanggung dosa manusia di atas kayu salib
sebagai manusia seutuhnya. Dia pernah merasakan tiga kali jatuh dalam menjalani
jalan salib menuju Golgota. Tetapi dengan kekuatan dari BAPA sebagaimana
digambarkan ketika di Taman Getsemani malaikat Tuhan turun memberi kekuatan
kepada-Nya, maka Dia mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab-Nya dalam
rangka mewujudnyatakan karya penyelamatan
Allah atas umat manusia. Dia adalah Allah yang mengerti. Dia adalah
Allah yang peduli. Oleh karena itu datanglah kepada-Nya semua orang yang letih
lesu dan berbeban berat. Dia menjanjikan kelegaan kepada kita sekalian. Bahkan
sekalipun kita harus menghadapi penderitaan. Dia berkata bahwa kuk yang
kupasang itu enak dan ringan. Dialah yang memberikan keringanan di dalam kita
menanggung segala beban hidup kita. Pun di dalam kita menanggung segala derita
kita. Dengan tangan-Nya yang kuat kita dimampukan untuk berkata bahwa bersama
Tuhan kita cakap menanggung segala perkara. Bahkan seperti Paulus juga kita
akan dimampukan untuk memiliki hati yang rela dan senantiasa mengucap syukur
dalam segala keadaan, termasuk di dalam derita yang Tuhan izinkan terjadi di
dalam hidup kita. Terlebih ketika penderitaan itu adalah karena Kristus. Pada
saat itu dengan kemampuan dan kesanggupan yang daripada Tuhan sendiri kita akan
dimampukan untuk berkata bahwa jika aku lemah maka aku kuat. Oleh karena itu
janganlah takut dan gentar terhdap segala penderitaan yang akan dan harus kita
alami. Terlebih di dalam masa-masa zaman akhir menuju akhir zaman seperti
sekarang ini, dimana penderitaan memang harus ada dan harus kita alami.
Sabarlah menanggung segala penderitaan itu. Bertekunlah senantiasa dalam iman
dan dalam pembelajaran dan pemberitaan Injil. Bertekunlah juga di dalam doa
sebagai bukti bahwa kita berjaga-jaga sehingga kita tidak jatuh ke dalam
pencobaan. Pencobaan memang harus ada. Tetapi orang-orang yang teguh berdiri
dalam menghadapi segala pencobaan itu adalah orang-orang yang akan beroleh
mahkota kemenangan. Oleh karena itu kerjakanlah keselamatanmu senantiasa dengan
takut dan gentar. Berjuanglah senantiasa untuk menjadi orang-orang yang setia
sampai akhir hanya kepada Tuhan dan kebenaran-Nya. Yakinlah bahwa kasih karunia
Tuhan senantiasa menyertai kehidupan kita, terutama bagi tiap-tiap kita yang
percaya dan takut akan Dia. Marilah kita hidup sebagai orang-orang yang
senantiasa merasakan dan menikmati kecukupan kasih karunia Tuhan di dalam hidup
kita, baik di dalam suka maupun di dalam duka. Kiranya Tuhan senantiasa
memimpin, menyertai dan memberkati kehidupan kita. Amin.
Pokok Doa Khusus:
1.
Berdoa bagi perjalanan pemerintahan di Indonesia
sejak masa transisi kepemimpinan nasional saat ini sampai dengan seterusnya.
Biarlah kiranya Tuhan yang senantiasa memimpin, menyertai dan memberkati.
2.
Berdoa bagi Palestina.
Berdoa bagi para korban pesawat MH 17 dan sejenisnya,
terutama bagi keluarga yang sedang berduka. Biarlah kiranya Tuhan yang memberi
penghiburan, penguatan dan peneguhan.Sabtu, 12 Juli 2014
MENJADI ORANG-ORANG MUDA YANG PATUT DITINGGIKAN (1 Timotius 4:1-16)
Nats ayat 12: Jangan seorang pun
menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang
percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam
kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.
Saudara-saudara
kaum muda yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, kita baru saja melalui masa
dan momentum pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden pada tanggal 9
Juli 2014 yang lalu. Bersyukur bahwa sekalipun mungkin ada kekurangan di
sana-sini tetapi pemilu itu bisa kita jalankan dengan baik. Baiklah kita berdoa
bahwa setelah momentum pilpres yang kita lalui bersama, maka tidak akan terjadi
kerusuhan-kerusuhan yang berarti sebagaimana isu-isu yang dikabarkan melalui
media-media sosial yang pasti dapat kita amati bersama. Baiklah kita berharap
dan berdoa kepada Tuhan agar Dia sendirilah yang memberikan rasa aman dan damai
di dalam hati setiap simpatisan pendukung masing-masing calon sehingga tidak
ada satu pun di antara mereka yang memiliki niat dan upaya untuk menyulut
kerusuhan yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan keseharian setiap kita
sebagai warga bangsa. Baiklah kita berdoa agar kerukunan dan ketentraman hidup
bersama dapat kembali tercipta dan terbina setelah momentum pilpres 2014 sudah
boleh kita lalui.
