Rabu, 31 Desember 2014

KARAKTER KRISTUS VS KARAKTER KAMBING KAYU (FILIPI 2:1-11)

Saudara-saudara, dari berbagai info yang dapat kita peroleh baik di media cetak maupun media elektronik dapat kita ketahui bersama bahwa berdasarkan perhitungan shio maka tahun 2015 ini dikategorikan sebagai tahun kambing kayu. sci-pusat.blogspot.com › Shio menuliskan sebuah kutipan pepatah Cina yang mengatakan bahwa tiga kambing membawa harmoni dan kemakmuran. Shio kambing juga merupakan shio ke-8 dari dua belas shio yang ada dalam zodiak Cina. Dan angka 8 dalam tradisi Cina juga merupakan angka yang dapat memberikan keberuntungan serta melambangkan perdamaian dan kemakmuran. Secara umum orang yang lahir dalam tahun kambing kayu adalah orang yang murah hati, adil, baik hati, lemah lembut dan peduli terhadap orang lain. Bukankah secara kasat mata kita dapat melihat bahwa ciri-ciri yang ditunjukkan dalam shio ini adalah baik? Ya, tetapi apa yang membedakannya dengan karakter Kristus? Saudara, Kristus di dalam setiap ajaran-Nya selalu menekankan tentang hal-hal baik kepada setiap umat-Nya. Bahkan di dalam Mazmur 37:27-28 dikatakan dengan jelas satu perintah agar kita menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik supaya kita akan tetap tinggal untuk selama-lamanya. Sebab Tuhan mencintai hukum dan Ia tidak meninggalkan orang-orang yang dikasihi-Nya. Sampai selama-lamanya mereka akan terpelihara. Tetapi anak cucu orang-orang fasik akan dilenyapkan. Saudara, mari kita perhatikan ungkapan di atas bahwa Tuhan mencintai hukum. Dan kita tahu bersama bahwa hukum yang pertama dan terutama sebagaimana yang Yesus Kristus ajarkan kepada kita adalah hukum kasih, dimana kita diminta untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, dan bahkan mengasihi musuh kita serta berdoa bagi mereka. Bukan menjadi hal yang mengherankan karena memang hakikat Allah adalah kasih. Barangsiapa tinggal di dalam kasih maka dia tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam dia (1 Yohanes 4:16). Bahkan bagian bacaan kita saat ini telah memaparkan bukti nyata kasih Allah dalam Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, tetapi tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Dia rela mengambil rupa seorang hamba bahkan taat sampai mati di kayu salib. Dia rela menjadi miskin supaya kita menjadi kaya karena kemiskinan-Nya. Saudara, kita tahu bersama bahwa di dalam Kristus Sang Penebus itu ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Semua bukan hasil usaha kita melainkan pemberian Allah. Termasuk anugerah keselamatan dan jaminan hidup kekal yang kita peroleh sebagai jaminan bagi orang percaya. Oleh karena itu marilah kita sempurnakan sukacita-Nya atas kita dan kita landasi sukacita kita di dalam Dia dengan melakukan hal ini: “Hendaklah kita sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan...” (lihat ayat ke-2 dan seterusnya). Selamat tahun baru 2015. Selamat meneladani Kristus. Tuhan memberkati.

TAHUN BARU SUNGGUH INDAH


Rabu, 24 Desember 2014

Natal, Kristus Lahir? Berefleksi Dari Efesus 3:14-17

Pembaca yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, kalau kita mengamati secara harafiah tema ini, kita mungkin akan bertanya kenapa tema ini justru mempertanyakan tentang kelahiran Kristus? Bukankah natal memang merupakan sebuah peringatan dan perayaan akan kelahiran Kristus? Tapi kenapa tema ini justru mempertanyakan akan hal itu? Saudara-saudara, saya justru ingin menegaskan kepada kita sekalian bahwa tema ini sama sekali bukan untuk mempertanyakan kebenaran tentang sejarah kelahiran Tuhan Yesus Kristus sebagaimana dipersaksikan di dalam Alkitab, Firman Allah. Penulis (red’saya) tentulah sangat percaya dan mengimani sepenuhnya kebenaran Firman Tuhan yang adalah ya dan amin. Jadi sangat tidak mungkin saya ingin mempertanyakan kebenaran tentang kelahiran Tuhan Yesus Kristus ke dalam dunia dalam perspektif sejarah Tuhan sebagaimana dipersaksikan kebenarannya di dalam Alkitab. Namun yang ingin saya tuju dan soroti di sini adalah justru perihal kelahiran Tuhan Yesus Kristus di dalam hati setiap kita sebagai orang percaya. Karena saya percaya bahwa natal tidak hanya berhenti pada peringatan dan perayaan kelahiran Tuhan Yesus Kristus ke dalam dunia secara fisik semata, melainkan akan berlanjut pada pertanyaan dan pergumulan tentang apakah Yesus Kristus sudah benar-benar lahir, hadir, meraja dan memerintah di dalam hati kita? Saudara-saudara, sebagai orang percaya tentu kita beriman dan percaya kepada-Nya sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi. Iman percaya kita itu pun didukung oleh kebenaran Firman Tuhan yang mempersaksikan kebenaran-Nya yang hakiki. Salah satunya kita bisa lihat di dalam Injil Yohanes 3:16, dimana dikatakan di sana bahwa karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Dengan demikian beriman dan percaya kepada Tuhan menjadi hal yang sangat penting bagi setiap kita. Memelihara iman dan percaya kita kepada Tuhan pun menjadi hal yang sangat penting. Pun mengaplikasikan iman percaya kita dalam tindakan nyata di dalam keseharian hidup kita juga menjadi hal yang sangat penting. Karena melalui tindakan nyata kitalah maka sesungguhnya kita sedang mempersaksikan kebenaran iman kita kepada sesama kita, terutama bagi mereka yang belum percaya. Dengan demikian iman kita bukanlah menjadi iman yang mati melainkan menjadi iman yang hidup (bdk.Yakobus 2:14-26). Dalam kaitan pemeliharaan iman kita secara pribadi pun Tuhan senantiasa mengingatkan kepada kita melalui Firman-Nya agar kita tidak sekali-kali pun menjauhkan diri dari persekutuan ibadah (bdk. Ibrani 10:25). Karena hanya melalui persekutuan ibadahlah kita dapat senantiasa disegarkan akan kebenaran Firman Tuhan bagi pertumbuhan dan penyegaran iman kita (bdk.1 Korintus 3:6). Dalam 1 Korintus 3:6 memang dikatakan bahwa Allah yang memberi pertumbuhan. Tetapi Allah juga memakai setiap orang yang dipilih dan dipakai-Nya sebagai rekan sekerja di ladang-Nya untuk bersama-sama membangun jemaat dan memberi penyegaran di dalam pertumbuhan, perkembangan dan penyegaran iman jemaat. Dalam masa-masa sekarang ini kita dapat melihat peran tersebut khususnya dalam peran pendeta dan para pekabar Injil. Dengan demikian tidak seharusnya membuat setiap kita yang bukan merupakan pejabat khusus gerejawi (red’pendeta) menjadi perlu dan harus berkecil hati. Karena setiap kita pun dipanggil dan dipilih-Nya untuk menjadi saksi-Nya dari Yerusalem, Yudea, Samaria bahkan sampai ke ujung bumi. Yerusalem acap kali mau menggambarkan tentang internal diri kita sendiri, keluarga kita dan orang-orang yang dekat dengan kita. Memang benar saudara-saudara bahwa sebelum Tuhan mempercayakan kita perkara yang besar, Tuhan acap kali ingin melihat kesetiaan kita di dalam perkara yang lebih kecil terlebih dahulu. Barulah Ia akan mempercayakan kita perkara yang lebih besar sesuai dengan waktu, kehendak dan rencana-Nya. Demikian pun sebelum kita berbicara tentang perkara membangun jemaat dan atau membangun bangsa dan negara dalam konteks yang lebih luas, maka kita acap kali perlu diuji perihal kemampuan kita membangun diri kita sendiri dan atau keluarga kita. Karena keluarga adalah merupakan bagian terkecil dari jemaat dan atau negara. Jadi jangan tunda waktunya untuk menjadi saksi-Nya. Langkah pertama adalah di dalam dan melalui keluarga kita sendiri. Marilah kita terus berupaya membangun keluarga kita sehingga keluarga kita dapat menjadi keluarga yang mampu mempersaksikan kasih, kemurahan dan kuasa Tuhan bagi sesama dan jemaat. Marilah kita menjadikan bahtera keluarga kita menjadi bagian dari bahtera keluarga Kerajaan Allah. Marilah kita benar-benar menyadari bahwa kita adalah warga Kerajaan Allah yang ditempatkan Tuhan di tengah dunia ini untuk menjadi perpanjangan tangan dan mulut Allah. Dengan kesadaran akan hal itu kita akan senantiasa terdorong untuk mempersaksikan kebenaran, keadilan dan kasih Allah bagi dunia dimanapun kita ditempatkan. Jangan pernah menganggap kecil peran kita bagi kemuliaan nama-Nya, melainkan apapun peran kita lakukanlah itu untuk kemuliaan nama Tuhan dan menjadi kesaksian tentang-Nya. Apapun yang kita perbuat, perbuatlah dengan segenap hati kita seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (lihat Kolose 3:23). Dengan demikian jelaslah bahwa kita perlu mempersembahkan seluruh hidup dan diri kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Tuhan karena itu adalah ibadah kita yang sejati (lihat Roma 12:1). Jadi jelaslah bahwa hidup kita bukanlah milik kita lagi melainkan hidup kita adalah milik Tuhan. Karena kita adalah orang-orang yang telah ditebus Tuhan dan harganya telah lunas dibayar.Dengan demikian sekarang kita menjadi milik kepunyaan-Nya. Jadi menjadi hal yang sangat wajar ketika Tuhan menuntut kita untuk menjadi saksi-Nya, perpanjangan tangan dan mulut-Nya. Menjadi hal yang sangat wajar ketika Tuhan meminta kita melayani-Nya melalui apapun talenta yang diberikan-Nya kepada kita. Terlebih ketika Kristus sungguh-sungguh lahir di dalam hati kita. Maka setiap kita dipanggil dan dipilih-Nya untuk menjadi kitab-kitab terbuka yang dapat dibaca oleh sesama kita. Pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan dalam rangka menunjukkan identitas keberimanan kita kepada Tuhan, baik dalam kaitan hubungan vertikal kita dengam Tuhan maupun dalam hubungan horisontal kita dengan sesama? Jawabannya ada di dalam Efesus 3:14-17. Dalam kaitan hubungan vertikal kita dengan Tuhan maka kita perlu terus menjaga relasi dan komunikasi kita dengan Bapa. Kita perlu terus berdoa kepada-Nya supaya Ia menurut kekayaan kemuliaan-Nya menguatkan dan meneguhkan iman kita melalui Roh Kudus-Nya di dalam batin kita (lihat ayat 14-16). Barulah dengan demikian kita dapat benar-benar mengalami bahwa Kristus diam di dalam hati kita dan kita dapat berakar serta berdasar di dalam kasih. Setelah itu kita pasti akan dimampukan untuk mempersaksikan kasih Allah di dalam hidup kita dan melalui hidup kita kepada sesama. Saudara-saudara, natal niscaya akan senantiasa berbicara dan mengungkapkan tentang kasih. Tanpa kasih Allah yang begitu besar akan dunia ini, maka Kristus tidak akan terlahir ke dalam dunia untuk melaksanakan karya penyelamatan Allah atas umat manusia dan keutuhan ciptaan. Hal ini juga sudah pasti akan mempersaksikan kebenaran tentang hakikat Allah yang adalah kasih. Bahkan dikatakan di dalam 1 Yohanes 4:16 bahwa barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dengan demikian natal seharusnya senantiasa mengingatkan kita akan kasih Allah dan meneguhkan keterpanggilan kita untuk menjadi agen-agen penyalur kasih Allah atas dunia ini. Ketika kita mengatakan bahwa Kristus telah lahir di dalam hati kita, maka pastilah yang akan terpancar dari dalam diri kita adalah kasih, kebenaran dan keadilan Allah. Dan itulah yang pasti akan senantiasa kita wujudnyatakan di dalam hidup kita bersama dengan sesama dimanapun dan kapanpun. Oleh karena itu, melalui renungan ini saya mengajak kita sekalian secara bersama-sama mengintrospeksi diri dan merefleksikan diri kita. Sudahkah yang terbaik kita berikan bagi Tuhan? Berapa yang terhilang telah kita cari? Sudahkah kita bebaskan yang terbelenggu? Atau justru kita biarkan tegar mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan tangan Tuhan melalui keberadaan kita? Melalui renungan ini kita diajak untuk bersama-sama merenungkan, meresapi dan melakukan kebenaran Firman Tuhan. Tuhan ingin agar ketika kita sungguh-sungguh sadar bahwa Kristus telah lahir di dalam hati kita, maka kita pun mau sungguh-sungguh mewartakan kasih, kebenaran dan keadilan Tuhan kepada sesama. Bukan hanya melalui mulut kita. Tetapi juga melalui tindakan nyata kita kepada sesama kita. Ketika kita sungguh-sungguh menyadari bahwa di tengah masyarakat kita dan dunia masih ada begitu banyak orang terbelenggu yang perlu ditolong, maka kita juga akan siap dipanggil dan ditempatkan Tuhan di tengah-tengah keberadaan mereka. Bukan justru mengambil jarak atas keberadaan mereka dan tetap mau berada di dalam kondisi kenyamanan kita. Melainkan mau terjun dan ambil bagian dalam ketidaknyamanan sesama kita dan menolong mereka keluar dari kondisi ketidaknyamanan yang mereka alami. Mau berbagi dan berbela rasa dengan mereka sebagaimana Kristus juga mau berbagi dan berbela rasa dengan umat manusia. Itulah yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan, terutama di dalam kita menyambut natal yang menjadi momentum kelahiran Kristus ke dalam dunia, dan bahkan menjadi momentum kelahiran Kristus di dalam hati kita. Sebagaimana Filipi 2:1-3 mengatakan: Jadi karena di dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan. Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. Perhatikan ayat yang ke-3. Selamat natal 2014 dan tahun baru 2015. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Minggu, 30 November 2014

