Selasa, 31 Desember 2013

RENUNGAN AWAL TAHUN 2014: CIRI ORANG BERIMAN-HIDUP DALAM KEPASTIAN (AYUB 14:1-22)

               
                Saudara-saudara kekasih Kristus, memasuki awal tahun yang baru di minggu pertama tahun 2014 ini, pemberitaan di televisi banyak menyoroti seputar ramalan tentang apa yang akan terjadi di tahun 2014 yang akan kita jalani dan lewati bersama ini. Salah satu yang paling saya ingat yang juga dikait-kaitkan dengan tragedi kecelakaan kereta di Bintaro yang terjadi belakangan ini adalah ketika seorang paranormal mengatakan bahwa kecelakaan kereta di Bintaro yang bertabrakan dengan mobil tangki BBM Pertamina itu menunjukkan bahwa di tahun 2014 akan terjadi pertarungan, gejolak bahkan tragedi yang sangat besar. Apalagi mengingat bahwa tahun 2014 merupakan suatu tahun politik bagi Indonesia. Dalam ungkapan yang lain diungkapkan juga bahwa tahun 2014 merupakan tahun kuda perang.

                Saudara-saudara, sadarkah kita akan realita kenapa orang-orang di sekitar kita acap kali mengandalkan diri dan seolah-olah membutuhkan bahkan bergantung pada ramalan-ramalan? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena orang membutuhkan kepastian. Hal ini senada atau seiring sejalan dengan realita keberadaan manusia yang sejak lahirnya memang memiliki kecenderungan alamiah untuk dapat menjadi gelisah dan bahkan dipenuhi kegelisahan. Ayat yang pertama dari bagian bacaan kita menegaskan akan hal itu. Dengan jelas diungkapkan di sini bahwa manusia yang lahir dari perempuan yang artinya semua manusia tanpa terkecuali (karena tidak ada satu anak manusia pun yang tidak lahir dari perempuan) dikatakan singkat umurnya dan penuh kegelisahan. Kalau kita mau menilik pada peristiwa hidup Ayub sendiri, bukan tidak mungkin dalam kondisi hidupnya yang berbalik 180 derajat itu Ayub menjadi frustasi dan pada akhirnya hidupnya dipenuhi kegelisahan. Bahkan kalau kita lihat dan cermati bersama Ayub pun pernah mengutuki hari kelahirannya sebelum akhirnya berbalik kembali kepada Allah dan menyesali perbuatannya. Pertanyaannya kenapa Ayub sampai bisa mengutuki hari kelahirannya? Pasti sedikit banyak dipengaruhi juga oleh kegelisahan dan kegundahan yang bergejolak di dalam dirinya tanpa dia bisa berbuat apa-apa untuk keluar dari keadaan keterpurukannya. Itulah juga yang acap kali terjadi pada manusia-manusia lain di muka bumi ini. Bahkan mungkin termasuk kita sebagai orang-orang percaya. Kegelisahan yang acap kali mendera hidup ini membuat manusia lebih senang menggunakan cara instan untuk mencari jawab dari kegelisahan hatinya tentang perjalanan hidupnya. Salah satu caranya adalah melalui percaya pada ramalan. Dalam kondisi yang demikian maka sebagai orang beriman tentunya kita patut bertanya khususnya ke dalam hati kita pribadi lepas pribadi. Manakah kuasa yang lebih besar? Apakah kuasa ramalan yang berdasar pada hikmat manusia bahkan bisa jadi ada campur tangan kuasa gelap? Atau justru kuasa Tuhan yang sudah sangat jelas bahwa DIA adalah Sang Khalik dan Raja di atas segala raja? Maka sebagai orang beriman tentunya kita tahu siapa yang harus kita ikuti dan kepada siapa kita harus menggantungkan hidup kita. Tidak lain dan tidak bukan Tuhan menjadi jawaban dan pilihan yang pasti bagi kita. Tidak ada tawar menawar di dalamnya. Ikut Tuhan-selamat. Mengikuti kuasa lain di luar kuasa Tuhan-binasa. Oleh karena itu iman percaya kita kepada Tuhan menjadi hal yang penting. Karena di dalam percaya kita tidak sekedar percaya melainkan mempercayakan diri dan hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Artinya Dialah yang berotoritas penuh atas diri dan hidup kita. Bukan yang lain. Dalam ungkapan yang lain Dialah yang menjadi Raja dan memerintah di dalam hidup kita. Artinya ketaatan dan kepatuhan  kepada Tuhan juga bukan menjadi hal yang dapat ditawar-tawar. That’s the point. Ketika kita taat dan patuh sebagai bukti bahwa kita mengasihi Allah sebagaimana Dia lebih dulu mengasihi kita maka kita pasti akan sungguh-sungguh dapat masuk ke dalam kemuliaan bersama dengan Sang Bapa. Bahkan ada saatnya dimana kita dapat bertemu muka dengan muka dengan-Nya sebagai bagian dari orang-orang yang benar-benar dipilih dan ditetapkan Allah untuk diselamatkan. Jadi masa-masa dimana kita masih diberi hidup di dunia ini adalah menjadi masa penyaringan. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan waktu hidup kita yang singkat ini. Hiduplah di dalam Tuhan dan bersama Tuhan senantiasa, karena di dalam Tuhan selalu ada pengharapan seperti pohon yang ditebang dan dapat bertunas kembali, dimana tunasnya tidak berhenti tumbuh. Di dalam Tuhan juga selalu ada kepastian, yaitu kepastian hidup dan keselamatan kekal. Bahkan orang percaya akan tetap hidup sekalipun ia sudah mati. Itu janji Firman Tuhan. Ketiadaan harapan setelah kematian karena dosa sebagaimana dituliskan dalam judul perikop kita saat ini telah Tuhan ubahkan dan sempurnakan menjadi jaminan keselamatan dan hidup kekal bagi semua orang terutama bagi orang-orang percaya dan takut akan Dia. Oleh karena itu kata kuncinya di sini adalah percaya. Namun percaya bukan hanya sekedar percaya melainkan mau mengambil komitmen dalam konsistensi hidup bersama Tuhan dan di dalam Tuhan. Dengan demikian kita tidak sekali pun mengandalkan diri di dalam otoritas lain selain otoritas Tuhan satu-satunya, karena Dialah satu-satunya Juruselamat bagi kita. Komitmen ini pun perlu dinyatakan dan dipraktekkan dalam keseharian hidup kita, terutama ketika kita memasuki tahun yang baru ini dengan segudang rencana. Alkitab berkata jangan lupakan Tuhan dalam setiap perencanaan. Berdoalah kepada-Nya. Mintalah hikmat bijaksana daripada-Nya. Mintalah agar Dia senantiasa menyertai langkah hidup kita ke depan sehingga nyatalah Allah Imanuel, Tuhan beserta kita. Selamat memasuki tahun yang baru bersama Tuhan dan di dalam Tuhan. Mari kita jadikan tahun 2014 ini sebagai tahun kemenangan bersama Yesus Kristus Tuhan.  Selamat melangkah di tahun yang baru dalam pengharapan dan kepastian. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Selasa, 24 Desember 2013