Saudara-saudara,
kalau saya menyampaikan akan pesan sekaligus doa akan hal itu di mimbar yang
kudus ini, maka sesungguhnya saya tidak sedang menyampaikan orasi politik.
Tetapi bagi saya dorongan dan doa yang positif terhadap situasi stabilitas
bangsa dan negara Indonesia pasca pilpres merupakan kebutuhan sekaligus
keinginan kita bersama. Oleh karena itu sudah menjadi tanggung jawab kita
bersama untuk secara bersama-sama mewujudnyatakannya.
Satu hal yang
menarik yang saya mau ajak kita sekalian melihat dan merenungkannya adalah
melalui pertanyaan ini: Menurut saudara-saudara, apakah kira-kira yang orang
akan lihat dan pertimbangkan sehingga mereka akan memilih dan menentukan
pilihan atas satu figur untuk menjadi calon pemimpin yang ideal menurut mereka?
Yang pasti yang utama mereka akan melihat dari bobot dan kapasitas yang
dimiliki oleh masing-masing calon. Kemudian mereka akan melihat juga rekam
jejak calon yang akan mereka pilih. Baru yang terakhir mungkin tampilan fisik
calon pemimpin tersebut. Jadi jelas bahwa di dalam alam reformasi dan demokrasi
seperti sekarang ini tampilan fisik bukanlah segala-galanya untuk dijadikan
sebagai tolak ukur kepemimpinan. Lalu bagaimana dengan usia sang calon pemimpin?
Dengan kemenangan Jokowi yang berdasarkan hasil survei sementara dari lembaga
survei berhasil mengungguli Prabowo yang usianya sudah jauh lebih tua darinya
maka sudah jelas bahwa rakyat Indonesia menginginkan pemimpin muda yang dapat
membawa perubahan positif pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Menarik
karena tema kita saat ini adalah menjadi orang-orang muda yang patut
ditinggikan.
Saudara-saudara,
kalau kita melihat pada rentetan pemimpin-pemimpin nasional kita dari pertama
sampai sekarang, kita dapat pastikan bahwa jika Jokowi benar-benar ditetapkan
secara resmi oleh KPU sebagai presiden terpilih, maka dialah presiden termuda
sepanjang sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Kenapa dia dipilih? Sekali lagi
karena dia memiliki bobot dan rekam jejak yang baik sehingga rakyat menilai
bahwa dia patut diposisikan dalam jabatan yang tinggi sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan.
Bagaimana dengan
kita saudara-saudara? Bukankah di dalam nats bagian bacaan kita dengan jelas
diungkapkan bahwa jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau
muda. Jadi sesungguhnya Allah sangat mengapresiasi keberadaan orang-orang muda
sebagai pemimpin yang hidup termasuk di kalangan orang-orang percaya. Bahkan
kalau kita lihat Paulus sendiri sebagai rasul yang pernah berkiprah di Jemaat
Timotius dan yang dikenal sebagai penulis surat-surat Paulus kepada
jemaat-jemaat yang pernah ia layani, memang kita tidak dapat memastikan pada
usia berapa Paulus ditetapkan sebagai rasul Kristus karena Alkitab sendiri tidak
mencatat dengan pasti usia tersebut. Tapi kalau kita mau melihat sedari awal
peristiwa perjumpaan Paulus dengan Kristus di kota Damsyik atau Damaskus, maka
kita tahu bahwa Paulus yang dulunya Saulus itu sebelumnya adalah seorang yang
gagah berani dalam mengejar dan membinasakan orang-orang percaya. Betapa
digambarkan bahwa Saulus adalah seorang yang sangat berwibawa dan smart
termasuk dengan pengetahuan agamawinya yang sangat tinggi. Dia adalah orang
yang sangat berpengaruh di kalangan orang-orang Romawi kala itu. Maka saya
pribadi membayangkan bahwa Paulus yang dahulu bernama Saulus itu sangat mungkin
bukanlah seorang yang digambarkan sebagai orang dengan usia tua melainkan bisa
jadi digambarkan sebagai seorang yang muda belia yang penuh wibawa. Paling tidak
semangat dan antosiasmenya dapat disamakan dengan semangat dan antosiasme
orang-orang muda. Pun kalau kita mau melihat tokoh-tokoh Alkitab lain, sebut
saja Daud, maka Allah menetapkan Daud sebagai raja dalam usia yang sangat muda.