IRI HATI MEMADAMKAN CINTA (KEJADIAN 37:1-11; 27-28 & 36)


Saudara-saudara kekasih Kristus, bagi saudara yang suka nonton sinetron atau nonton di youtube, maka kita pasti tahu ada satu lagu yang sedang buming saat ini yaitu sakitnya tuh di sini. Ada begitu banyak orang suka mendengarkan lagu itu dan bahkan mensubscribe tayangan video Youtube tersebut. Yah, oke lah kalau memang mau dibilang bahwa dari segi musikalitasnya bagi sebagian orang sangat bagus dan enak untuk dinikmati. Terutama bagi para penikmat genre musik dangdut. It’s oke. Just for fun. Tapi menurut saya keberadaan lagu ini sesungguhnya menggambarkan kondisi dan keberadaan nyata manusia yang kesemuanya pasti punya hati. Oleh karena itu tiap-tiap manusia punya kemungkinan untuk bisa merasakan dan mengalami sakit hati.
                Hal yang sama dialami juga oleh saudara-saudara Yusuf dalam bagian bacaan kita saudara. Kita tahu berdasarkan kesaksian Alkitab bahwa Yusuf yang adalah anak kesayangan Yakub yang kemudian diganti namanya oleh Tuhan menjadi Israel (lihat Kejadian 32:22-32). Terutama di ayat yang ke-28. Di situlah kita dapat menemukan arti kata Israel yaitu engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia; dan engkau menang. Arti nama Israel yang dikenakan Allah pada diri Yakub ini berbeda sekali dengan arti nama Yakub itu sendiri yang berarti seorang penipu (bdk.Kejadian 27:36).
                Saudara-saudara, kembali kepada kisah Yusuf. Bagian bacaan kita mengungkapkan bahwa kala itu Yusuf bermimpi dan ia menceritakan semua mimpinya itu kepada saudara-saudaranya. Mimpi yang pertama yang ia ceritakan adalah mimpi tentang berkas Yusuf yang tegak berdiri sementara berkas-berkas saudaranya sujud menyembah kepadanya. Dan mimpi yang kedua yang juga ia ceritakan kepada saudara-saudaranya adalah tentang matahari, bulan dan sebelas bintang yang sujud menyembah kepadanya. Mendengar kedua cerita itu maka muncullah rasa iri di dalam hati saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf. Dan singkat cerita saudara-saudaranya meluapkan kebencian dan rasa iri hati mereka terhadap Yusuf dalam sebuah niatan untuk mencelakai dan membunuh Yusuf. Kita tahu latar belakang dari kelanjutan cerita ini adalah ketika Yusuf disuruh oleh ayahnya Israel untuk pergi bersama saudara-saudaranya ke hutan untuk berburu. Di sanalah saudara-saudara Yusuf bersiasat untuk mencelakai dan membunuh Yusuf. Namun Ruben, salah satu saudara Yusuf yang saat itu berhasrat untuk melepaskan Yusuf dari tangan saudara-saudaranya yang lain akhirnya mengatakan agar Yusuf jangan dibunuh. Singkat cerita Yusuf yang saat itu sudah sempat dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya akhirnya diangkat dari dalam sumur dan akhirnya dijual kepada orang-orang Midian yang lewat di situ. Orang-orang Midian itu pun pada akhirnya menjual Yusuf kepada Potifar, seorang pengawal istana Firaun, kepala pengawal raja di Mesir. Tentu kita yang sudah seringkali mendengar akan kisah ini pasti tahu bagaimana kelanjutan hidup Yusuf setelah itu. Dalam kisah selanjutnya ada kisah dimana Yusuf menjadi orang kepercayaan Potifar di rumahnya. Ada juga kisah tentang Yusuf yang difitnah oleh istri Potifar dan Yusuf di dalam penjara.
                Namun Tuhan tidak pernah meninggalkan Yusuf dalam segala keadaan hidupnya karena Tuhan tahu bahwa Yusuf adalah orang yang setia kepada Tuhan. Bahkan segala penderitaan yang Yusuf alami dapat dipakai Tuhan untuk menyatakan kasih dan penyertaan Tuhan atas diri Yusuf, dimana kasih dan penyertaan Tuhan itu sangat luar biasa, Kenyataan hidup Yusuf hendak menyatakan maksud Tuhan bahwa manusia bisa merancangkan segala sesuatu yang jahat tetapi Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, terutama bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Demikian juga dengan Yusuf. Ia sudah dapat membuktikan kesetiaan imannya kepada Tuhan dalam segala keadaan hidupnya. Tidak pernah sedetik pun ia meninggalkan Tuhan dan berpaling dari Tuhan. Ia selalu mengandalkan Tuhan dalam hidupnya, baik dalam suka maupun duka. Oleh karena itu tidak heran kalau Allah begitu mengasihi dia dan senantiasa menyertainya. Kenyataan ini mungkin berbeda dengan kebanyakan orang dunia khususnya di zaman sekarang ini, dimana orang baru akan ingat Tuhan dalam keadaan susah semata. Sementara dalam keadaan senang dan sukses kebanyakan orang melupakan Tuhan dan hanya berupaya menonjolkan dirinya semata. Tentu tidak demikian dengan setiap kita yang mendengarkan Firman Tuhan ini saat ini.
                Saudara-saudara, Yusuf dalam pengandalan dirinya kepada Tuhan telah diberikan oleh Tuhan hikmat dan kemampuan untuk melakukan hal-hal besar dan ajaib. Salah satunya ketika Yusuf dimampukan Tuhan untuk menafsirkan mimpi Firaun akan adanya kekeringan di Mesir. Dan pada akhirnya Yusuf pun diangkat menjadi penguasa di Mesir.
                Tentu semua bukan karena kuat dan gagah Yusuf sendiri, melainkan semua karena pemberian dan rencana Allah atas dirinya. Karena rencana Allah terutama atas orang-orang percaya senantiasa membawa kepada hidup. Berbeda halnya dengan akibat dosa yang senantiasa berujung kepada maut. Demikian pun Yusuf dipakai Tuhan untuk menjadi alat Tuhan atas Bangsa Mesir dan sekitarnya, terutama ketika mereka harus menghadapi masa-masa kekeringan dan kelaparan.
                Saudara-saudara, kenyataan hidup Yusuf telah mempersaksikan di hadapan kita sekalian bahwa Tuhan bisa memakai siapa pun dan peristiwa hidup apapun di dalam segenap kehidupan kita untuk menyatakan kemuliaan, kebesaran dan maksud tujuan Tuhan atas kita pribadi dan kita sekalian. Terlebih ketika di dalam kisah Yusuf kita dapat mengamati bahwa Yusuf tidak balik membenci saudara-saudaranya tetapi ia tetap mengasihi mereka. Bahkan ia sadar benar bahwa apa yang ia alami merupakan bagian dari rencana Tuhan yang memang telah mempersiapkan dirinya untuk dipakai menjadi alat Tuhan ketika Bangsa Mesir dan sekitarnya harus menghadapi kekeringan dan kelaparan.
                Saudara-saudara, kelembutan hati Yusuf yang penuh kasih terhadap saudara-saudaranya yang telah berlaku jahat terhadapnya seyogyanya juga menjadi bagian dari teladan atas sikap hidup kita terhadap sesama kita dan bahkan kepada musuh kita sekalipun. Alkitab berkata kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Dan kasihilah musuhmu serta berdoalah bagi mereka. Kasih itulah yang merupakan ciri utama iman Kristen saudara. Bahkan di antara iman, pengharapan dan kasih maka kasih mengandung keutamaan nilai dari antara ketiganya. Bahkan dikatakan dalam 1 Korintus 13:1 bahwa sekalipun aku dapat berkata-kata dalam semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.
                Saudara-saudara, bukankah kasih adalah buah Roh yang pertama selain sukacita, damai sejahtera dan seterusnya? Bukankah Allah adalah kasih, dimana barangsiapa tinggal di dalam kasih ia tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam dia? Firman Tuhan senantiasa menyatakan agar kita saling mengasihi seorang terhadap yang lain. Tetapi kebanyakan orang di dunia ini lebih memilih untuk mengikuti keinginan daging mereka yang sudah jelas berlawanan dengan keinginan Roh. Kebanyakan orang di dunia ini lebih memilih untuk memelihara dan bahkan membudayakan geram, iri hati dan dengki seorang terhadap yang lain. Kebanyakan orang di dunia ini lebih memilih untuk mengikuti prinsip homo homini lupus ketimbang saling mengasihi dan mengampuni.
                Kalau kita melihat keberadaan bangsa kita di era reformasi yang nota bene hendak mengarahkan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan penuh dengan damai sejahtera, namun kenyataan yang terjadi sekarang justru berbanding terbalik. Ada begitu banyak kekisruhan dan perpecahan yang bisa kita rasakan terjadi di sekitar kita. Sebut saja pada saat pilpres 2014 lalu terjadi perpecahan antara kubu Prabowo Subianto dengan kubu Presiden Jokowi saat ini. Meskipun demikian kita patut berbangga karena kini keduanya bisa menunjukkan sikap kenegarawanannya masing-masing dan berkomitmen untuk saling dukung satu sama lain. Bahkan Bpk Prabowo Subianto dengan tegas mengatakan bahwa dirinya akan mendukung pemerintahan Jokowi-JK yang telah terpilih secara sah. Tidak berhenti sampai di situ, kita juga diperhadapkan dengan perpecahan antara koalisi merah putih dengan koalisi Indonesia hebat di DPR. Namun bersyukur juga karena proses pendamaian dan penyatuan antara keduanya bisa berjalan dengan baik hingga sekarang. Mari kita terus doakan agar para legislator itu dapat benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat dan bukan untuk kepentingan golongan. Dari kancah partai politik kita diperhadapkan juga dengan perpecahan yang sempat terjadi di tubuh PPP yang kini telah islah dan berdamai. Pun kini Partai Golkar mengalami perpecahan serupa yang masih diupayakan proses pendamaiannya antara pihak-pihak yang berseteru. Mari kita doakan agar pendamaian dan penyatuan kembali pihak-pihak yang bertikai itu dapat terwujud dengan baik sehingga kedamaian, persatuan dan kesatuan dapat dirasakan secara holistik oleh seluruh komponen bangsa.
                Saudara-saudara, kalau kita mau mengamati dengan jeli apa sebenarnya faktor yang menyebabkan perpecahan demi perpecahan bisa terjadi, maka jawabannya adalah karena adanya rasa iri dan dengki satu terhadap yang lain. Ada juga rasa ingin menjadi yang superior satu terhadap yang lain.
                Saudara-saudara, hal itu tentu tidak akan terjadi ketika kita mau memelihara etos hidup seturut kebenaran Firman Tuhan, yaitu etos hidup yang berlandaskan kasih. Sebagaimana Yusuf yang tidak menaruh dendam terhadap saudara-saudaranya yang telah berbuat jahat kepadanya, maka kita pun diajak untuk mempraktekkan kasih itu bukan hanya kepada sesama yang juga mengasihi kita melainkan juga kepada musuh kita. Kita diminta untuk mengasihi dan mendoakan mereka. Bahkan kita diminta untuk tidak membalas perlakuan orang-orang yang telah berbuat jahat kepada kita karena pembalasan adalah hak Tuhan. Firman Tuhan dengan jelas berkata: Jika pipi kirimu ditampar maka berikanlah juga pipi kananmu. Mudah untuk dikatakan tetapi sulit untuk dilakukan. Untuk itu kita perlu meminta pimpinan dan kemampuan yang daripada Tuhan. Marilah kita menjauhkan diri dari sikap iri dan dengki yang dapat memadamkan cinta. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.