YOBEL DAN NATAL: SEBUAH KORELASI ATAU PERTENTANGAN?


       PENGANTAR: PENGERTIAN DAN PEMAHAMAN TENTANG TAHUN YOBEL DALAM SEJARAH
      Tentu tiap-tiap kita pernah membaca bagian Alkitab yang terdapat dalam Imamat 25:10 bukan? Dalam bagian Alkitab ini dengan jelas diungkapkan bahwa kamu harus menguduskan tahun ke lima puluh, dan memaklumkan kebebasan di negeri itu bagi segenap penduduknya. Itu harus menjadi tahun Yobel bagimu, dan kamu harus masing-masing pulang ke tanah miliknya dan kepada kaumnya. Jika kita mau melanjutkan pembacaan pada ayat ke-11 sampai dengan ayat ke-13, maka di sana dengan jelas diungkapkan bahwa tahun yang kelima puluh itu harus menjadi tahun Yobel bagimu, jangan kamu menabur, dan apa yang tumbuh sendiri dalam tahun itu jangan kamu tuai, dan pokok anggur yang tidak dirantingi jangan kamu petik buahnya. Karena tahun itu adalah tahun Yobel, haruslah itu kudus bagimu; hasil tahun itu yang hendak kamu makan harus diambil dari ladang. Dalam tahun Yobel itu kamu harus masing-masing pulang ke tanah miliknya. Jika kita mau menelusuri dari awal, sebagaimana judul perikop yang diberikan oleh LAI dalam Imamat pasal 25 ini, maka dengan jelas kita akan menemukan bahwa pelaksanaan tahun Yobel memiliki pemaknaan yang saling terkait dengan tahun Sabat. Dan perintah ini disampaikan Tuhan melalui Musa di Gunung Sinai untuk ditujukan kepada Orang Israel ketika telah tiba di negeri yang dijanjikan Tuhan kepada mereka. Dengan demikian jelaslah bahwa pelaksanaan tahun Yobel berdasarkan kesaksian Alkitab dapat dimaknai sebagai tahun pembebasan yang nota bene menjadi peringatan historis dari pembebasan Bangsa Israel dari tanah perbudakan di Mesir. Sedangkan tahun Sabat merupakan masa perhentian, sebagaimana makna kata hari Sabat yang merupakan hari perhentian yang dikuduskan bagi Tuhan. Dalam paparan di ayat ke-3 dam seterusnya sampai dengan ayat ke-9 diungkapkan dengan jelas bahwa enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu. Tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi Tuhan. Ladangmu janganlah kau taburi dan kebun anggurmu janganlah kau rantingi. Dan apa yang tumbuh sendiri dari penuaianmu itu, janganlah kau tuai dan buah anggur dari pokok anggurmu yang tidak dirantingi, janganlah kau petik. Tahun itu harus menjadi tahun perhentian penuh bagi tanah itu. Hasil tanah selama sabat itu harus menjadi makanan bagimu, yakni bagimu sendiri, bagi budakmu laki-laki, bagi budakmu perempuan, bagi orang upahan dan bagi orang asing di antaramu, yang semuanya tinggal padamu. Juga bagi ternakmu, dan bagi binatang liar yang ada di tanahmu, segala hasil tanah itu menjadi makanannya. Selanjutnya engkau harus menghitung tujuh tahun sabat, yakni tujuh kali tujuh tahun; sehingga masa tujuh tahun sabat itu sama dengan empat puluh sembilan tahun. Lalu engkau harus memperdengarkan bunyi sangkakala dimana-mana dalam bulan yang ketujuh pada tanggal sepuluh bulan itu; pada hari raya Pendamaian kamu harus memperdengarkan bunyi sangkakala itu dimana-mana di seluruh negerimu. Barulah pada tahun yang ke-50 dalam rangkaian hari raya pendamaian itu dirayakanlah tahun Yobel. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa tahun Yobel memiliki ciri khas historis berdasarkan paparan Alkitab sebagai berikut: (1). Tahun Yobel adalah salah satu perayaan keagamaan dalam tradisi Yahudi atau Israel. (2). Tahun Yobel diperingati pada tiap-tiap tahun ke-50 dihitung dari awal peringatan tahun Sabat. Dalam Bahasa Inggris ungkapan tahun ke-50 ini dikenal dengan  istilah Jubilee (Sumber: id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Yobel). (3). Dalam tradisi Yahudi, tahun Yobel dirayakan bersamaan dengan Hari Raya Pendamaian (dalam bahasa Ibrani yom kippur). (4). Perayaan ini dibuka dengan meniupkan sangkakala (shofar) yang tidak hanya menjadi tanda dimulainya perayaan, tetapi juga menjadi seruan pembebasan bagi para budak, termasuk pembebasan lahan pertanian (Sumber: Ibid). (5). Perayaan tahun Yobel merupakan puncak dari Sabat (Sumber: www.tulang-elisa.org/tahun-yobel).
               