Dalam 1 Samuel 17:42 digambarkan dengan jelas bagaimana Daud masih muda,
kemerah-merahan dan elok parasnya. Saat itu orang Filistin menghinanya karena
menganggap ia masih muda. Tetapi Allah tetap memakainya sebagai alat di tangan
Tuhan. Dan Allah membuktikan bagaimana Daud pada akhirnya dapat mengalahkan
orang-orang Filistin itu.
Tidak hanya itu
saudara-saudara. Bahkan Yesus Kristus sendiri memulai debutnya sebagai Nabi
pada usia 30 tahun. Sebuah usia yang masih sangat muda. Sejauh yang saya pahami
mengenai pertanyaan kenapa Yesus baru memulai debutnya pada usia tersebut
adalah karena usia 30 tahun itulah yang dianggap sebagai usia minimal atau
ideal bagi seorang pemimpin atau seorang nabi untuk memulai karyanya di
kalangan masyarakat menurut tradisi Yahudi. Jadi jelas bahwa Tuhan kita adalah
Tuhan yang sangat menghargai tradisi dan tata nilai keteraturan masyarakat.
Saya ingin
mengulang sekali lagi pernyataan ini. Bahwa Allah sangat mengapresiasi
keberadaan orang-orang muda sebagai pemimpin termasuk di tengah kehidupan orang
percaya. Bukti yang paling jelas yang ada di dalam bagian bacaan kita adalah
Timotius. Sesungguhnya nats bagian bacaan kita ini muncul tidak lain dan tidak
bukan adalah untuk meneguhkan diri Timotius dalam menjalankan tugasnya
menghadapi para pengajar sesat di Jemaat Efesus, dimana digambarkan dalam
jemaat tersebut akan adanya orang yang murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat
dan ajaran setan-setan. Adanya tipu daya pendusta-pendusta. Adanya larangan
kawin dan adanya larangan untuk memakan makanan yang diciptakan Allah dengan
ucapan syukur.
Saudara-saudara,
itulah hal-hal yang dihadapi Timotius kala itu dalam pelayanannya di Jemaat
Efesus. Sebuah hal yang tidak ringan dan membutuhkan tanggung jawab besar. Oleh
karena itu Paulus ingin agar Timotius berdiri teguh dan jangan goyah dalam
melaksanakan tugasnya sekalipun ia masih muda. Paulus sangat memahami bahwa
Tuhan bisa memakai siapa pun untuk menjadi alat-Nya bahkan sekalipun ia masih
muda. Oleh karena itu Paulus dengan tegas mengatakan bahwa jangan ada seorang
pun yang menganggap engkau rendah karena engkau muda. Dengan demikian berarti
orang muda pun dapat menjadi seorang yang berbobot dan patut ditinggikan. Apa
kuncinya untuk menjadi orang muda yang berbobot dan patut ditinggikan itu? Kata
kuncinya adalah hidup berpadanan dengan Kristus dan kebenaran-Nya. Berpikir,
merasa dan bertindak seturut dengan pikiran, hati dan tindakan Kristus
(bdk.Filipi 2:5). Ketika kita dimampukan Tuhan untuk mencapai akan hal itu maka
lebih jauh lagi Tuhan ingin agar kita menjadi teladan hidup orang percaya, baik
dalam perkataan kita, tingkah laku kita, kasih kita, kesetiaan kita maupun
kesucian kita. Hal ini bukanlah hal yang ringan. Apalagi ketika kita menyadari
bahwa Roh memang penurut tetapi daging lemah. Oleh karena itu kita perlu terus
bergantung pada Tuhan sebagai pokok anggur yang benar agar kita dapat terus
berbuah lebat di dalam kebenaran. Kita perlu terus meminta agar Tuhan
memampukan kita agar kita dapat menjadi agen-agen kebenaran. Kita perlu terus
meminta agar Tuhan memimpin hidup kita sehingga kita siap untuk menjadi orang
yang dipimpin untuk memimpin. Jelas kata ditinggikan berarti hal itu bukan
semata-mata hasil usaha kita sendiri melainkan Allahlah yang memampukan kita.
Jika kita ingin menjadi orang-orang muda yang layak ditinggikan maka latihlah
diri kita bukan hanya dengan latihan badani yang terbatas gunanya melainkan
dengan kerajinan dan ketekunan kita beribadah dan merenungkan Firman Tuhan.