Minggu, 16 November 2014

YANG MUDA YANG BEKERJA (KOLOSE 3:23)

                                                            
“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23).”

                Saudara-saudara, orang muda pada umumnya dikenal sebagai orang-orang yang ‘energic’ dan punya semangat hidup yang tinggi. Dan salah satu bukti nyatanya tergambar melalui kegemaran orang-orang muda dalam bekerja serta menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam setiap hal yang dikerjakannya. Ada banyak orang-orang muda Indonesia berprestasi yang dapat kita kenal melalui media. Dan tentunya hal itu membuat kita sebagai bagian dari pemuda Indonesia dapat turut berbangga dan berbesar hati. Bahkan terlebih lagi seharusnya kita juga termotivasi dalam hal mengukir prestasi yang dapat membanggakan bagi diri kita sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dan lebih utama lagi adalah membanggakan dan mempermuliakan nama Tuhan.
                Saudara-saudara, itulah spirit etos kerja Kristiani. Kerja tidak hanya dipandang sebagai hal yang dapat membanggakan dan memberi kepuasan pada diri sendiri. Kerja juga tidak hanya dipandang sebagai hal yang dapat membawa manfaat dan kemaslahatan bagi orang lain. Tetapi kerja juga dipandang sebagai hal yang semestinya membawa kemuliaan bagi nama Tuhan. Dalam bahasa latin kita kenal istilah ora et labora atau berdoa dan bekerja. Tetapi juga ada istilah ora est labora atau berdoa adalah bekerja. Dari kedua istilah ini, ora et labora dan ora est labora, maka jelaslah bahwa tiap-tiap kita sebagai insan kristiani hendaknya mempersembahkan diri kita, tubuh kita dan hidup kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah karena itu adalah ibadah kita yang sejati. Tentunya termasuk juga dengan kerja, karya dan karsa kita sepatutnya kita persembahkan bagi Tuhan sebagai bagian dari persembahan kita yang hidup, kudus dan berkenan bagi Allah (lihat Roma 12:1). Dengan demikian ibadah bukan sekedar seremonial belaka. Tetapi melalui hidup, kerja, karya dan karsa kita pun kita sedang beribadah kepada Tuhan. Dengan demikian ibadah yang kita lakukan tiap-tiap hari dan khususnya tiap-tiap minggu di gereja dapat menjadi ibadah yang nyata, dimana buah dari ibadah itu dapat terlihat nyata melalui hidup, kerja, karya dan karsa kita. Dengan demikian kita sedang mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan. Dengan demikian kita sedang mempersembahkan ibadah kita yang sejati bagi Tuhan. Oleh karena itu penting bagi kita para pemuda untuk mau dan mampu mengobarkan etos kerja di dalam hati, pikiran dan diri kita, yaitu sebuah etos kerja yang sesuai dengan Firman Tuhan sebagaimana ditegaskan dalam bagian bacaan kita bahwa apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Bahkan Alkitab juga menegaskan tentang ini. Yaitu bahwa kita harus mempermuliakan Tuhan dengan harta kita. Dan dengan hasil pertama dari segala penghasilan kita (lihat Amsal 3:9). Tentu saudara-saudara, yang dimaksud dengan harta dan penghasilan di sini adalah apa yang kita hasilkan dari kerja kita. Jadi manusia memang pada hakikatnya adalah manusia-manusia yang bekerja. Bahkan Alkitab katakan yang tidak bekerja maka ia tidak akan makan (lihat 2 Tesalonika 3:10). Jadi nyata benar bahwa Allah sangat menghargai orang-orang rajin. Allah sangat menghargai orang-orang yang mau bekerja, karena sekali lagi saya tekankan bahwa pada hakikatnya manusia adalah orang-orang yang bekerja. Bahkan Allah sendiri pun sebagai pencipta kita bukanlah Allah yang diam melainkan Allah yang terus turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Dia adalah gembala kita yang baik yang terus bekerja menjaga dan memelihara kita. Bahkan Dia adalah gembala yang terus mencari domba-domba-Nya yang hilang. Bahkan Yesus Kristus semasa hidup-Nya sampai dengan wafat-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya telah memberi bukti nyata dimana Tuhan bekerja di antara manusia. Dia mengajar, membuat mujizat dan menyembuhkan banyak orang. Bahkan Dia membangkitka n orang mati dengan kuasa-Nya yang berasal dari Sorga. Dan Dia sampai akhir karya-Nya di muka bumi ini telah berhasil melakukan karya penyelamatan Allah bagi semua orang, terutama orang percaya.
                Saudara-saudara, sekali lagi saya tekankan kepada kita semua bahwa Yesus Kristus tidak hanya menujukan semua karya-Nya bagi orang-orang di zaman-Nya, tetapi juga bagi kita sekalian. Bahkan ketika Yesus Kristus di waktu keberadaan-Nya di dunia di tengah manusia telah berhasil menyatakan kuasa Allah dengan membangkitkan orang mati, maka Dia pun ingin supaya kita saat ini juga mengalami kebangkitan dari tidur panjang kerohanian kita. Dari kematian spiritualitas kita. Bahkan dalam kehidupan keberimanan kita pun Dia mau supaya kita mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar. Oleh karena itu sekaranglah saatnya kita mengerjakan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Persembahkanlah yang terbaik bagi Tuhan, bukan hanya dalam bentuk persembahan materi. Melainkan lebih daripada itu adalah persembahan diri, persembahan hidup dengan seluruh kerja, karya dan karsa kita, dimana melaluinya kita mempermuliakan nama Tuhan. Itulah yang akan menjadi bukti nyata bahwa kita mencintai Tuhan. Itulah yang akan menjadi bukti nyata bahwa kita menempatkan Tuhan di tempat yang utama dan yang pertama. Pun ketika kita menjadikan Tuhan sebagai landasan di dalam tiap karya kita. Pun ketika kita menjadikan Roh Kudus sebagai pembakar semangat kita dalam bekerja dan melayani Tuhan. Selamat menjadi orang-orang yang terus mau bekerja. Marilah kita kerja, kerja dan kerja! Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

                

Sabtu, 20 September 2014

HIDUP DALAM KEKAYAAN KEMURAHAN TUHAN (ROMA 2:1-16)

                                              

Nats: Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? (ayat 4).

                Saudara-saudara, melalui bagian bacaan kita saat ini saya mengajak kita sekalian untuk merenungkan sebuah tema yaitu hidup dalam kekayaan kemurahan Tuhan. Saudara-saudara, kalau kita bicara soal kekayaan, maka percayakah saudara bahwa kekayaan di dunia ini adalah tidak tak terbatas? Artinya kekayaan di dunia ini pasti ada batasnya. Kalau kita lihat dari angka dasarnya saja, maka angka paling mendasar hanya ada di kisaran 0-9. Persoalan bahwa angka tersebut bisa divariasi dan diulang-ulang, itu mungkin adalah persoalan yang berbeda. Dengan demikian keterbatasan kekayaan di dunia ini acap kali membuat definisi kaya menjadi sangat relatif. Sekalipun memang mungkin ada banyak orang di dunia ini yang acap kali merasa tidak puas dengan kekayaan yang dimilikinya dan senantiasa ingin mencari yang lebih dan lebih lagi.
                Saudara-saudara, tidak demikian dengan kekayaan kemurahan Tuhan. Dalam ayat yang keempat yang menjadi nats bagian bacaan kita digambarkan betapa kayanya kekayaan kemurahan Tuhan itu. Dan kekayaan kemurahan Tuhan tentu tidak boleh kita anggap sepi. Demikian juga dengan kesabaran dan kelapangan hati-Nya.  Kekayaan kemurahan Tuhan senantiasa ingin menuntun kita kepada pertobatan. Bahkan dari ayat yang pertama sampai dengan ayat yang ketiga  dengan jelas diungkapkan mengenai hal menghakimi orang lain. Dimana dikatakan di sana bahwa engkau yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab dalam menghakimi orang lain engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain melakukan hal-hal yang sama. Penegasan yang sama diungkapkan juga dalam Matius 7 ayat yang pertama. Dimana dikatakan di sana jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi.
                Saudara-saudara, bicara soal penghakiman, mungkin secara sadar atau tidak sadar kita pun sering melakukannya. Salah satunya adalah ketika kita memberikan stereotype kepada orang lain. Si A pasti begini. Si B pasti begitu. Dan seterusnya, dan seterusnya tanpa kita benar-benar mau masuk ke dalam pergumulan yang sesungguhnya dari orang-orang yang kita berikan stereotype tersebut.
                Saudara-saudara, bukankah hukum yang pertama dan terutama adalah hukum kasih sebagaimana yang Kristus ajarkan kepada kita sekalian, dimana kita diminta untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, dan bahkan mengasihi musuh kita dan berdoa bagi mereka? Jika hal itu bisa benar-benar tercapai maka saya percaya bahwa benturan-benturan di dalam kehidupan ini akan dapat terminimalisir dan  bahkan ternihilkan dari antara kehidupan kita bersama dengan semua orang tanpa terkecuali. Persoalannya adalah bahwa kita masih seringkali dikuasai dengan keegoisan diri kita sendiri. Bahkan kita melupakan kasih mula-mula yang seharusnya mendasari kehidupan kita sebagai manusia dan sebagai orang percaya.
                Saudara-saudara, melalui bagian bacaan kita saat ini hendak diingatkan kepada kita sekalian bahwa baiklah kita senantiasa melakukan hukum-hukum Tuhan, dimana di dalam ayat yang ke-13 digambarkan dengan jelas bahwa bukanlah orang yang mendengar hukum taurat yang benar di hadapan Allah tetapi orang yang melakukan hukum tauratlah yang akan dibenarkan. Hukum taurat yang dimaksudkan di sini berarti hukum-hukum Tuhan. Dan hukum Tuhan yang utama dan terutama adalah hukum kasih. Oleh karena itu baiklah kita mendasari seluruh kehidupan kita dengan hukum kasih tersebut. Dimana sifat-sifat kasih adalah lemah lembut, memaafkan dan murah hati. Itulah sifat kasih Kristus. Kasih itu jugalah yang perlu terus terpelihara di dalam kehidupan persekutuan orang percaya. Sebagaimana Filipi 2:1-3 dikatakan bahwa karena di dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini. Hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan. Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri.
                Saudara-saudara, mungkin di antara kita masih ada begitu banyak orang yang belum begitu sempurna dalam melakukan kasih sebagaimana yang Kristus ajarkan. Oleh karena itu baiklah kita sungguh-sungguh bertobat dalam kerangka kita menikmati kekayaan kemurahan Tuhan. Baiklah kita tidak menganggap sepi kekayaan kemurahan Tuhan itu. Baiklah kita berlomba-lomba dalam melakukan kasih. Kiranya Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.