Dalam sumber  id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Yobel‎ disebutkan bahwa secara etimologis asal kata yobel tidak diketahui dengan pasti. Kata ini diduga berasal dari kata bahasa Ibrani ybl (yovel) yang bisa berarti domba jantan atau tanduk domba jantan. Dalam tafsiran penulis, pemaknaan tahun Yobel sebagai tahun pembebasan yang dikaitkan dengan arti kata harafiahnya yaitu domba jantan adalah karena dalam konteks Perjanjian Lama domba (khususnya domba jantan) seringkali dipakai sebagai simbol gambaran kurban penebusan dosa. Dalam paparan etimologi yang terdapat dalam sumber id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Yobel disebutkan bahwa dalam beberapa teks Perjanjian Lama seperti di dalam Keluaran 19:13 dan Yosua pasal 6, kata ybl atau yovel ini diyakini menunjuk pada shofar. Shofar (sangkakala) adalah tempat yang terbuat dari tanduk domba jantan dan biasa dibunyikan pada permulaan perayaan Hari Raya Pendamaian.

      YOBEL DAN NATAL: SEBUAH KORELASI ATAU PERTENTANGAN?
      Dari berbagai uraian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa tahun Yobel memiliki makna penting sebaagai tahun pembebasan yang merupakan puncak dari perayaan tahun sabat atau tahun perhentian. Kedua-duanya merupakan momen yang khusus dan kudus bagi Tuhan. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah tahun Yobel memiliki keterkaitan makna dengan peringatan dan perayaan natal? Atau justru merupakan sebuah pertentangan?
      
      Natal secara umum dimaknai sebagai hari kelahiran sebagaimana arti harafiah dari kata natal adalah lahir atau kelahiran. Dalam konteks kekristenan kemudian kata natal memiliki makna khusus terutama ketika dikaitkan dengan momentum kelahiran Tuhan Yesus Kristus ke dalam dunia. DIA yang pada mulanya adalah Firman yang kemudian menjadi sama dengan manusia dan berada di tengah-tengah manusia untuk mengajar dan lebih khusus lagi melakukan tugas penyelamatan Allah atas dosa-dosa manusia serta membebaskan manusia dari hukuman kekal yang berujung kepada kematian kekal. Coba perhatikan kata membebaskan yang penulis beri garis bawah dalam ungkapan di atas. Kelahiran Yesus Kristus yang kita peringati dalam tiap-tiap momentum natal merupakan cikal bakal pewujudnyataan rangkaian karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus atas dosa manusia yang sudah pasti berujung kepada maut. Tidak ada satu manusia pun yang dapat terlepas dari hukuman kekal yang merupakan akibat dari dosa Adam dan Hawa serta keturunannya termasuk kita. Oleh karena itu natal sebagai cikal bakal karya penyelamatan dan pembebasan Allah melalui Yesus Kristus terhadap manusia dari kungkungan dosa dan maut kekal tentulah memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan nilai pemaknaan yang terkandung dalam perayaan tahun Yobel sebagai tahun pembebasan. Kelahiran Yesus Kristus yang kita peringati dalam momentum natal tentulah menjadi cikal bakal jaminan kebebasan manusia dari dosa dan maut, terutama bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Tahun Yobel yang dalam Perjanjian Lama memiliki makna pembebasan terhadap para budak dan tanah, maka dalam Perjanjian Baru telah disempurnakan menjadi pembebasan terhadap seluruh umat manusia dari perbudakan dosa, terutama bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Sehingga dengan demikian kita tidak perlu lagi menjadi hamba dosa melainkan hamba kebenaran. Selamat natal bagi kita sekalian. Selamat menikmati dan menjalani hidup sebagai orang-orang yang telah dibebaskan dan ditebus Tuhan dari dosa dan maut dengan harga yang mahal melalui pengorbanannya di atas kayu salib dan keseluruhan rangkaian karya penyelamatan-Nya atas kita. Selamat mengecap dan menjalani kebebasan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita melalui Yesus Kristus dengan penuh tanggung jawab dan dalam hati yang tulus dan kudus untuk mempermuliakan nama Tuhan melalui keseluruhan hidup yang kita jalani. Sekali lagi selamat natal dan tahun baru. Tuhan memberkati kita sekalian.