Karena Firman Tuhan senantiasa berguna untuk membangun. Firman Tuhan adalah
dasar dan fondasi dari rumah yang kokoh yang dibangun di atas batu dan bukan di
atas pasir. Jangan pernah melupakan dan meninggalkan Tuhan dan Firman-Nya.
Tentu pesan yang terdapat dalam nats bagian bacaan kita saat ini bukan hanya
diperuntukkan bagi Timotius tetapi juga bagi kita sekalian yang hadir dalam
ibadah saat ini. Kiranya Tuhan senantiasa memampukan kita untuk menjadi
orang-orang muda yang sedia dipimpin untuk memimpin sehingga kita dapat
mencapai taraf dimana kita dimampukan untuk menjadi orang-orang muda yang patut
ditinggikan dalam pola kepemimpinan yang kita terapkan di dalam hidup ini.
Ingatlah senantiasa bahwa setiap kita adalah pemimpin. Paling tidak setiap kita
adalah pemimpin untuk diri kita sendiri. Pun setiap kita dipanggil untuk menjadi
saksi Kristus dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi. Oleh
karena itu awasilah dirimu sendiri. Awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam
semuanya itu. Karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu
sendiri dan semua orang yang mendengar engkau. Tuhan memberkati kita sekalian.
Amin.
Pokok doa khusus: Berdoa
untuk Palestina.
Minggu, 22 Juni 2014
ROH KUDUS MEMERDEKAKAN DAN MENGHIDUPKAN (2 KORINTUS 3:1-18)
Saudara-saudara,
ketika kita mendengar kata kerja “memerdekakan,” maka kita pasti akan langsung
teringat dengan kata yang mendasarinya yaitu “merdeka.” Kalau kita mau
mengingat kepada masa-masa perjuangan
meraih kemerdekaan Indonesia dulu maka kita pasti akan teringat juga
dengan semboyan yang pernah ada saat itu yaitu “merdeka atau mati.” Dengan
ungkapan ini secara kasat mata kita dapat melihat bahwa hidup para pejuang kala
itu hanya ada dalam dua pilihan. Merdeka berarti selamat, bebas dari kungkungan
penjajahan dan pasti akan beroleh hidup. Sementara mati berarti benar-benar
bebas dari kehidupan dunia ini dan kembali ke hadapan Sang Pencipta. Tentu
sebagai orang percaya kita yakin dan percaya bahwa kematian bukanlah akhir dari
segalanya melainkan awal dari kehidupan baru bersama dengan Tuhan dalam
kekekalan yang sejati. Tapi tentu kalau kita membayangkan konteks pejuang kala
itu, maka yang menjadi cita-cita mereka adalah merdeka dan bukan mati. Karena dengan
merdeka berarti kemenangan, keselamatan, kebebasan dari penjajahan dan tentunya
hidup yang berhakikat itu sendiri dapat diraih. Dan yang jelas sekali lagi saya
tekankan bahwa kemerdekaan yang kita raih butuh perjuangan bahkan tetes darah,
keringat bahkan nyawa dari para pejuang kebangsaan kita. Makanya sampai
sekarang di setiap upacara bendera selalu ada bagian mengheningkan cipta untuk
mengenang jasa para pahlawan. Pun di dalam salah satu lagu kebangsaan kita
selalu diingatkan bahwa hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa
pengorbanan, demikian adanya, dan seterusnya.
Saudara-saudara,
di minggu sore hari ini saya mengajak saudara-saudara untuk merenungkan melalui
bagian bacaan kita 2 Korintus 3:1-18 tentang sebuah tema yaitu Roh Kudus
memerdekakan dan menghidupkan. Kalau kita perhatikan dengan seksama tema ini
maka kata memerdekakan di belakang kata Roh Kudus menunjukkan bahwa inisiatif
pemerdekaan kita dari dosa dan maut semata-mata berasal dari Allah melalui
Yesus Kristus dan peran Roh Kudus. Semua adalah karena pemberian dan anugerah
Allah. Oleh karena itu Alkitab dengan tegas mengatakan jangan ada yang
memegahkan diri karena semua bukan hasil usaha kita melainkan pemberian Allah.
Namun apakah dengan konteks dan konsep bahwa semua adalah pemberian Allah,
berarti Tuhan hanya ingin kita pasif saja? Ternyata tidak saudara-saudara.