Minggu, 17 Agustus 2014

DIPANGGIL UNTUK MEMERDEKAKAN (YESAYA 58:1-12)



Nats: Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk (ayat 6).

                Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, tepat di hari ini 17 Agustus 2014 enam puluh sembilan tahun yang lalu Bangsa Indonesia mengikrarkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sebagai negara kesatuan yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Untuk itu dalam perenungan di hari ini dengan dasar pembacaan Alkitab yang terambil dari Yesaya 58:1-12 saya mengajak kita sekalian merenungkan sebuah tema, yaitu “Dipanggil Untuk Memerdekakan.”
                Saudara-saudara, tentu kita semua setuju bahwa Tuhan menciptakan kita bukanlah tanpa tujuan bukan? Tujuan besar dari penciptaan Allah atas manusia sebagai mahluk ciptaan yang sempurna yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya tidak lain dan tidak bukan adalah agar kita mempermuliakan dan menyembah-Nya. Saya sangat suka sekali dengan lagu yang mengatakan bahwa ku ada untuk menjadi penyembah-Mu. Dalam kaitan dengan tujuan besar itu maka kita juga pasti setuju bahwa di dalam diri tiap-tiap umat manusia khususnya ora ng percaya Tuhan pasti memberikan passion atau panggilan. Salah satu contohnya ketika saya dan rekan-rekan seangkatan di STT Jakarta pada saat tes wawancara calon mahasiswa baru acap kali berhadapan dengan pertanyaan ini: apa yang mendorong kamu masuk sekolah teologi? Maka banyak diantara kami yang mengatakan bahwa itu adalah panggilan pak. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan: mana surat panggilannya? Bahkan sebenarnya kalau kita mau melihat dan mengamati fakta yang ada, maka passion itu sudah ada bahkan sejak usia dini melalui cita-cita di masa kanak-kanak kita.
                Memang bukan hal yang keliru untuk bercita-cita setinggi langit. Bukan hal yang keliru juga untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya demi mencapai cita-cita itu. Sehingga tidak heran ada ungkapan yang mengatakan tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Artinya memang tuntutlah ilmu setinggi-tingginya. Bahkan kita pahami juga bahwa sesungguhnya belajar itu tidak mengenal batas. Pun hidup kita di dunia ini acap kali dimaknai sebagai sekolah kehidupan. Itu artinya orang memang tidak boleh berhenti belajar. Dalam bahasa yang lebih Kristiani hendak dikatakan bahwa orang perlu terus bergumul dan berjuang bersama Tuhan dan di dalam Tuhan, karena Dialah Sang Guru sejati kita. Dialah sumber dari segala sumber jawaban atas segala pergumulan hidup kita. Oleh karena itu kita perlu terus mencari Dia selagi Dia masih bisa ditemui. Artinya di sepanjang kehidupan kita jangan sekali-kali pun kita melepaskan diri dari pada-Nya. Bergaul kariblah dengan Dia karena Dialah Tuhan, Bapa dan Sahabat kita. Dialah Allah yang senantiasa mengerti dan peduli akan pergumulan hidup kita. Bahkan Dia juga yang mau turut berbela rasa dengan kita. Sungguh Dialah Allah yang luar biasa. Tidak ada Allah lain yang seperti Dia.
                Yang menjadi pertanyaan selanjutnya bagi kita adalah ketika Tuhan memang sungguh-sungguh telah memberikan passion yang juga diperlengkapi dengan talenta di dalam diri kita, maka apa yang sesungguhnya Tuhan inginkan agar kita lakukan di dalam hidup kita atas semua yang telah dianugerahkan-Nya pada kita? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah bahwa Dia mau agar kita menyediakan diri kita untuk mendengar dan menerima panggilan-Nya. Terutama ketika kita dipanggil –Nya untuk memerdekakan sesama kita. Sebagaimana digambarkan dalam bagian bacaan kita saat ini bahwa Tuhan memerintahkan kepada Nabi Yesaya untuk menyerukan kuat-kuat dan menyaringkan suaranya kepada Bangsa Israel, kaum keturunan Yakub akan dosa-dosa mereka. Padahal Alkitab katakan bahwa betapa kaum keturunan Yakub itu adalah orang-orang yang rajin mencari Tuhan dan suka mengenal segala jalan-Nya. Mereka seperti bangsa yang melakukan yang benar dan tidak pernah meninggalkan hukum Allahnya. Mereka rajin bertanya pada Tuhan tentang hukum-hukum yang benar dan mereka suka mendekat menghadap Allah. Namun nyatanya ketika mereka berpuasa mereka sadar bahwa Tuhan tidak memperhatikannya juga. Ketika mereka merendahkan diri, Tuhan tidak mengindahkannya juga. Apa sebabnya hal itu bisa terjadi? Karena pada saat mereka melakukan  semua hal kerohanian mereka di hadapan Allah, maka pada saat yang sama mereka masih mengurusi urusan mereka sendiri. Bahkan secara konkret bagian bacaan kita menyebutkan detail tindakan mereka, dimana mereka mendesak-desak buruh yang mereka miliki. Sambil berpuasa mereka juga berbantah dan berkelahi; serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-men a. Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa dengan cara-cara seperti itu maka tindakan kerohanian yang mereka lakukan di hadapan Allah menjadi sia-sia karena suara mereka tidak akan didengar di tempat tinggi. Bukan cara seperti itu yang Allah inginkan untuk kita lakukan. Ayat ke-6 yang merupakan nats bagian bacaan kita mengungkapkan dengan jelas bahwa berpuasa yang Allah kehendaki adalah supaya kita membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk. Supaya kita memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk. Supaya kita memecah-mecahkan roti bagi orang yang lapar dan membawa ke rumah kita orang miskin yang tak punya rumah. Pun apabila kita melihat orang telanjang, kita memberi dia pakaian. Dan kita tidak menyembunyikan diri terhadap saudara kita sendiri. Maka pada waktu itulah terang kita akan merekah seperti fajar. Pun luka kita akan pulih dengan segera. Kebenaran menjadi barisan depan kita dan kemuliaan Tuhan barisan belakang kita. Pada waktu itulah kita akan memanggil dan Tuhan akan menjawab. Kita akan berteriak minta tolong dan Tuhan akan berkata “Ini Aku!”

                Sungguh, Tuhan kita adalah Tuhan yang senantiasa mau peduli dengan kita karena Dia sungguh mengasihi kita dengan kasih agape. Dan Dia pun tidak ingin kita hanya menjadi orang-orang yang pasif dalam menerima kasih-Nya. Melainkan Dia ingin agar kita mau menyediakan diri kita untuk melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya sebagaimana telah tergambar di dalam bagian bacaan kita. Sebagai orang-orang percaya yang telah menerima anugerah kemerdekaan dan kebebasan dari dosa dan maut melalui karya penyelamatan dan penebusan Kristus, maka sudah pasti Dia pun memanggil kita juga untuk siap sedia dipanggil untuk memerdekakan sesama kita. Kalau dalam tradisi Perjanjian Lama kita mengenal tahun yobel yang merupakan tahun pembebasan para budak dan tanah; tahun ke-50 dari rangkaian tahun sabat, maka tradisi itu telah disempurnakan pasca kematian dan kebangkitan Kristus sampai dengan saat ini dan seterusnya. Tiap-tiap kita yang telah diselamatkan dan telah menerima janji keselamatan dan hidup kekal yang berasal daripada-Nya, kini dipanggil-Nya untuk menjadi saksi-Nya untuk membawa jiwa-jiwa yang terbelenggu dalam kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib. Kita diminta untuk mau mengulurkan tangan kita kepada orang-orang yang membutuhkan sebagaimana tangan Tuhan juga tidak kurang panjang untuk menolong kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