Kamis, 07 November 2013

KIBLAT ORANG PERCAYA (Mazmur 119:105-112)


                Saudara-saudara, ketika kita berbicara tentang kiblat maka sudah pasti kita akan mengingat saudara-saudara kita kaum muslim yang dalam setiap doanya harus mengarahkan kiblatnya ke arah ka’bah. Bahkan ada saat-saat dimana mereka dipanggil untuk menuju ke tanah suci Mekah dimana salah satu tujuan yang kerap kali mereka harapkan adalah agar dapat melihat ka’bah dan bahkan menyentuhnya. Namun pertanyaannya sekarang adalah apakah hanya mereka yang nyata-nyata punya kiblat? Bagaimana dengan kita sebagai orang nasrani? Apakah kita tidak punya kiblat? Alkitab memang menjelaskan kepada kita bahwa akan tiba saatnya bagi kita untuk tidak lagi menyembah Tuhan di gunung-gunung sebagaimana dikisahkan dalam konteks Perjanjian Lama. Oleh karena itu kita juga tidak memerlukan tanah suci dan juga kiblat fisik yang khusus dalam melaksanakan ibadah dan doa kepada Tuhan. Artinya kita dapat beribadah dengan bebas dimana pun dan kapan pun. Terlebih karena kita sudah menjadi orang-orang yang ditebus Tuhan sehingga kita boleh menjadi orang-orang yang dikuduskan Tuhan karena anugerah berdasarkan karya penyelamatan-Nya atas kita. Namun dengan demikian apakah benar bahwa kita sungguh-sungguh sudah tidak memerlukan kiblat dan tidak memiliki kiblat sama sekali? Jawabannya tidak saudara-saudara. Karena dengan karya penebusan Kristus atas diri kita melalui kelahiran, kematian, kebangkitan sampai dengan kenaikan-Nya ke Sorga, maka sesungguhnya kita yang dahulu jauh namun yang sekarang sudah menjadi dekat dengan Tuhan atas inisiatif-Nya yang mau dan rela mendekatkan diri-Nya dengan kita dan merobohkan tembok pemisah antara Tuhan yang tidak berdosa dan manusia yang berdosa; kita perlu mengarahkan diri kita kepada pribadi Tuhan, Firman dan ketetapan-ketetapan-Nya. Itulah yang sesungguhnya menjadi kiblat iman kita, sehingga kita perlu terus mengarahkan diri terhadap hal itu. Dan kita pun perlu memiliki kerelaan untuk mau dibentuk Tuhan menjadi pribadi yang dari hari ke sehari terus menjadi semakin serupa dengan Kristus. Kita perlu membuka diri, hati, pikiran bahkan keseluruhan hidup kita untuk terus diarahkan berdasarkan kebenaran Firman Tuhan. Sebagaimana ikrar iman percaya kita kepada Kristus bahwa kita mau terus dimampukan Tuhan untuk menjadi hamba kebenaran yang sumbernya terdapat dalam Alkitab, Firman Tuhan. Oleh karena itu kita harus terus memiliki semangat dan tekad untuk mau dengar-dengaran akan Firman Tuhan, baik dalam pergaulan pribadi kita dengan Tuhan maupun dalam persekutuan komunitas orang percaya.

                Saudara-saudara, bagian bacaan kita Mazmur 119:105-112 mengungkapkan tentang sumpah pemazmur untuk menepati janji pemazmur di hadapan Tuhan untuk senantiasa berpegang kepada Firman Tuhan dan tidak sedikit pun melupakannya. Karena bagi pemazmur Firman Tuhan adalah pelita bagi kakinya dan terang bagi jalannya. Sekalipun pemazmur berada dalam kondisi yang sangat tertindas dan penuh penderitaan pun, pemazmur tidak akan pernah akan melupakan dan bahkan meninggalkan Tuhan dengan segala Firman dan ketetapan-Nya. Ia sangat yakin bahwa Firman Tuhan adalah Firman yang menghidupkan. Bahkan sesungguhnya janji yang terkandung dalam Firman Tuhan adalah bahwa bagi orang percaya dan yang mau hidup benar sesuai teladan Kristus maka mereka akan memperoleh jaminan keselamatan dan hidup kekal bersama dengan Tuhan. Dengan kata lain mereka akan hidup sekalipun mereka sudah mati. Itulah janji Tuhan yang diyakini pemazmur sebagai janji yang ya dan amin. Begitu juga dengan kita saat ini. Sebagaimana pengalaman pemazmur bersama dengan Tuhan, maka kita pun diajak untuk meyakini dengan sepenuh iman akan kemahakuasaan Tuhan dan seluruh janji Tuhan yang sudah pasti akan ditepati-Nya. Saudara-saudara, Tuhan sudah menepati janji-Nya yang dinubuatkan oleh para nabi sejak Perjanjian Lama. Mulai dari kelahiran-Nya ke dalam dunia yang sebentar akan kita peringati dalam perayaan Natal, kematian dan kebangkitan-Nya yang menjadi tanda keberhasilan karya penebusan Kristus atas dosa dan maut bagi seluruh umat manusia dan terutama bagi kita orang-orang percaya, kenaikan-Nya ke Sorga yang menandakan bahwa Dia telah menang dan Dialah Kristus Victor. Saat ini dalam penantian kita bersama kita masih akan menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali sebagai hakim yang adil atas seluruh ciptaan. Dan ketika kita menantikannya dengan iman, maka yakinlah bahwa Tuhan pasti akan memenuhi janji-Nya itu sebagaimana telah dipersaksikan di dalam Alkitab, Firman Tuhan. Oleh karena itu marilah kita menantikan penggenapan janji Tuhan yang terakhir ini dengan penuh iman, pengharapan dan kasih kepada Tuhan. Dengan waktu dan kesempatan yang masih Tuhan berikan kepada kita untuk menjalani hidup di dunia ini, marilah kita senantiasa mempersembahkan hidup kita dan keseluruhan diri kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah karena itu adalah ibadah kita yang sejati. Dalam hidup yang masih Tuhan anugerahkan kepada kita sampai dengan saat ini marilah kita mempermuliakan Dia dengan terus menyediakan diri kita untuk mau terus dipakai oleh-Nya menjadi perpanjangan tangan, mulut dan kasih-Nya kepada sesama kita yang membutuhkan. Terutama juga untuk menjadi kesaksian bagi mereka yang belum percaya. Itulah bagian kita yang Tuhan ingin agar kita lakukan di dalam hidup kita. Dan yakinlah bahwa Tuhan akan melakukan bagian Tuhan atas kita. Termasuk memenuhi seluruh penggenapan janji-Nya sampai akhir. Kiranya Tuhan senantiasa memimpin dan memampukan kita untuk kita dapat terus mengarahkan pandangan kita dan keseluruhan hidup kita kepada Tuhan dan kepada perkara-perkara yang di atas dan bukan yang di bumi. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Rabu, 16 Oktober 2013