Tuhan memanggil kita untuk menjadi bagian dari persekutuan orang-orang yang
percaya kepada-Nya. Ia rindu menanamkan iman percaya di dalam hati kita. Dan Ia
rindu agar kita mau meresponi dengan sepenuh kesadaran, kerinduan kita kepada
Tuhan serta kedewasaan kita panggilan Tuhan atas kita untuk menjadi orang-orang
percaya, dimana kita benar-benar percaya dan mengaku secara pribadi serta
menjadikan Tuhan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan juruselamat di
dalam kehidupan kita. Secara faktual dalam kehidupan bergereja hal itu ditandai
dengan memberi diri dibaptis, menjadi bagian dari satu keanggotaan gerejawi dan
mengambil bagian dalam pelayanan gerejawi dimana kita berada dan ditempatka n
Tuhan di dalam jemaat-Nya yang kudus. Bahkan lebih dalam lagi memelihara hidup
kudus dalam pimpinan, tuntunan dan pemeliharaan Tuhan karena kita adalah umat
gembalaan-Nya yang telah dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang
ajaib. Sebagaimana kata qadosy sendiri bermakna dipisahkan dari yang lain. Atau
dengan kata lain dikhususkan menjadi umat Allah yang kudus. Kita yang
seharusnya menerima hukuman dosa yang adalah maut itu telah dipilih dan
ditetapkan Allah melalui Yesus Kristus dan peran Roh Kudus untuk diangkat
menjadi anak-anak Allah dan memperoleh bagian sebagai warga Kerajaan Allah. Makanya kita seringkali dikatakan
sebasgai warga Kerajaan Allah yang ditempatkan Tuhan di tengah dunia ini.
Karena memang menurut janji Allah maka kewargaan kita bukanlah warga dunia ini
melainkan warga Kerajaan Sorga. Modalnya hanyalah percaya karena kita
diselamatkan karena iman.
Tapi yang menjadi
persoalan kemudian adalah apakah percaya saja cukup? Ternyata tidak juga
saudara-saudara. Alkitab dengan jelas mengungkapkan bahwa kita perlu
mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar. Dalam ungkapan Yesus
Kristus kepada para murid di Taman Getsemani, Ia dengan tegas berkata:
berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu tidak jatuh ke dalam pencobaan.
Ternyata kita perlu berdoa dan bekerja saudara-saudara. Jadi dengan kata lain,
antara berdoa dengan bekerja haruslah seimbang. Dan untuk setiap pekerjaan yang
kita lakukan yang tentunya kesemuanya itu adalah untuk mempermuliakan nama
Tuhan kita perlu melandasinya dengan doa. Karena melalui doa kita sedang
meminta pimpinan Tuhan. Melalui doa kita sedang meminta tuntunan Roh Kudus agar
melalui pekerjaan yang kita lakukan maka kita dapat mempermuliakan Tuhan.
Kalau kita mau
kembali kepada bagian bacaan kita saudara-saudara, di situ akan dengan jelas
kita temukan tentang peran Roh Kudus sebagai pribadi ketiga dari Allah
Tritunggal yang tidak lain adalah Allah sendiri yang memerdekakan dan
menghidupkan. Tentu kita sudah sama-sama tahu bahwa kemerdekaan dan keselamatan
yang kita raih sebagai anugerah dari Tuhan itu diwujudnyatakan melalui karya
penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus, yaitu melalui kematian dan
kebangkitan-Nya. Dan hingga kini kita pun sudah sama-sama tahu bahwa Yesus
Kristus telah naik ke Sorga dan telah kembali duduk di sebelah kanan Allah BAPA
sebelum nantinya akan kembali sebagai hakim yang adil untuk yang kedua kali.
Dan kita juga sudah sama-sama tahu bahwa sebelum kenaikan-Nya ke Sorga, Kristus
menjanjikan penolong yang lain yaitu Roh Kudus yang adalah Allah sendiri yang
akan terus menyertai kehidupan para murid dan juga kehidupan kita sampai dengan
saat ini bahkan sampai akhir zaman. Itulah janji-Nya yang dituliskan di dalam
Alkitab dan yang dengan iman kita percaya bahwa hal itu pasti akan terjadi.
Bahkan ketika kita sekarang sedang berada dalam momentum peringatan pentakosta,
hendaknya kita semakin disadarkan tentang pentingnya peran Roh Kudus di dalam
hidup kita. Ia yang menginsafkan kita akan dosa. Ia yang mengingatkan kita kepada
Firman dan mengarahkan kita kepada kebenaran. Ia yang akan terus berupaya
meluruskan jalan-jalan hidup kita sehingga kita dapat benar-benar menjadi
orang-orang yang berkenan di hadapan Tuhan. Ia memimpin kita kepada hidup dan
menjauhkan kita daripada kebinasaan. Bahkan Ia ada di dalam hati kita. Ia
berperan melalui suara hati kita. Oleh karena itu kita perlu terus mengasah
hati nurani kita supaya tidak menjadi tumpul melalui ketekunan kita dalam doa
dan perenungan Firman Tuhan.