TUHAN MENGANGKAT KITA DARI SAMUDERA RAYA

                                               
                Rancangan tema lengkap dari artikel ini adalah “Tuhan Mengangkat Kita Dari Samudera Raya: Sebuah Refleksi Tentang Pemilihan Tuhan Atas Suku-Suku Bangsa & Dunia.” Bagi kita yang sungguh-sungguh memperhatikan perkembangan event bergereja dalam skala nasional yang digawangi oleh PGI, maka kita pasti tahu bahwa tema ini merupakan tema besar pada sidang raya PGI yang ke-XVI yang diadakan di Nias pada tanggal 11-17 November 2014 pasca proses pergantian kepemimpinan nasional di Indonesia terlaksana (Sumber:  https://twitter.com/PGI_Oikoumene/status/44902160351534694). Dasar Alkitab yang melandasi pemilihan tema ini terambil dari Mazmur 71:20b yang berbunyi “Dari Samudera Raya Bumi, Tuhan mengangkat kita kembali.” Pemilihan tema ini juga seiring sejalan dengan tema sidang raya DGD ke-X di Busan Korsel, yaitu “GOD of Life, Lead Us to Justice And Peace.” Dalam terjemahan Bahasa Indonesia tema ini berbunyi: “Allah Sang Sumber Hidup Memimpin Kami Dalam Keadilan & Perdamaian.” Tema ini menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas dalam forum nasional dan dunia, karena sampai saat ini dimana-mana tempat masih banyak dapat kita temukan ketidakadilan dan ketidakdamaian dalam hidup pribadi lepas pribadi manusia maupun komunitas bersama. Pemilihan Nias sebagai tempat lokasi persidangan raya PGI ke-XVI itu sendiri terkait dengan latar belakang alasan sebagai berikut: Nias pernah mengalami terjangan gelombang tsunami pada Desember 2005 dan gempa bumi dasyat pada Juli 2007. Namun Nias dapat mengalami kebangkitan dari keterpurukannya. Di hari-hari belakangan ini kita dapat melihat geliat pertumbuhan ekonomi di Nias semakin menggembirakan. Pemekaran wilayah otonom turut mendorong akan hal ini (Sumber: http://www.satuharapan.com).   Oleh karena itu slogan yang dipakai berdasarkan sumber pemberitaan yang ada khususnya yang diperuntukkan bagi orang Nias adalah: Nias bangkit menyambut Sidang Raya. Dengan demikian pemilihan Nias sebagai tempat lokasi Sidang Raya PGI ke-XVI ini tidak lain dan tidak bukan merupakan sebuah bentuk perhatian, dukungan dan penghargaan atas upaya orang-orang Nias untuk bangkit dari keterpurukan. Sekaligus juga menjadi cerminan bagi siapapun yang masih mengalami keterpurukan hingga saat ini untuk tidak berdiam diri dalam keterpurukannya, melainkan berupaya untuk bangkit dalam tuntunan tangan dan kuasa Tuhan yang pasti mampu membangkitkan. Bandingkan dengan kisah-kisah Yesus di dalam Alkitab yang mampu membangkitkan orang mati. Ketika kata mati itu mau diterjemahkan dan diaplikasikan di dalam kehidupan kita, mungkin mati yang dimaksud bukanlah mati fisik melainkan kematian moral, kematian hati nurani dan kematian daya juang. Termasuk daya juang untuk menjadi pelaku Firman dan pekabar injil atau saksi Kristus dimanapun kita berada dan ditempatkan Tuhan; dan kapan pun juga. Kematian spirit inilah yang menyebabkan praktek-praktek ketidakadilan, makin menguatnya radikalisme dan konflik agraria serta krisis ekologis terus harus menjadi sorotan, termasuk dalam materi persidangan raya PGI ke-XVI.
                Namun dalam artikel ini penulis sendiri hendak menyoroti dan menafsirkan dari sisi yang lain. Bukan hanya sekedar berbicara mengenai kebangkitan dari keterpurukan, tetapi ungkapan bahwa Tuhan mengangkat kita dari samudera raya di sini juga hendak berbicara mengenai pemilihan Tuhan atas suku-suku bangsa di Indonesia dan di dunia. Kita ketahui bersama bahwa sejak awal penciptaan khususnya setelah manusia Adam dan Hawa diciptakan maka Allah memberikan mandat kepada mereka untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Memenuhi bumi dan menaklukkannya. Kata menaklukkan di sini dapat ditafsirkan bukan sekedar tindakan menguasai dan mengeksploitasi tetapi juga memelihara demi keberlangsungan hidup anak cucu Adam dan Hawa ke depan, yaitu kita dan generasi-generasi berikutnya setelah kita. Oleh karena itu kita harus benar-benar menyadari bahwa alam semesta yang dapat kita nikmati sekarang merupakan titipan dari anak cucu kita yang harus kita jaga serta pelihara senantiasa. Itu adalah gambaran nilai universalitas dari kehendak Tuhan atas umat manusia ciptaan-Nya yang tinggal dan berdiam di muka bumi ini. Namun demikian bagaimana dengan gambaran spesifikasi kehendak Tuhan terutama bagi orang-orang percaya? Pada kesempatan ini penulis ingin menyoroti secara khusus akan hal ini.
                Kebenaran Alkitab dengan tegas mengungkapkan kepada setiap kita bahwa bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Sehingga terlihat jelas bahwa keterpilihan umat Allah adalah berdasarkan inisiatif dan otoritas Allah sendiri. Dialah sang penentu akan siapa-siapa orang yang dipilih-Nya dan ditentukan-Nya untuk menjadi umat pilihan-Nya dan milik kepunyaan-Nya (bandingkan dengan istilah predestinasi atau pemilihan Allah atas orang-orang yang akan diselamatkan-Nya). Ungkapan ini sungguh-sungguh ingin menunjukkan tentang kedaulatan Allah dalam kaitan kepada siapa Dia akan menyatakan anugerah-Nya. Dan ketika kita saat ini sudah menjadi bagian dari orang-orang percaya dan menjadi bagian dari anggota gereja Tuhan di muka bumi ini (dalam ungkapan yang lain menjadi bagian dari anggota tubuh Kristus) apa dan bagaimana pun latar belakangnya (baik itu Kristen sejak kecil maupun Kristen setelah dewasa) yang ditandai dengan penerimaan baptisan dan pengakuan percaya atau SIDI, maka Tuhan memerintahkan kepada kita melalui Amanat Agung-Nya: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ajarkanlah kepada mereka tentang segala apa yang telah Kuajarkan kepadamu.” Dia pun berkata lebih lanjut bahwa Dia akan menyertai langkah kita sebagai saksi-Nya di tengah dunia senantiasa dan bahkan sampai selama-lamanya. Dia memerintahkan kita untuk menjadi saksi-Nya dari Yerusalem, Yudea, Samaria bahkan sampai ke ujung bumi.” Dengan demikian pemilihan Tuhan atas kita yang sepatutnya kita syukuri sebagai sebuah anugerah yang besar dan indah itu tentu tidak hanya berhenti pada penerimaan anugerah atas diri kita semata, tetapi bagaimana kita mau membagikan anugerah dan berita keselamatan itu kepada orang-orang di sekitar kita dengan berbagai latar belakang suku, budaya dan bahasa. Sampai akan tiba saatnya nanti semua lutut akan bertelut dan semua lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristuslah Tuhan, Raja di atas segala raja. Dalam penantian akan datangnya masa itu, maka dalam keberadaan kita sebagai orang percaya di tengah dunia saat ini, mandat itu ada di pundak kita. Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku... Oleh karena itu, jangan hanya berdiam diri. Mintalah kepada Tuhan kemampuan dan kesanggupan agar kita memiliki hati yang mau melayani dan menjadi saksi yang mau melampaui batasan-batasan kesukuan, kebangsaan, bahasa dan budaya, karena siapapun mereka dengan berbagai perbedaan yang ada, mereka sama-sama adalah manusia yang diciptakan Tuhan dengan baik adanya. Mereka adalah sama-sama manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah atau Imago Dei. Mereka adalah sama-sama manusia yang membutuhkan berita dan anugerah keselamatan yang datang daripada Tuhan. Oleh karena itu, jangan tunda-tunda lagi. Mulailah sekarang untuk mau berbagi dan mempersaksikan tentang siapa Tuhan kepada siapa pun sesama kita tanpa terkecuali, terutama kepada siapa pun orang yang belum mengenal-Nya. Selamat menjadi saksi-Nya senantiasa. Selamat menembus batas keberagaman dalam menjalankan fungsi dan peran kita sebagai saksi Tuhan. Tuhan memberkati kita sekalian. MERDEKA!


Sabtu, 26 Juli 2014

HIDUP DALAM KECUKUPAN KASIH KARUNIA TUHAN (2 Korintus 12:1-10)

                                              
Nats: Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah maka aku kuat (2 Korintus 12:9-10).

                Saudara-saudara, dalam kesempatan ini dengan berlandaskan ayat Alkitab yang menjadi bagian bacaan kita saya ingin mengajak kita sekalian merenungkan sebuah tema, yaitu hidup dalam kecukupan kasih karunia Tuhan. Ketika saya mempersiapkan khotbah dengan tema ini maka saya langsung teringat dengan lagu pujian yang berjudul “Kasih Setia-Mu Yang Kurasakan.” Kira-kira lengkapnya pujian itu mau menggambarkan bahwa kasih setia Tuhan yang acap kali kita rasakan dideskripsikan lebih tinggi dari langit biru. Dan kesetiaan Tuhan yang kita terima tiap-tiap hari di dalam hidup kita lebih dalam dari lautan. Bahkan kasih karunia dan kesetiaan Tuhan itu muncul dan diberikan kepada kita semata-mata berdasarkan inisiatif Tuhan sendiri. Dengan kata lain itu semua adalah anugerah yang diberikan-Nya kepada kita. Karena siapakah kita sehingga kita dilayakkan menjadi biji mata-Nya? Siapakah kita sehingga Dia mengindahkan dan memperhatikan kita? Tentu kita perlu menyadari benar bahwa kita adalah orang berdosa yang diselamatkan oleh Tuhan, dimana semua bukan karena hasil usaha kita ketika kita bisa selamat melainkan karena pemberian Allah. Jadi jelas bahwa kita tidak boleh memegahkan diri kita sendiri atas semua karya keselamatan yang kita raih berdasarkan pemberian Allah itu melainkan kita harus memegahkan dan mempermuliakan nama Tuhan. Kita patut bersyukur kepada-Nya dan menyatakan syukur kita kepada-Nya melalui persembahan diri dan persembahan hidup kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah karena itu adalah inti ibadah kita yang sejati.
                Saudara-saudara, menarik karena akibat dosa sesungguhnya setiap kita tanpa terkecuali harus menerima akibat dari dosa tersebut yang berupa hukuman yang berujung pada maut yang kekal. Kalau berbicara mengenai maut yang kekal berarti pastilah hal itu berkaitan dengan penderitaan yang panjang dan tak kunjung berakhir. Sehingga ternyata bukan hanya penderitaan cinta yang deritanya tiada akhir seperti kata Ti Pat Kai yang dalam film Kera Sakti Sun Go Kong diyakini sebagai penjelmaan panglima Kahyangan yang tidak lain adalah Panglima Tian Feng yang kala itu menaruh hati terhadap adik Chang’E. Saudara-saudara, penderitaan cinta mungkin deritanya belum seberapa jika dibandingkan dengan kenyataan bahwa semua umat manusia tanpa terkecuali karena dosa harus menerima hukuman kekal yang berujung kepada maut yang kekal.
                Akibat dosa manusia mau tidak mau, suka tidak suka harus masuk ke dalam penderitaan berkepanjangan yang tanpa ambang batas. Tidak ada yang bisa menyelamatkan manusia dari penderitaan itu terkecuali Tuhan sebagai satu-satunya figur yang tidak berdosa yang berinisiatif melakukan tindakan penyelamatan, penebusan dan pemulihan atas manusia sebagai bagian dari keutuhan ciptaan-Nya dari kungkungan dosa. Dialah sang pembebas dan penyelamat kita. Tanpa Dia kita tidak akan bisa mencapai titik kemenangan dan kemerdekaan dari dosa dan maut.
                Ada hal menarik saudara-saudara dalam pembahasan kita kali ini. Yaitu bahwa karena dosa maka manusia sudah seharusnya, sepantasnya dan dapat dipastikan akan berada dalam penderitaan. Tapi kenyataannya sekarang, manusia pada umumnya tidak tahan menderita. Bahkan sesungguhnya itulah yang merupakan sifat dasar manusia. Bisa kita lihat ketika Bangsa Israel hendak dituntun Tuhan melalui perantaraan Musa dan Harun yang menyertainya menuju tanah perjanjian. Apa yang terjadi ketika mereka melewati padang gurun? Yang ada adalah mereka bersungut-sungut karena kekurangan air dan makanan. Yang ada adalah mereka merasa jauh lebih baik ketika hidup di bawah perbudakan Mesir. Padahal sebagai suku bangsa pilihan Tuhan seharusnya iman mereka kokoh dan teguh. Apalagi ketika mereka tahu bahwa perjalanan menuju tanah perjanjian itu adalah inisiatif Tuhan, dimana Tuhan sendiri yang pasti akan memimpin, menyertai dan memelihara hidup mereka dalam keadaan apa pun. Tetapi pada kenyataannya iman mereka tidak sedemikian kokoh. Pengharapan mereka kepada Tuhan gampang pudar oleh karena desakan keadaan. Kalau demikian kita pun patut mempertanyakan bagaimana sesungguhnya kasih mereka kepada Tuhan? Demikian juga dengan kita. Bagaimana iman, pengharapan dan kasih kita kepada Tuhan? Seberapa kokohkah iman itu terbangun dan terpelihara?
                Saudara-saudara, kalau kita mau melihat seberapa kokohnya iman, pengharapan dan kasih kita kepada Tuhan acap kali kita tidak hanya bisa melihat dan menilai pada saat-saat dimana kita sedang berbahagia dan bersukacita. Tetapi justru melalui penderitaan dan kelemahan yang diizinkan Tuhan untuk kita alami di dalam hidup ini. Kita bisa melihat contoh yang paling konkret.  Sebut saja Ayub. Ketika Ayub diizinkan Tuhan untuk mengalami penderitaan yang teramat sangat, dia pun sampai pernah mengutuki hari kelahirannya sendiri. Dia pun sempat ingin memperkarakan tentang hidupnya di hadapan Tuhan. Semuanya itu tidak lain dan tidak bukan juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya dimana saat itu istrinya dan teman-teman dekatnya mengatakan kepadanya supaya dia meninggalkan Tuhan karena keadaannya yang sangat menderita itu. Tetapi Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat menghargai proses keberimanan seseorang termasuk Ayub. Dan terbukti ketika Ayub kembali bersetia kepada Tuhan , dimana dia menyadari segala kesalahan dan kekeliruannya kepada Tuhan. Pun dia mau sungguh-sungguh bahkan lebih sungguh lagi menyatakan kesetiaannya kepada Tuhan. Dan dikisahkan ketika itu Tuhan menggantikan segala kepunyaan Ayub berlipat ganda dan dia boleh kembali merasakan hidup dalam kesejahteraan seperti sedia kala.
                Yang menjadi pertanyaan kemudian saudara-saudara kepada kita sekalian saat ini adalah apakah memang sepantasnya kesetiaan kita kepada Tuhan semata-mata diukur dengan berkat fisik yang akan kita terima sebagai imbalan dari kesetiaan kita kepada-Nya? Bagaimana kalau kenyataan hidup kita sama seperti Paulus? Dimana Paulus dikatakan sudah tiga kali berseru kepada Tuhan supaya utusan iblis itu mundur daripadanya tetapi Tuhan justru mengatakan: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu.” Bahkan Tuhan mengatakan bahwa dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna. Apakah hal itu bisa masuk di dalam logika kemanusiaan kita? Bahkan mungkin hal ini sama dengan ketika orang-orang Yahudi dan orang-orang yang kontra terhadap kekristenan mempertanyakan kenapa Kristus harus mati padahal Dia Tuhan.
                Saudara-saudara, fakta iman dan kasih yang Tuhan ingin nyatakan di dalam hidup kita acap kali memang melampaui segala akal pikiran kita. Bahkan juga kerinduan-Nya agar kita menerima damai sejahtera yang daripada-Nya. Dengan jelas Filipi 4:7 mengungkapkan bahwa damai sejahtera Allah memang melampaui segala akal. Dan bahkan damai sejahtera Allah itulah yang akan memelihara hati dan pikiran kita di dalam Kristus Yesus.
                Jadi kita memang acap kali tidak bisa membatasi Tuhan di dalam pikiran dan logika kita. Karena ketika Tuhan sudah bisa kita batasi dengan pikiran dan logika kita maka pada saat itu Dia bukan lagi menjadi Tuhan. Karena Tuhan adalah transenden dan imanen. Dia adalah Allah yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Dia Maha segala-galanya. Oleh karena itulah Dia disebut Tuhan. Dan itulah yang membedakan antara Dia dengan kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Karena Dia adalah pencipta. Dia adalah Sang Khalik. Dia yang menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Dia yang menciptakan dunia dan alam semesta kita dari keadaan tohu wavohu atau kekosongan tanpa bentuk menjadi sebuah keteraturan yang indah dan dinamis seperti yang bisa kita nikmati sekarang. Dan Dia yang tidak akan pernah meninggalkan buatan tangan-Nya.
                Dengan kuasa dan kasih-Nya yang sedemikian besar masihkah kita tidak yakin bahwa Dia mampu melakukan segala hal tanpa terkecuali? Masihkah kita tidak yakin bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan? Termasuk untuk memimpin dan menyertai kita di dalam kelemahan kita? Bahkan Dia sendiri adalah Tuhan yang pernah merasakan saat-saat kelemahan ketika Dia harus menanggung dosa manusia di atas kayu salib sebagai manusia seutuhnya. Dia pernah merasakan tiga kali jatuh dalam menjalani jalan salib menuju Golgota. Tetapi dengan kekuatan dari BAPA sebagaimana digambarkan ketika di Taman Getsemani malaikat Tuhan turun memberi kekuatan kepada-Nya, maka Dia mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab-Nya dalam rangka mewujudnyatakan karya penyelamatan  Allah atas umat manusia. Dia adalah Allah yang mengerti. Dia adalah Allah yang peduli. Oleh karena itu datanglah kepada-Nya semua orang yang letih lesu dan berbeban berat. Dia menjanjikan kelegaan kepada kita sekalian. Bahkan sekalipun kita harus menghadapi penderitaan. Dia berkata bahwa kuk yang kupasang itu enak dan ringan. Dialah yang memberikan keringanan di dalam kita menanggung segala beban hidup kita. Pun di dalam kita menanggung segala derita kita. Dengan tangan-Nya yang kuat kita dimampukan untuk berkata bahwa bersama Tuhan kita cakap menanggung segala perkara. Bahkan seperti Paulus juga kita akan dimampukan untuk memiliki hati yang rela dan senantiasa mengucap syukur dalam segala keadaan, termasuk di dalam derita yang Tuhan izinkan terjadi di dalam hidup kita. Terlebih ketika penderitaan itu adalah karena Kristus. Pada saat itu dengan kemampuan dan kesanggupan yang daripada Tuhan sendiri kita akan dimampukan untuk berkata bahwa jika aku lemah maka aku kuat. Oleh karena itu janganlah takut dan gentar terhdap segala penderitaan yang akan dan harus kita alami. Terlebih di dalam masa-masa zaman akhir menuju akhir zaman seperti sekarang ini, dimana penderitaan memang harus ada dan harus kita alami. Sabarlah menanggung segala penderitaan itu. Bertekunlah senantiasa dalam iman dan dalam pembelajaran dan pemberitaan Injil. Bertekunlah juga di dalam doa sebagai bukti bahwa kita berjaga-jaga sehingga kita tidak jatuh ke dalam pencobaan. Pencobaan memang harus ada. Tetapi orang-orang yang teguh berdiri dalam menghadapi segala pencobaan itu adalah orang-orang yang akan beroleh mahkota kemenangan. Oleh karena itu kerjakanlah keselamatanmu senantiasa dengan takut dan gentar. Berjuanglah senantiasa untuk menjadi orang-orang yang setia sampai akhir hanya kepada Tuhan dan kebenaran-Nya. Yakinlah bahwa kasih karunia Tuhan senantiasa menyertai kehidupan kita, terutama bagi tiap-tiap kita yang percaya dan takut akan Dia. Marilah kita hidup sebagai orang-orang yang senantiasa merasakan dan menikmati kecukupan kasih karunia Tuhan di dalam hidup kita, baik di dalam suka maupun di dalam duka. Kiranya Tuhan senantiasa memimpin, menyertai dan memberkati kehidupan kita. Amin.