ROH YANG MEMBERI KEKUATAN (ROMA 8:26-27)

                                           
                Saudara-saudara, setiap kali kita berulang tahun apa yang biasanya diucapkan orang ketika memberi selamat kepada kita? Pastinya selamat ulang tahun. Lalu apa lagi? Pastinya wish you all the best. Tiap orang yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada teman dan kerabatnya pasti mendoakan yang terbaik bagi mereka yang sedang berulang tahun. Begitu juga dengan Roh Kudus. Dalam perannya di dalam kehidupan manusia, Roh Kudus yang adalah Allah sendiri terus bekerja melakukan yang terbaik dalam kehidupan orang-orang percaya. Dalam kesaksian Alkitab yang menjadi bagian bacaan kita saat ini diungkapkan peran Roh Kudus sebagai Roh yang menguatkan kita dalam segala kelemahan kita. Bahkan lebih jauh diungkapkan dalam konteks mengenai doa. Yaitu ketika kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa, maka Roh sendiri yang berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Ia berdoa sesuai dengan kehendak Allah bagi orang-orang kudus. Kira-kira siapa yang dimaksudkan dengan orang-orang kudus di sini? Apakah alim ulama? Apakah para pendeta? Bukan saudara-saudara. Yang dimaksud dengan orang-orang kudus di sini adalah tiap-tiap kita yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib. Karena itulah makna kata Qadosy yang sesungguhnya. Dipisahkan dari yang lain. Dipisahkan dari dunia ini dan dikhususkan menjadi orang-orang pilihan Allah. Bukankah tiap-tiap kita dipanggil dan dipilih Tuhan menjadi imamat yang rajani, umat pilihan Allah dan Israel-Israel yang baru? Sebagai imamat yang rajani, umat pilihan Allah dan Israel-Israel yang baru sudah sepatutnya kita menggantungkan dan mengandalkan hidup kita hanya kepada Allah dalam Yesus Kristus yang menjadi dasar iman kita dan bahkan kepala gereja itu sendiri. Sebagai Israel-Israel yang baru tentunya Tuhan tidak mengharapkan kita hanya pandai dalam melakukan ritual-ritual ibadah, tetapi justru lebih dalam lagi kita dipanggil untuk menjadi pelaku Firman yang setiawan. Dan kepada tiap-tiap kita yang setiawan ada janji Tuhan kepada kita, yaitu bahwa kita boleh masuk dan turut serta dalam kebahagiaan sejati bersama dengan Tuhan.

                Saudara-saudara, Roh Kudus adalah Roh yang memberi kekuatan dalam segala kelemahan kita. Dialah Roh yang senantiasa mengarahkan dan memampukan kita berjalan di jalan kebenaran Tuhan. Dialah Roh yang terus menegur kita dan memberikan kepada kita hikmat bijaksana yang bersumber dari Tuhan sendiri. Dialah Roh yang terus memampukan kita mencari perkara-perkara yang di atas dan bukan yang di bumi. Dialah Roh yang menjadi jaminan kita bahwa ketika kita mau hidup di dalam Roh maka kita akan senantiasa menjadi penurut-penurut Allah dan pada akhirnya kita akan memperoleh jaminan hidup kekal bersama dengan Dia di dalam Sorga. Karena Alkitab juga berkata bahwa Roh memang penurut tetapi daging lemah. Sebagai orang-orang pilihan Tuhan tentunya Tuhan ingin agar kita dapat meresponi dengan penuh komitmen panggilan Tuhan untuk menjadi penurut-penurut Allah dalam hidup baru yang kita jalankan di dalam Tuhan dan bersama Tuhan. Yaitu hidup menurut Roh dan bukan menurut daging. Oleh karena itu kita perlu memberi ruang kepada Roh Kudus untuk terus bekerja dalam hati kita senantiasa. Biarkanlah Dia yang boleh terus menguatkan kita dalam kelemahan kita, menegur kita dalam segala kesalahan kita dan senantiasa mengarahkan kita kepada kebenaran yang sejati. Yaitu Yesus Kristus dan segala ajaran-Nya. Ketika Roh Kudus memiliki peran di dalam hidup kita dalam memberi kekuatan di dalam segala kelemahan kita, maka tiap-tiap kita pun di panggil untuk menjadi penopang bagi sesama kita yang lemah dan membutuhkan kekuatan serta penghiburan. Tiap-tiap kita dipanggil menjadi terang dan garam dunia. Tiap-tiap kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan dunia ini. Baiklah kita boleh terus mengambil komitmen penuh untuk menjalankan panggilan Tuhan ini kepada setiap kita umat pilihan-Nya. Baiklah kita boleh menjadi teladan dan kitab-kitab terbuka dimana sesama kita boleh melihat Kristus yang hidup di dalam diri dan hidup kita. Sehingga dengan demikian diri dan hidup kita menjadi kesaksian dan persembahan  yang kudus, harum dan berkenan bagi Tuhan karena itu adalah ibadah kita yang sejati. Kiranya Tuhan senantiasa memampukan kita untuk menjadi terang dan garam dunia. Kiranya Tuhan senantiasa memampukan kita untuk menjadi saksi-saksi-Nya yang kudus dan benar bagi tiap-tiap sesama kita yang membutuhkan. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Selasa, 08 Oktober 2013