Secara jelas ayat
ke-17 dari 2 Korintus pasal 3 mengungkapkan dan mempersaksikan “Sebab Tuhan
adalah Roh. Dan dimana ada Roh Allah di situ ada kemerdekaan...” Yang menjadi
pertanyaan adalah kenapa kita masih perlu peran Roh Kudus untuk memerdekakan
kita? Apakah karya penebusan Kristus tidak cukup menjadi jaminan bahwa kita
telah dimerdekakan? Jawabannya adalah karena kita masih hidup di dalam dunia.
Dan sebagai manusia yang masih punya kedagingan dibarengi dengan tawaran dunia
yang beraneka ragam dan menggiurkan, maka kita masih perlu pimpinan dan
tuntunan Roh Kudus agar kita tidak kembali terjerat di dalam dosa melainkan
kita sungguh-sungguh dapat menjadi hamba kebenaran dan bukan hamba dosa. Kenapa
demikian saudara? Karena Alkitab berkata bahwa iblis berkeliling. Ia mengaum
seperti singa yang hendak memangsa dan menjerat manusia termasuk kita
orang-orang percaya untuk kembali ditarik menjadi bagian dari kawanannya karena
ia tidak mau masuk neraka sendirian. Kita juga perlu menyadari bahwa Roh memang
penurut tetapi daging lemah. Itulah sebabnya kita butuh peran Roh Kudus yang
memerdekakan dan menghidupkan. Bahkan kalau kita lihat di dalam bagian bacaan
kita maka akan terlihat peran Roh Kudus yang menghidupkan pelayanan yang
dilakukan oleh Paulus dan para pelayan perjanjian baru, khususnya di Jemaat
Korintus. Bahkan peran Roh Kudus yang menghidupkan pelayanan itu terlihat nyata
melalui gambaran Jemaat Korintus yang digambarkan oleh Paulus di dalam ayat
yang ke-3 dimana mereka disebut sebagai surat Kristus. Artinya di sini mereka adalah
jemaat yang menyukakan hati Tuhan. Dengan kata lain mereka telah menjadi
orang-orang yang sungguh-sungguh lahir baru. Dilahirkan kembali menurut Roh dan
bukan sekedar menurut hukum-hukum tertulis. Bahkan Paulus menekankan tentang
hal ini di dalam ayat yang ke-6, bahwa hukum tertulis itu mematikan tetapi Roh
menghidupkan. Apakah itu berarti hukum menjadi tidak berguna? Tentu saja tidak
saudara-saudara. Karena Alkitab sendiri mempersaksikan bahwa Yesus datang bukan
untuk meniadakan hukum taurat tetapi untuk memperbaharuinya. Hal ini mau
menggambarkan bahwa di mata Tuhan dan di tangan Tuhan, hukum tidak lagi menjadi
sesuatu yang kaku, yang hanya berisi aturan-aturan yang baku tanpa nilai
fleksibilitas sama sekali. Sebut saja contoh mengenai hukum hari Sabat. Para
guru Yahudi secara sah dan meyakinkan mengatakan bahwa setiap orang tanpa
terkecuali tidak boleh mengerjakan apapun di hari sabat. Tapi Yesus Kristus
mendobrak akan hal itu dan berupaya melakukan pembaharuan atasnya. Satu hal
yang perlu kita sadari bersama adalah bahwa hukum yang terutama adalah hukum
kasih sebagaimana telah diajarkan-Nya kepada kita. Kasihilah Tuhan Allahmu,
kasihilah sesamamu manusia dan bahkan kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi
mereka. Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena Allah sendiri adalah
kasih. Barangsiapa tinggal di dalam kasih, maka ia tinggal di dalam Allah dan
Allah di dalam dia.
Kalau kita mau
melihat contoh tentang cara hidup jemaat yang pertama dalam Kisah Para Rasul
pasal yang kedua, maka di sana akan sangat terlihat dimana masing-masing
anggota jemaat saling mengasihi. Pun mereka hidup dalam pimpinan dan penyertaan
Roh Kudus, sehingga hasilnya pun tampak nyata bahwa mereka tidak hanya
bertumbuh secara kualitas melainkan juga kuantitas dimana jumlah mereka terus
ditambahkan oleh Tuhan dari hari ke sehari.