Pokok Doa Khusus:
1.       Berdoa bagi perjalanan pemerintahan di Indonesia sejak masa transisi kepemimpinan nasional saat ini sampai dengan seterusnya. Biarlah kiranya Tuhan yang senantiasa memimpin, menyertai dan memberkati.
2.       Berdoa bagi Palestina.
Berdoa bagi para korban pesawat MH 17 dan sejenisnya, terutama bagi keluarga yang sedang berduka. Biarlah kiranya Tuhan yang memberi penghiburan, penguatan dan peneguhan.

Sabtu, 12 Juli 2014

MENJADI ORANG-ORANG MUDA YANG PATUT DITINGGIKAN (1 Timotius 4:1-16)

                              
Nats ayat 12: Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.

                Saudara-saudara kaum muda yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus, kita baru saja melalui masa dan momentum pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang lalu. Bersyukur bahwa sekalipun mungkin ada kekurangan di sana-sini tetapi pemilu itu bisa kita jalankan dengan baik. Baiklah kita berdoa bahwa setelah momentum pilpres yang kita lalui bersama, maka tidak akan terjadi kerusuhan-kerusuhan yang berarti sebagaimana isu-isu yang dikabarkan melalui media-media sosial yang pasti dapat kita amati bersama. Baiklah kita berharap dan berdoa kepada Tuhan agar Dia sendirilah yang memberikan rasa aman dan damai di dalam hati setiap simpatisan pendukung masing-masing calon sehingga tidak ada satu pun di antara mereka yang memiliki niat dan upaya untuk menyulut kerusuhan yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan keseharian setiap kita sebagai warga bangsa. Baiklah kita berdoa agar kerukunan dan ketentraman hidup bersama dapat kembali tercipta dan terbina setelah momentum pilpres 2014 sudah boleh kita lalui.
                Saudara-saudara, kalau saya menyampaikan akan pesan sekaligus doa akan hal itu di mimbar yang kudus ini, maka sesungguhnya saya tidak sedang menyampaikan orasi politik. Tetapi bagi saya dorongan dan doa yang positif terhadap situasi stabilitas bangsa dan negara Indonesia pasca pilpres merupakan kebutuhan sekaligus keinginan kita bersama. Oleh karena itu sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk secara bersama-sama mewujudnyatakannya.
                Satu hal yang menarik yang saya mau ajak kita sekalian melihat dan merenungkannya adalah melalui pertanyaan ini: Menurut saudara-saudara, apakah kira-kira yang orang akan lihat dan pertimbangkan sehingga mereka akan memilih dan menentukan pilihan atas satu figur untuk menjadi calon pemimpin yang ideal menurut mereka? Yang pasti yang utama mereka akan melihat dari bobot dan kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing calon. Kemudian mereka akan melihat juga rekam jejak calon yang akan mereka pilih. Baru yang terakhir mungkin tampilan fisik calon pemimpin tersebut. Jadi jelas bahwa di dalam alam reformasi dan demokrasi seperti sekarang ini tampilan fisik bukanlah segala-galanya untuk dijadikan sebagai tolak ukur kepemimpinan. Lalu bagaimana dengan usia sang calon pemimpin? Dengan kemenangan Jokowi yang berdasarkan hasil survei sementara dari lembaga survei berhasil mengungguli Prabowo yang usianya sudah jauh lebih tua darinya maka sudah jelas bahwa rakyat Indonesia menginginkan pemimpin muda yang dapat membawa perubahan positif pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Menarik karena tema kita saat ini adalah menjadi orang-orang muda yang patut ditinggikan.
                Saudara-saudara, kalau kita melihat pada rentetan pemimpin-pemimpin nasional kita dari pertama sampai sekarang, kita dapat pastikan bahwa jika Jokowi benar-benar ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai presiden terpilih, maka dialah presiden termuda sepanjang sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Kenapa dia dipilih? Sekali lagi karena dia memiliki bobot dan rekam jejak yang baik sehingga rakyat menilai bahwa dia patut diposisikan dalam jabatan yang tinggi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
                Bagaimana dengan kita saudara-saudara? Bukankah di dalam nats bagian bacaan kita dengan jelas diungkapkan bahwa jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadi sesungguhnya Allah sangat mengapresiasi keberadaan orang-orang muda sebagai pemimpin yang hidup termasuk di kalangan orang-orang percaya. Bahkan kalau kita lihat Paulus sendiri sebagai rasul yang pernah berkiprah di Jemaat Timotius dan yang dikenal sebagai penulis surat-surat Paulus kepada jemaat-jemaat yang pernah ia layani, memang kita tidak dapat memastikan pada usia berapa Paulus ditetapkan sebagai rasul Kristus karena Alkitab sendiri tidak mencatat dengan pasti usia tersebut. Tapi kalau kita mau melihat sedari awal peristiwa perjumpaan Paulus dengan Kristus di kota Damsyik atau Damaskus, maka kita tahu bahwa Paulus yang dulunya Saulus itu sebelumnya adalah seorang yang gagah berani dalam mengejar dan membinasakan orang-orang percaya. Betapa digambarkan bahwa Saulus adalah seorang yang sangat berwibawa dan smart termasuk dengan pengetahuan agamawinya yang sangat tinggi. Dia adalah orang yang sangat berpengaruh di kalangan orang-orang Romawi kala itu. Maka saya pribadi membayangkan bahwa Paulus yang dahulu bernama Saulus itu sangat mungkin bukanlah seorang yang digambarkan sebagai orang dengan usia tua melainkan bisa jadi digambarkan sebagai seorang yang muda belia yang penuh wibawa. Paling tidak semangat dan antosiasmenya dapat disamakan dengan semangat dan antosiasme orang-orang muda. Pun kalau kita mau melihat tokoh-tokoh Alkitab lain, sebut saja Daud, maka Allah menetapkan Daud sebagai raja dalam usia yang sangat muda. Dalam 1 Samuel 17:42 digambarkan dengan jelas bagaimana Daud masih muda, kemerah-merahan dan elok parasnya. Saat itu orang Filistin menghinanya karena menganggap ia masih muda. Tetapi Allah tetap memakainya sebagai alat di tangan Tuhan. Dan Allah membuktikan bagaimana Daud pada akhirnya dapat mengalahkan orang-orang Filistin itu.
                Tidak hanya itu saudara-saudara. Bahkan Yesus Kristus sendiri memulai debutnya sebagai Nabi pada usia 30 tahun. Sebuah usia yang masih sangat muda. Sejauh yang saya pahami mengenai pertanyaan kenapa Yesus baru memulai debutnya pada usia tersebut adalah karena usia 30 tahun itulah yang dianggap sebagai usia minimal atau ideal bagi seorang pemimpin atau seorang nabi untuk memulai karyanya di kalangan masyarakat menurut tradisi Yahudi. Jadi jelas bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang sangat menghargai tradisi dan tata nilai keteraturan masyarakat.
                Saya ingin mengulang sekali lagi pernyataan ini. Bahwa Allah sangat mengapresiasi keberadaan orang-orang muda sebagai pemimpin termasuk di tengah kehidupan orang percaya. Bukti yang paling jelas yang ada di dalam bagian bacaan kita adalah Timotius. Sesungguhnya nats bagian bacaan kita ini muncul tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meneguhkan diri Timotius dalam menjalankan tugasnya menghadapi para pengajar sesat di Jemaat Efesus, dimana digambarkan dalam jemaat tersebut akan adanya orang yang murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan. Adanya tipu daya pendusta-pendusta. Adanya larangan kawin dan adanya larangan untuk memakan makanan yang diciptakan Allah dengan ucapan syukur.
                Saudara-saudara, itulah hal-hal yang dihadapi Timotius kala itu dalam pelayanannya di Jemaat Efesus. Sebuah hal yang tidak ringan dan membutuhkan tanggung jawab besar. Oleh karena itu Paulus ingin agar Timotius berdiri teguh dan jangan goyah dalam melaksanakan tugasnya sekalipun ia masih muda. Paulus sangat memahami bahwa Tuhan bisa memakai siapa pun untuk menjadi alat-Nya bahkan sekalipun ia masih muda. Oleh karena itu Paulus dengan tegas mengatakan bahwa jangan ada seorang pun yang menganggap engkau rendah karena engkau muda. Dengan demikian berarti orang muda pun dapat menjadi seorang yang berbobot dan patut ditinggikan. Apa kuncinya untuk menjadi orang muda yang berbobot dan patut ditinggikan itu? Kata kuncinya adalah hidup berpadanan dengan Kristus dan kebenaran-Nya. Berpikir, merasa dan bertindak seturut dengan pikiran, hati dan tindakan Kristus (bdk.Filipi 2:5). Ketika kita dimampukan Tuhan untuk mencapai akan hal itu maka lebih jauh lagi Tuhan ingin agar kita menjadi teladan hidup orang percaya, baik dalam perkataan kita, tingkah laku kita, kasih kita, kesetiaan kita maupun kesucian kita. Hal ini bukanlah hal yang ringan. Apalagi ketika kita menyadari bahwa Roh memang penurut tetapi daging lemah. Oleh karena itu kita perlu terus bergantung pada Tuhan sebagai pokok anggur yang benar agar kita dapat terus berbuah lebat di dalam kebenaran. Kita perlu terus meminta agar Tuhan memampukan kita agar kita dapat menjadi agen-agen kebenaran. Kita perlu terus meminta agar Tuhan memimpin hidup kita sehingga kita siap untuk menjadi orang yang dipimpin untuk memimpin. Jelas kata ditinggikan berarti hal itu bukan semata-mata hasil usaha kita sendiri melainkan Allahlah yang memampukan kita. Jika kita ingin menjadi orang-orang muda yang layak ditinggikan maka latihlah diri kita bukan hanya dengan latihan badani yang terbatas gunanya melainkan dengan kerajinan dan ketekunan kita beribadah dan merenungkan Firman Tuhan. Karena Firman Tuhan senantiasa berguna untuk membangun. Firman Tuhan adalah dasar dan fondasi dari rumah yang kokoh yang dibangun di atas batu dan bukan di atas pasir. Jangan pernah melupakan dan meninggalkan Tuhan dan Firman-Nya. Tentu pesan yang terdapat dalam nats bagian bacaan kita saat ini bukan hanya diperuntukkan bagi Timotius tetapi juga bagi kita sekalian yang hadir dalam ibadah saat ini. Kiranya Tuhan senantiasa memampukan kita untuk menjadi orang-orang muda yang sedia dipimpin untuk memimpin sehingga kita dapat mencapai taraf dimana kita dimampukan untuk menjadi orang-orang muda yang patut ditinggikan dalam pola kepemimpinan yang kita terapkan di dalam hidup ini. Ingatlah senantiasa bahwa setiap kita adalah pemimpin. Paling tidak setiap kita adalah pemimpin untuk diri kita sendiri. Pun setiap kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi. Oleh karena itu awasilah dirimu sendiri. Awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu. Karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu sendiri dan semua orang yang mendengar engkau. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.