BERTUMBUH DAN BERAKAR DALAM KRISTUS (SEBUAH RENUNGAN KHUSUSNYA BAGI MEREKA YANG BERULANG TAHUN)

Landasan Alkitab: Yohanes 15:1-8

                Saudara-saudara, sebagaimana kesaksian Alkitab bahwa Yesus Kristus adalah pokok anggur yang benar (Yohanes 15:1), maka Kristus juga menginginkan agar kita menjadi ranting-rantingnya (ayat 5). Dan sebagaimana ranting yang selalu bergantung pada akar pohon dimana pohon itu bertumbuh, maka Kristus pun mengharapkan agar kita hidup bergantung kepada-Nya. Bahkan dalam ayat yang ke-5 dari bagian bacaan kita tertulis dengan jelas bahwa di luar Tuhan kita tidak dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu sesungguhnya berakar dan bertumbuh dalam Kristus merupakan kebutuhan mendasar dan penting di dalam kehidupan keberimanan kita yang juga diaplikasikan dalam kehidupan keseharian. Dalam ungkapan yang lain diungkapkan bahwa kita tidak bisa mengandalkan diri pada kekuatan kita sendiri melainkan pada kekuatan, hikmat dan kemampuan yang berasal dari Tuhan. Ada sebuah lagu pujian yang mengungkapkan: “Percuma kita berlelah bila kurang pasrah diri dalam doa pada-Nya.” Sesungguhnya Dialah sumber dari segala sumber segala sesuatu di dalam hidup kita. Bahkan Dia yang turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan di dalam hidup ini, terutama bagi mereka yang percaya dan takut akan Dia. Oleh karena itu kecintaan kita kepada Tuhan perlu terus kita jaga dan tumbuh kembangkan. Caranya adalah dengan senantiasa mau bertekun dalam doa dan pengajaran. Dengan kata lain bertekun dalam ibadah dan persekutuan Kristiani. Di samping kita juga perlu memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan melalui doa dan saat teduh pribadi kita.
                Ada janji yang Tuhan berikan kepada setiap kita yang mau bertekun dalam rangka berakar dan bertumbuh dalam Tuhan. Mazmur pasal 1 mengungkapkan bahwa mereka yang kesukaannya ialah taurat Tuhan dan yang merenungkannya siang dan malam akan seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air. Yang menghasilkan buahnya pada musimnya. Dan yang tidak layu daunnya. Apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bahkan tidak hanya itu saja. Ketika kita mengalami keletihan, kelesuan dan beban berat sekalipun, Ia menjanjikan kelegaan kepada kita. Khususnya kepada tiap-tiap kita yang saat ini sedang berulang tahun dan merayakan hidup dalam pertambahan usia yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, Firman Tuhan juga menjanjikan umur panjang bagi mereka yang takut akan Tuhan. Demikian juga dengan kekayaan dan hormat. Sungguh indah hidup bersama Tuhan dan di dalam Tuhan. Terlebih karena Dia sendiri yang memilih kita dan bukan kita yang memilih Dia. Oleh karena itu jangan pernah sia-siakan anugerah terindah dari Tuhan kepada kita. Jadikanlah Dia sebagai tempat bergantung dan bersandar. Bahkan jadikanlah Dia sebagai Raja di dalam hidup kita. Biarkanlah Dia senantiasa meraja dalam hati dan pikiran kita. Biarkanlah Dia terus mengubahkan dan menyempurnakan hati, diri dan hidup kita sehingga kita dari hari ke sehari menjadi semakin serupa dengan Kristus. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.



Minggu, 06 Oktober 2013

SETIA DALAM ANUGERAH KESELAMATAN ALLAH

1 Korintus 15:58: “Karena itu saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan Goyah dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu Bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.”