Saudara-saudara,
bagaimana dengan kita saat ini? Apakah kita sungguh-sungguh meyakini bahwa Roh
Kudus sungguh-sungguh berperan di dalam hidup kita? Bahkan juga di dalam
pelayanan yang sedang kita kembangkan saat ini? Apakah kita sungguh-sungguh
meyakini bahwa Roh Kudus adalah Roh yang akan senantiasa memerdekakan dan
menghidupkan? Jika ya, marilah kita sama-sama bertekad untuk sungguh-sungguh
hidup di dalam Roh yang akan senantiasa memperbaharui diri dan hidup kita.
Marilah kita terus berlatih bukan hanya dengan latihan badani yang terbatas
gunanya tetapi juga melalui ketekunan kita dalam ibadah kita dan persekutuan
kita dengan Tuhan, pun dengan sesama orang percaya. Dari sanalah kita akan
dapat senantiasa merasakan dan mengalami kekuatan Roh Kudus yang memerdekakan
dan menghidupkan. Kiranya Tuhan melalui Roh Kudus-Nya senantiasa memimpin,
menyertai dan memberkati kita sekalian. Amin.
Sabtu, 14 Juni 2014
HIDUP DENGAN KEKUATAN ROH KUDUS (1 Tesalonika 1:2-10; Matius 26:41)
Saudara-saudara,
sungguh merupakan sebuah kebahagiaan besar bahwa kita sudah boleh melalui
dengan indah masa peringatan kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke Sorga dan kini
kita boleh berada di masa-masa peringatan turunnya Roh Kudus atau yang biasa
kita kenal dengan istilah Pentakosta. Sebuah masa dimana Roh Kudus dicurahkan
ke dalam diri para murid Yesus sebagai bukti penggenapan janji Yesus Kristus
bahwa Dia akan menyediakan penolong yang lain yaitu Roh Kudus yang merupakan
pribadi ketiga dari Allah Tritunggal dan yang adalah Allah sendiri. Dengan
demikian nyatalah bahwa penyertaan Allah tak pernah berkesudahan.
Saudara-saudara bisa perhatikan pernyataan ini: “Penyertaan Allah tidak pernah
berkesudahan.” Dalam konteks pencurahan Roh Kudus maka penyertaan Allah
dinyatakan melalui karya dan kekuatan Roh Kudus di dalam hidup para murid
bahkan di dalam hidup setiap kita sampai dengan saat ini. Kemudian akan muncul
pertanyaan paling mendasar. Kenapa kita memerlukan penyertaan dan bahkan
kekuatan Roh Kudus di dalam hidup kita? Apakah kita sebagai manusia adalah
sosok yang begitu lemah sehingga kita membutuhkan Roh Kudus yang tidak lain
adalah pribadi Allah sendiri yang menyertai dan terus akan menguatkan dan
meneguhkan kita? Injil Matius 26:41 dengan tegas mengungkapkan kebenaran fakta
tentang manusia, yaitu bahwa Roh memang penurut tetapi daging lemah. Yang
menjadi pertanyaan di sini adalah Roh siapa yang dikatakan penurut itu? Kalau
kita berbicara mengenai daging yang lemah, maka kita bisa dengan cepat
mengetahui bahwa daging yang dimaksud adalah kemanusiawian kita. Dosa telah
membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah. Dosa telah membuat hubungan antara
manusia dengan Allah menjadi terputus. Kehilangan kemuliaan Allah yang dialami
oleh manusia telah membuat gambar dan keberadaan diri manusia berubah seketika.
Dari oknum yang dipercaya penuh oleh Allah bahwa manusia akan dapat memenuhi
seluruh mandat Allah kepadanya menjadi oknum yang tidak seratus persen bisa
dipercaya. Dengan kata lain ada kecenderungan untuk tidak bisa dipercaya.