Pokok doa khusus: Berdoa untuk Palestina.

Minggu, 22 Juni 2014

ROH KUDUS MEMERDEKAKAN DAN MENGHIDUPKAN (2 KORINTUS 3:1-18)

                                              

                Saudara-saudara, ketika kita mendengar kata kerja “memerdekakan,” maka kita pasti akan langsung teringat dengan kata yang mendasarinya yaitu “merdeka.” Kalau kita mau mengingat kepada masa-masa perjuangan  meraih kemerdekaan Indonesia dulu maka kita pasti akan teringat juga dengan semboyan yang pernah ada saat itu yaitu “merdeka atau mati.” Dengan ungkapan ini secara kasat mata kita dapat melihat bahwa hidup para pejuang kala itu hanya ada dalam dua pilihan. Merdeka berarti selamat, bebas dari kungkungan penjajahan dan pasti akan beroleh hidup. Sementara mati berarti benar-benar bebas dari kehidupan dunia ini dan kembali ke hadapan Sang Pencipta. Tentu sebagai orang percaya kita yakin dan percaya bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya melainkan awal dari kehidupan baru bersama dengan Tuhan dalam kekekalan yang sejati. Tapi tentu kalau kita membayangkan konteks pejuang kala itu, maka yang menjadi cita-cita mereka adalah merdeka dan bukan mati. Karena dengan merdeka berarti kemenangan, keselamatan, kebebasan dari penjajahan dan tentunya hidup yang berhakikat itu sendiri dapat diraih. Dan yang jelas sekali lagi saya tekankan bahwa kemerdekaan yang kita raih butuh perjuangan bahkan tetes darah, keringat bahkan nyawa dari para pejuang kebangsaan kita. Makanya sampai sekarang di setiap upacara bendera selalu ada bagian mengheningkan cipta untuk mengenang jasa para pahlawan. Pun di dalam salah satu lagu kebangsaan kita selalu diingatkan bahwa hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan, demikian adanya, dan seterusnya.
                Saudara-saudara, di minggu sore hari ini saya mengajak saudara-saudara untuk merenungkan melalui bagian bacaan kita 2 Korintus 3:1-18 tentang sebuah tema yaitu Roh Kudus memerdekakan dan menghidupkan. Kalau kita perhatikan dengan seksama tema ini maka kata memerdekakan di belakang kata Roh Kudus menunjukkan bahwa inisiatif pemerdekaan kita dari dosa dan maut semata-mata berasal dari Allah melalui Yesus Kristus dan peran Roh Kudus. Semua adalah karena pemberian dan anugerah Allah. Oleh karena itu Alkitab dengan tegas mengatakan jangan ada yang memegahkan diri karena semua bukan hasil usaha kita melainkan pemberian Allah. Namun apakah dengan konteks dan konsep bahwa semua adalah pemberian Allah, berarti Tuhan hanya ingin kita pasif saja? Ternyata tidak saudara-saudara. Tuhan memanggil kita untuk menjadi bagian dari persekutuan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Ia rindu menanamkan iman percaya di dalam hati kita. Dan Ia rindu agar kita mau meresponi dengan sepenuh kesadaran, kerinduan kita kepada Tuhan serta kedewasaan kita panggilan Tuhan atas kita untuk menjadi orang-orang percaya, dimana kita benar-benar percaya dan mengaku secara pribadi serta menjadikan Tuhan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan juruselamat di dalam kehidupan kita. Secara faktual dalam kehidupan bergereja hal itu ditandai dengan memberi diri dibaptis, menjadi bagian dari satu keanggotaan gerejawi dan mengambil bagian dalam pelayanan gerejawi dimana kita berada dan ditempatka n Tuhan di dalam jemaat-Nya yang kudus. Bahkan lebih dalam lagi memelihara hidup kudus dalam pimpinan, tuntunan dan pemeliharaan Tuhan karena kita adalah umat gembalaan-Nya yang telah dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib. Sebagaimana kata qadosy sendiri bermakna dipisahkan dari yang lain. Atau dengan kata lain dikhususkan menjadi umat Allah yang kudus. Kita yang seharusnya menerima hukuman dosa yang adalah maut itu telah dipilih dan ditetapkan Allah melalui Yesus Kristus dan peran Roh Kudus untuk diangkat menjadi anak-anak Allah dan memperoleh bagian sebagai warga Kerajaan  Allah. Makanya kita seringkali dikatakan sebasgai warga Kerajaan Allah yang ditempatkan Tuhan di tengah dunia ini. Karena memang menurut janji Allah maka kewargaan kita bukanlah warga dunia ini melainkan warga Kerajaan Sorga. Modalnya hanyalah percaya karena kita diselamatkan karena iman.
                Tapi yang menjadi persoalan kemudian adalah apakah percaya saja cukup? Ternyata tidak juga saudara-saudara. Alkitab dengan jelas mengungkapkan bahwa kita perlu mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar. Dalam ungkapan Yesus Kristus kepada para murid di Taman Getsemani, Ia dengan tegas berkata: berjaga-jagalah dan berdoalah supaya kamu tidak jatuh ke dalam pencobaan. Ternyata kita perlu berdoa dan bekerja saudara-saudara. Jadi dengan kata lain, antara berdoa dengan bekerja haruslah seimbang. Dan untuk setiap pekerjaan yang kita lakukan yang tentunya kesemuanya itu adalah untuk mempermuliakan nama Tuhan kita perlu melandasinya dengan doa. Karena melalui doa kita sedang meminta pimpinan Tuhan. Melalui doa kita sedang meminta tuntunan Roh Kudus agar melalui pekerjaan yang kita lakukan maka kita dapat mempermuliakan Tuhan.
                Kalau kita mau kembali kepada bagian bacaan kita saudara-saudara, di situ akan dengan jelas kita temukan tentang peran Roh Kudus sebagai pribadi ketiga dari Allah Tritunggal yang tidak lain adalah Allah sendiri yang memerdekakan dan menghidupkan. Tentu kita sudah sama-sama tahu bahwa kemerdekaan dan keselamatan yang kita raih sebagai anugerah dari Tuhan itu diwujudnyatakan melalui karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus, yaitu melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Dan hingga kini kita pun sudah sama-sama tahu bahwa Yesus Kristus telah naik ke Sorga dan telah kembali duduk di sebelah kanan Allah BAPA sebelum nantinya akan kembali sebagai hakim yang adil untuk yang kedua kali. Dan kita juga sudah sama-sama tahu bahwa sebelum kenaikan-Nya ke Sorga, Kristus menjanjikan penolong yang lain yaitu Roh Kudus yang adalah Allah sendiri yang akan terus menyertai kehidupan para murid dan juga kehidupan kita sampai dengan saat ini bahkan sampai akhir zaman. Itulah janji-Nya yang dituliskan di dalam Alkitab dan yang dengan iman kita percaya bahwa hal itu pasti akan terjadi. Bahkan ketika kita sekarang sedang berada dalam momentum peringatan pentakosta, hendaknya kita semakin disadarkan tentang pentingnya peran Roh Kudus di dalam hidup kita. Ia yang menginsafkan kita akan dosa. Ia yang mengingatkan kita kepada Firman dan mengarahkan kita kepada kebenaran. Ia yang akan terus berupaya meluruskan jalan-jalan hidup kita sehingga kita dapat benar-benar menjadi orang-orang yang berkenan di hadapan Tuhan. Ia memimpin kita kepada hidup dan menjauhkan kita daripada kebinasaan. Bahkan Ia ada di dalam hati kita. Ia berperan melalui suara hati kita. Oleh karena itu kita perlu terus mengasah hati nurani kita supaya tidak menjadi tumpul melalui ketekunan kita dalam doa dan perenungan Firman Tuhan.
                Secara jelas ayat ke-17 dari 2 Korintus pasal 3 mengungkapkan dan mempersaksikan “Sebab Tuhan adalah Roh. Dan dimana ada Roh Allah di situ ada kemerdekaan...” Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa kita masih perlu peran Roh Kudus untuk memerdekakan kita? Apakah karya penebusan Kristus tidak cukup menjadi jaminan bahwa kita telah dimerdekakan? Jawabannya adalah karena kita masih hidup di dalam dunia. Dan sebagai manusia yang masih punya kedagingan dibarengi dengan tawaran dunia yang beraneka ragam dan menggiurkan, maka kita masih perlu pimpinan dan tuntunan Roh Kudus agar kita tidak kembali terjerat di dalam dosa melainkan kita sungguh-sungguh dapat menjadi hamba kebenaran dan bukan hamba dosa. Kenapa demikian saudara? Karena Alkitab berkata bahwa iblis berkeliling. Ia mengaum seperti singa yang hendak memangsa dan menjerat manusia termasuk kita orang-orang percaya untuk kembali ditarik menjadi bagian dari kawanannya karena ia tidak mau masuk neraka sendirian. Kita juga perlu menyadari bahwa Roh memang penurut tetapi daging lemah. Itulah sebabnya kita butuh peran Roh Kudus yang memerdekakan dan menghidupkan. Bahkan kalau kita lihat di dalam bagian bacaan kita maka akan terlihat peran Roh Kudus yang menghidupkan pelayanan yang dilakukan oleh Paulus dan para pelayan perjanjian baru, khususnya di Jemaat Korintus. Bahkan peran Roh Kudus yang menghidupkan pelayanan itu terlihat nyata melalui gambaran Jemaat Korintus yang digambarkan oleh Paulus di dalam ayat yang ke-3 dimana mereka disebut sebagai surat Kristus. Artinya di sini mereka adalah jemaat yang menyukakan hati Tuhan. Dengan kata lain mereka telah menjadi orang-orang yang sungguh-sungguh lahir baru. Dilahirkan kembali menurut Roh dan bukan sekedar menurut hukum-hukum tertulis. Bahkan Paulus menekankan tentang hal ini di dalam ayat yang ke-6, bahwa hukum tertulis itu mematikan tetapi Roh menghidupkan. Apakah itu berarti hukum menjadi tidak berguna? Tentu saja tidak saudara-saudara. Karena Alkitab sendiri mempersaksikan bahwa Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum taurat tetapi untuk memperbaharuinya. Hal ini mau menggambarkan bahwa di mata Tuhan dan di tangan Tuhan, hukum tidak lagi menjadi sesuatu yang kaku, yang hanya berisi aturan-aturan yang baku tanpa nilai fleksibilitas sama sekali. Sebut saja contoh mengenai hukum hari Sabat. Para guru Yahudi secara sah dan meyakinkan mengatakan bahwa setiap orang tanpa terkecuali tidak boleh mengerjakan apapun di hari sabat. Tapi Yesus Kristus mendobrak akan hal itu dan berupaya melakukan pembaharuan atasnya. Satu hal yang perlu kita sadari bersama adalah bahwa hukum yang terutama adalah hukum kasih sebagaimana telah diajarkan-Nya kepada kita. Kasihilah Tuhan Allahmu, kasihilah sesamamu manusia dan bahkan kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka. Hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah karena Allah sendiri adalah kasih. Barangsiapa tinggal di dalam kasih, maka ia tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
                Kalau kita mau melihat contoh tentang cara hidup jemaat yang pertama dalam Kisah Para Rasul pasal yang kedua, maka di sana akan sangat terlihat dimana masing-masing anggota jemaat saling mengasihi. Pun mereka hidup dalam pimpinan dan penyertaan Roh Kudus, sehingga hasilnya pun tampak nyata bahwa mereka tidak hanya bertumbuh secara kualitas melainkan juga kuantitas dimana jumlah mereka terus ditambahkan oleh Tuhan dari hari ke sehari.
                Saudara-saudara, bagaimana dengan kita saat ini? Apakah kita sungguh-sungguh meyakini bahwa Roh Kudus sungguh-sungguh berperan di dalam hidup kita? Bahkan juga di dalam pelayanan yang sedang kita kembangkan saat ini? Apakah kita sungguh-sungguh meyakini bahwa Roh Kudus adalah Roh yang akan senantiasa memerdekakan dan menghidupkan? Jika ya, marilah kita sama-sama bertekad untuk sungguh-sungguh hidup di dalam Roh yang akan senantiasa memperbaharui diri dan hidup kita. Marilah kita terus berlatih bukan hanya dengan latihan badani yang terbatas gunanya tetapi juga melalui ketekunan kita dalam ibadah kita dan persekutuan kita dengan Tuhan, pun dengan sesama orang percaya. Dari sanalah kita akan dapat senantiasa merasakan dan mengalami kekuatan Roh Kudus yang memerdekakan dan menghidupkan. Kiranya Tuhan melalui Roh Kudus-Nya senantiasa memimpin, menyertai dan memberkati kita sekalian. Amin.