Pembukaan dan Uraian

                Saudara-saudara, di masa sekarang ini setiap kita tanpa terkecuali sedang memasuki masa goyangisme. Coba kita sebut saja sebuah goyangan yang biasa dikenal dengan sebutan goyang ala Cezar yang begitu terkenal khususnya pada acara Yuk Kita Sahur Trans TV dan berlanjut ke acara Yuk Keep Smile yang tayang setiap Sabtu dan Minggu di Trans TV. Ada juga goyang itik yang dipopulerkan oleh Saskia Gotik yang gagal menikah dengan Vicky Prasetyo. Dan berbagai nama dan model goyangan yang dipopulerkan oleh artis-artis lainnya juga di Indonesia. Tapi di hari ini saya tidak ingin mengajak kita sekalian berbicara tentang goyangan-goyangan tersebut. Tapi dari ilustrasi ini saya ingin mengajak kita melihat realita yang pasti kita pahami bersama bahwa ketika orang bergoyang maka postur tubuhnya pasti tidak akan berdiri tegak bukan? Melainkan pasti akan melekuk-lekuk sesuai dengan irama musik dan goyangannya itu sendiri. Hal ini mungkin sama dengan gambaran diri orang-orang kebanyakan pada umumnya yang bisa jadi gampang goyah, mudah galau, labil, dsb. Biasanya gambaran seperti ini dideskripsikan dalam diri anak-anak remaja yang baru memasuki masa pencarian jati diri. Namun tidak demikian dengan pesan yang terdapat dalam bagian bacaan kita. Bagian bacaan kita justru mengungkapkan: “Karena itu saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah. Giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Bahkan ungkapan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan dibuat dengan akhiran tanda seru yang bisa berarti merupakan sebuah perintah dan penting untuk diperhatikan serta dikerjakan. Dalam ungkapan  ini terdapat sebuah nilai kesetiaan dalam rangka melaksanakan pekerjaan Tuhan di tengah dunia yang juga harus dilihat dalam kerangka kesetiaan dalam anugerah keselamatan Allah yang menjadi tema kita saat ini. Sebagaimana Filipi 2:12 mengungkapkan “Kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar.” Dengan demikian kesetiaan kita dalam pekerjaan Tuhan sesungguhnya merupakan wujud representasi pengucapan syukur kita atas anugerah keselamatan yang telah dikerjakan Allah bagi kita melalui Yesus Kristus. Terlebih ketika dengan jelas perikop ini diberi judul oleh LAI “Kebangkitan Tubuh.” Pun di dalam ayat yang ke-54 dan ke-55 dipertegas lagi dengan ungkapan: “Maut telah ditelan dalam kemenangan Kristus atas dosa dan maut itu sendiri. Hai maut, dimanakah kemenanganmu dan dimanakah sengatmu?” Sesungguhnya tiap-tiap kita sebagai orang percaya telah dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib. Kita yang pada awalnya adalah sampah karena dosa telah dipungut dan diangkat Allah untuk menjadi anak-anak-Nya, untuk menjadi alat-Nya, untuk menjadi sahabat-Nya, hamba-Nya dan bahkan rekan sekerja-Nya di tengah dunia. Dalam ungkapan yang lain hendak dikatakan bahwa kita telah dipersekutukan kembali dengan Allah melalui karya penyelamatan Yesus Kristus sehingga kita bukan lagi hamba dosa melainkan hamba kebenaran. Demikianlah kita tidak perlu lagi hidup di dalam dosa. Bahkan Kristus sendiri senantiasa menyampaikan pesannya kepada kita melalui Firman-Nya supaya kita jangan berbuat dosa lagi.
                Saudara-saudara, berbicara tentang tema setia dalam anugerah keselamatan Allah membuat saya ingin mengajak kita melihat realita di sekitar kita. Ternyata memang akibat dosa yang diwariskan oleh Adam dan Hawa membuat tiap-tiap kita manusia pada umumnya memiliki kecenderungan sikap tidak setia. Kita lihat saja realita perceraian yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga-rumah tangga di sekitar kita. Demikian juga dengan realita perselingkuhan misalnya yang membuat istilah PIL (Pria Idaman Lain) dan WIL (Wanita Idaman Lain) begitu populer dan seringkali kita dengar. Bahkan dalam kehidupan keimanan pun acap kali terjadi juga realita ketidak setiaan seperti itu. Karena satu dan lain hal maka dengan mudahnya seorang Kristen menjual iman dan Tuhannya lalu menukarnya dengan yang lain. Realita paling jelas di dalam Alkitab ada pada kisah Yudas Iskariot yang menjual Yesus demi memperoleh uang. Kalau realita-realita nyata di sekitar kita mungkin bisa kita amati sendiri ya. Ada Bella Safira yang berpindah keyakinan menjadi mualaf demi menikahi suaminya. Bahkan terakhir saya melihat di siaran youtube ada seorang mantan pendeta GKI Papua yang kemudian masuk Islam dan beralih menjadi seorang mubalik Islam.
                Saudara-saudara, berbagai contoh kasus yang saya sebutkan tadi setidaknya dapat membuat kita melihat bahwa realita ketidaksetiaan kepada Tuhan dapat menghinggapi diri siapa saja. Bahkan mungkin juga dalam kehidupan kita. Acap kali baik disadari maupun tidak disadari gambaran hidup kita mencerminkan ketidaksetiaan kita kepada kehendak Tuhan. Oleh karena itu Firman Tuhan senantiasa berpesan kepada setiap kita termasuk saya dan saudara agar kita senantiasa berjaga-jaga agar tidak jatuh ke dalam pencobaan. Karena iblis berkeliling dan mengaum-ngaum seperti singa yang siap menerkam. Oleh karena itu tiap-tiap kita perlu meminta kepada Tuhan agar DIA menyelidiki hati kita. Tiap-tiap kita perlu meminta kekuatan dan kemampuan untuk berjuang sampai akhirnya DIA akan mendapati kita sebagai orang-orang yang sungguh-sungguh setia kepada-Nya. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa berjaga-jaga adalah sebuah proses yang berjalan konsisten dan sinambung, maka tiap-tiap kita pun perlu terus mengoreksi dan merefleksikan diri dan hidup kita sesuai dengan maksud dan tujuan Tuhan sebagaimana tergambar di dalam Alkitab, Firman Allah. Bahkan ketika perikop bagian bacaan kita saat ini berbicara tentang kebangkitan tubuh maka sesungguhnya kita tahu bahwa tujuan Tuhan bagi kita adalah pemulihan yang menghantarkan kita pada keselamatan dan hidup kekal dimana Kristus menjadi jalan satu-satunya, karena tanpa melalui DIA tidak ada seorang pun yang dapat sampai kepada BAPA. Oleh karena itu tidak cukup bagi kita untuk sekedar tahu dan kenal siapa Yesus Kristus dalam keterbatasan kita melainkan kita perlu mengalami dan berjumpa secara langsung dengan Kristus sehingga kita tahu betapa dasyat dan dalamnya DIA. Bahkan ada lagu yang mengatakan betapa dalamnya DIA sampai tak terselami. Oleh karena itu DIA berinisiatif untuk memperkenalkan diri-Nya kepada kita. DIA yang adalah Sang Firman yang menjadi manusia dan menjadi sama dengan manusia. Mengambil rupa seorang hamba dan mengambil peran sebagai kurban tebusan dosa bagi semua umat manusia dan keutuhan ciptaan. Dengan demikian kita kini telah menjadi orang-orang yang dimerdekakan oleh DIA. Bahkan DIA memanggil dan memilih tiap-tiap kita untuk menjadi umat pilihannya. Dalam konteks iman Kristen berarti dibaptis dan menjadi orang percaya. Lebih khusus lagi menjadi anggota gereja dan terlibat aktif dalam tugas penatalayanan gereja.
                Sama seperti seorang gembala mengenal domba-dombanya, demikian juga dombanya pasti  dapat mengenal dengan baik siapa gembalanya. Demikian juga dengan Kristus yang sudah pasti mengenali hamba-hamba-Nya dan umat gembalaan-Nya. Sudah selayaknya tiap-tiap kita sebagai umat-Nya sungguh-sungguh dapat meminta kekuatan dan kemampuan dari Tuhan agar kita dapat mengenali-Nya dengan baik agar kita tidak tersesat kepada gembala lain selain Kristus. Melalui pengenalan akan Tuhan itulah pada akhirnya kita dapat mengambil komitmen untuk setia dalam anugerah keselamatan Allah. Kiranya Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gereja senantiasa memimpin, menyertai dan memampukan kita untuk sungguh-sungguh setia dalam anugerah keselamatan Allah melalui-Nya. Amin.