Dengan demikian manusia tidak selamanya bisa dipercaya untuk berada di jalur
atau koridor yang baik dan benar. Manusia bisa salah jalan. Manusia bisa salah
langkah. Dan gambaran yang paling jelas di dalam Alkitab yang menunjukkan
saat-saat dimana manusia salah dalam memilih jalan dan langkah dengan kehendak
bebasnya adalah ketika Adam dan Hawa lebih memilih untuk melakukan pembiaran
ketika dirinya diperdaya iblis untuk memakan buah pengetahuan tentang yang baik
dan yang jahat yang sesungguhnya Allah melarang mereka untuk memakannya
ketimbang mematuhi dan menaati mandat Allah. Dosa menjadikan manusia menjadi
cemar dan lemah karena manusia sudah kehilangan kemuliaan Allah. Bahkan manusia
memiliki kecenderungan untuk acap kali dikuasai hawa nafsu yang tidak jarang
berujung pada nafsu jahat. Kehilangan kemuliaan Allah dan putusnya hubungan
antara manusia dengan Allah menjadikan manusia memiliki kecenderungan
memberontak dan melepaskan diri dari kontrol Allah dan dengan demikian manusia
lebih cenderung untuk mengandalkan kekuatannya sendiri tanpa mau menghiraukan
bahwa dirinya yang sesungguhnya lemah itu membutuhkan kekuatan Allah yang Maha
Kuat. Dengan demikian nyatalah bagi kita bahwa Roh yang penurut yang
dimaksudkan di dalam Alkitab menunjuk kepada Roh Kudus yang ditinggalkan Allah
bagi kita. Yang bersemayam di dalam hati dan pikiran kita. Persoalannya bagi
kita adalah kita seringkali melupakan bahwa ada peran Roh Kudus dalam segenap
kehidupan kita. Ada peran Roh Kudus dalam segenap langkah hidup kita. Dan oleh
karena itu kita perlu mengakui segenap kelemahan kita di hadapan Tuhan. Dan
kita perlu memohon curahan Roh Kudus yang akan senantiasa menuntun, menguatkan
dan meneguhkan langkah hidup kita. Karena di dalam hidup ini tidak selalu hanya
akan ada matahari tanpa ada hujan dan badai. Tapi dengan kekuatan Roh Kudus
kita dimampukan Tuhan untuk melewati berbagai badai kehidupan yang ada di dalam
hidup kita. Kuncinya adalah kita perlu terus beriman dan berpengharapan kepada
Tuhan, karena Alkitab berkata dengan iman sebesar biji sesawi pun kita dapat
memindahkan gunung. Gunung yang dimaksud adalah gunung persoalan kehidupan
kita, gunung kegundahan, gunung ketidakdamaian dan ketidaksejahteraan. Dengan
kata lain masalah dan pergumulan boleh datang silih berganti. Tetapi kita boleh
beroleh kepastian bahwa di dalam Tuhan kita cakap menanggung segala perkara.
Mengungkapkan akan
hal ini begitu mudah saudara-saudara. Tapi dalam pelaksanaannya tidak semudah
itu. Sebagai manusia, apalagi yang hidup di kota besar seperti Jakarta dan
sekitarnya kita acap kali terjebak dengan mobilitas kehidupan kita. Hal itu
membuat kita acap kali tidak punya waktu dan tidak terbiasa untuk berpikir dan
berdiam diri. Bertanya pada Tuhan dan meminta pimpinan Roh Kudus tentang
berbagai hal yang akan kita lakukan. Dan bertanya pada Tuhan akan perkenana n
Tuhan atas apa yang hendak kita lakukan. Tidak jarang kekurangan waktu dan
ketidakterbiasaan kita untuk merenung dan berdiam diri di hadapan Tuhan itu
menjadikan kita salah jalan, salah langkah dan salah persepsi. Tidak jarang
kesalahan yang kita lakukan mendukakan hati sesama kita bahkan lebih jauh lagi
mendukakan hati Tuhan. Ketika kita sungguh-sungguh menyadari bahwa peran Roh
Kudus adalah menginsafkan orang akan dosa dan Firman Tuhan sebagaimana tercatat
juga di dalam surat 1 Tesalonika 1:5, maka sudah barang tentu kita akan berkata
bahwa kita perlu peran Roh Kudus di dalam hidup kita. Kita perlu kekuatan Roh
Kudus yang akan terus menguatkan dan meneguhkan langkah hidup kita, terutama
ketika kita menjadi lemah di dalam kemanusiawian kita. Kita sepatutnya
senantiasa bersyukur bahwa Tuhan menempatkan Roh Kudus-Nya di dalam hati kita.
Dia berperan melalui suara hati kita senantiasa. Suara hati yang senantiasa
menegur dan mengarahkan kita kepada kebenaran. Oleh karena itu kita perlu terus
mengasah suara hati kita agar tidak menjadi tumpul. Kita perlu terus bertekun
dalam doa dan kebenaran Firman Tuhan, baik dalam perenungan dan permenungan
kita secara pribadi maupun dalam persekutuan orang percaya. Kiranya Tuhan
senantiasa menguatkan dan meneguhkan langkah hidup kita melalui Roh Kudus-Nya
yang akan senantiasa menolong kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.
Langganan:
Postingan (Atom)