Sabtu, 14 Juni 2014

HIDUP DENGAN KEKUATAN ROH KUDUS (1 Tesalonika 1:2-10; Matius 26:41)

                                                              
                Saudara-saudara, sungguh merupakan sebuah kebahagiaan besar bahwa kita sudah boleh melalui dengan indah masa peringatan kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke Sorga dan kini kita boleh berada di masa-masa peringatan turunnya Roh Kudus atau yang biasa kita kenal dengan istilah Pentakosta. Sebuah masa dimana Roh Kudus dicurahkan ke dalam diri para murid Yesus sebagai bukti penggenapan janji Yesus Kristus bahwa Dia akan menyediakan penolong yang lain yaitu Roh Kudus yang merupakan pribadi ketiga dari Allah Tritunggal dan yang adalah Allah sendiri. Dengan demikian nyatalah bahwa penyertaan Allah tak pernah berkesudahan. Saudara-saudara bisa perhatikan pernyataan ini: “Penyertaan Allah tidak pernah berkesudahan.” Dalam konteks pencurahan Roh Kudus maka penyertaan Allah dinyatakan melalui karya dan kekuatan Roh Kudus di dalam hidup para murid bahkan di dalam hidup setiap kita sampai dengan saat ini. Kemudian akan muncul pertanyaan paling mendasar. Kenapa kita memerlukan penyertaan dan bahkan kekuatan Roh Kudus di dalam hidup kita? Apakah kita sebagai manusia adalah sosok yang begitu lemah sehingga kita membutuhkan Roh Kudus yang tidak lain adalah pribadi Allah sendiri yang menyertai dan terus akan menguatkan dan meneguhkan kita? Injil Matius 26:41 dengan tegas mengungkapkan kebenaran fakta tentang manusia, yaitu bahwa Roh memang penurut tetapi daging lemah. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah Roh siapa yang dikatakan penurut itu? Kalau kita berbicara mengenai daging yang lemah, maka kita bisa dengan cepat mengetahui bahwa daging yang dimaksud adalah kemanusiawian kita. Dosa telah membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah. Dosa telah membuat hubungan antara manusia dengan Allah menjadi terputus. Kehilangan kemuliaan Allah yang dialami oleh manusia telah membuat gambar dan keberadaan diri manusia berubah seketika. Dari oknum yang dipercaya penuh oleh Allah bahwa manusia akan dapat memenuhi seluruh mandat Allah kepadanya menjadi oknum yang tidak seratus persen bisa dipercaya. Dengan kata lain ada kecenderungan untuk tidak bisa dipercaya. Dengan demikian manusia tidak selamanya bisa dipercaya untuk berada di jalur atau koridor yang baik dan benar. Manusia bisa salah jalan. Manusia bisa salah langkah. Dan gambaran yang paling jelas di dalam Alkitab yang menunjukkan saat-saat dimana manusia salah dalam memilih jalan dan langkah dengan kehendak bebasnya adalah ketika Adam dan Hawa lebih memilih untuk melakukan pembiaran ketika dirinya diperdaya iblis untuk memakan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat yang sesungguhnya Allah melarang mereka untuk memakannya ketimbang mematuhi dan menaati mandat Allah. Dosa menjadikan manusia menjadi cemar dan lemah karena manusia sudah kehilangan kemuliaan Allah. Bahkan manusia memiliki kecenderungan untuk acap kali dikuasai hawa nafsu yang tidak jarang berujung pada nafsu jahat. Kehilangan kemuliaan Allah dan putusnya hubungan antara manusia dengan Allah menjadikan manusia memiliki kecenderungan memberontak dan melepaskan diri dari kontrol Allah dan dengan demikian manusia lebih cenderung untuk mengandalkan kekuatannya sendiri tanpa mau menghiraukan bahwa dirinya yang sesungguhnya lemah itu membutuhkan kekuatan Allah yang Maha Kuat. Dengan demikian nyatalah bagi kita bahwa Roh yang penurut yang dimaksudkan di dalam Alkitab menunjuk kepada Roh Kudus yang ditinggalkan Allah bagi kita. Yang bersemayam di dalam hati dan pikiran kita. Persoalannya bagi kita adalah kita seringkali melupakan bahwa ada peran Roh Kudus dalam segenap kehidupan kita. Ada peran Roh Kudus dalam segenap langkah hidup kita. Dan oleh karena itu kita perlu mengakui segenap kelemahan kita di hadapan Tuhan. Dan kita perlu memohon curahan Roh Kudus yang akan senantiasa menuntun, menguatkan dan meneguhkan langkah hidup kita. Karena di dalam hidup ini tidak selalu hanya akan ada matahari tanpa ada hujan dan badai. Tapi dengan kekuatan Roh Kudus kita dimampukan Tuhan untuk melewati berbagai badai kehidupan yang ada di dalam hidup kita. Kuncinya adalah kita perlu terus beriman dan berpengharapan kepada Tuhan, karena Alkitab berkata dengan iman sebesar biji sesawi pun kita dapat memindahkan gunung. Gunung yang dimaksud adalah gunung persoalan kehidupan kita, gunung kegundahan, gunung ketidakdamaian dan ketidaksejahteraan. Dengan kata lain masalah dan pergumulan boleh datang silih berganti. Tetapi kita boleh beroleh kepastian bahwa di dalam Tuhan kita cakap menanggung segala perkara.

                Mengungkapkan akan hal ini begitu mudah saudara-saudara. Tapi dalam pelaksanaannya tidak semudah itu. Sebagai manusia, apalagi yang hidup di kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya kita acap kali terjebak dengan mobilitas kehidupan kita. Hal itu membuat kita acap kali tidak punya waktu dan tidak terbiasa untuk berpikir dan berdiam diri. Bertanya pada Tuhan dan meminta pimpinan Roh Kudus tentang berbagai hal yang akan kita lakukan. Dan bertanya pada Tuhan akan perkenana n Tuhan atas apa yang hendak kita lakukan. Tidak jarang kekurangan waktu dan ketidakterbiasaan kita untuk merenung dan berdiam diri di hadapan Tuhan itu menjadikan kita salah jalan, salah langkah dan salah persepsi. Tidak jarang kesalahan yang kita lakukan mendukakan hati sesama kita bahkan lebih jauh lagi mendukakan hati Tuhan. Ketika kita sungguh-sungguh menyadari bahwa peran Roh Kudus adalah menginsafkan orang akan dosa dan Firman Tuhan sebagaimana tercatat juga di dalam surat 1 Tesalonika 1:5, maka sudah barang tentu kita akan berkata bahwa kita perlu peran Roh Kudus di dalam hidup kita. Kita perlu kekuatan Roh Kudus yang akan terus menguatkan dan meneguhkan langkah hidup kita, terutama ketika kita menjadi lemah di dalam kemanusiawian kita. Kita sepatutnya senantiasa bersyukur bahwa Tuhan menempatkan Roh Kudus-Nya di dalam hati kita. Dia berperan melalui suara hati kita senantiasa. Suara hati yang senantiasa menegur dan mengarahkan kita kepada kebenaran. Oleh karena itu kita perlu terus mengasah suara hati kita agar tidak menjadi tumpul. Kita perlu terus bertekun dalam doa dan kebenaran Firman Tuhan, baik dalam perenungan dan permenungan kita secara pribadi maupun dalam persekutuan orang percaya. Kiranya Tuhan senantiasa menguatkan dan meneguhkan langkah hidup kita melalui Roh Kudus-Nya yang akan senantiasa menolong kita. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.