Penutup
 SETIALAH, SETIALAH
Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) No.154

1.       Setialah, setialah selama hidupmu.
Ikuti jalan Tuhanmu dengan tetap teguh.
Meski penuh derita di dalam dunia.
Tetapi jangan kau gentar, tetap setialah.

2.       Setialah, setialah mengikut Tuhanmu.
Bersaksilah di dunia tentang Penebusmu.
Yang mati disalibkan di Bukit Golgota.
Tetapi DIA bangkitlah, besar kuasa-Nya.

3.       Setialah, setialah menjadi hamba-Nya.
Meski besar rintanganmu tetap percayalah.
Selalu kau dibimbing ke air yang tenang.

Kelak mahkota milikmu di Sorga yang terang.

Kamis, 03 Oktober 2013

INGAT PERINTAH INI! (SEBUAH REFLEKSI DARI KITAB KEJADIAN 1:28)

NB: Artikel ini disusun pada tanggal 17 Juli 2013.

Dari judul yang tertera di atas dan bagian Alkitab yang menjadi landasan dari refleksi ini, dapatkah kita menangkap perintah apa yang dimaksudkan dalam judul refleksi ini? Ya, benar! Sebuah perintah agar manusia Adam dan Hawa beranakcucu dan bertambah banyak. Sebuah perintah untuk memenuhi bumi dan menaklukkannya (kata dasar takluk). Sebuah perintah untuk berkuasa atas segala ciptaan Allah yang ada di bumi, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, termasuk juga tanah di dalamnya.
Merujuk dari kata dasar takluk pada ungkapan “taklukkanlah itu” yang dikorelasikan dengan perintah untuk berkuasa atas segala ciptaan, secara kasat mata mengisyaratkan kepada kita pembenaran sebuah tindakan eksploitasi tanah dan alam semesta ini semata-mata hanya untuk kepentingan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kesenangan generasi kita saat ini. Ungkapan “generasi kita saat ini” hendak menggambarkan  bahwa kerap kali yang manusia pikirkan hanyalah kepentingan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kesenangan sesaat saja. Namun apakah benar begitu juga yang dikehendaki Allah? Ternyata tidak. Perintah untuk berkuasa dan menaklukkan bumi dengan segala isinya yang dimandatkan Allah kepada manusia tetap mengandung nilai penting agar manusia mengelola dan memelihara segala ciptaan tersebut. Masa depan bumi dengan seluruh isinya memang diserahkan sepenuhnya ke dalam tanggung jawab manusia sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna (bdk.Mazmur 8:7-9; Ibrani 2:7-9). Namun sama sekali tidak dibenarkan kalau penguasaan atas bumi dan segala isinya hanya dilakukan dengan kecenderungan eksploitasi belaka tanpa pemeliharaan, karena sesungguhnya Allah kita adalah Sang Pemelihara. Masih ingatkah kita dengan sebuah lagu pujian yang kita pelajari sejak kita masuk di Sekolah Minggu yang berjudul “Jangan Kamu Kuatir?” Kata-kata di dalam lagu itu merupakan penggambaran Firman Tuhan yang terdapat dalam Lukas 12:22-28. Ayat ini menjadi fakta nyata kesaksian Alkitab bahwa Allah kita adalah Sang Pemelihara. Dengan demikian IA pun ingin agar tiap-tiap kita yang telah diberi mandat oleh-Nya untuk berkuasa atas bumi dan segala isinya juga mau dan mampu memelihara keberadaan bumi dengan segala isinya dengan sebaik-baiknya. Semuanya itu harus dipergunakan demi sebaik-baiknya kesejahteraan manusia dan keutuhan ciptaan selama bumi masih berputar sampai Tuhan datang kembali untuk yang kedua kali (sampai tiba saatnya kesudahan segala sesuatu). Artinya keberadaan alam semesta termasuk di dalamnya tanah memiliki nilai yang berkepanjangan dan harus dapat dinikmati dari generasi ke generasi. Oleh karena itu dalam mengusahakan dan mengelola tanah dan alam semesta ini, tiap-tiap kita perlu menggunakan akal budi yang telah dianugerahkan Allah kepada kita untuk memikirkan dan mengusahakan agar tanah dan alam semesta ini tidak segera habis, kikis dan punah sehingga keberadaannya masih dapat dinikmati dalam waktu yang lama secara konsisten dan sinambung sampai kepada anak cucu kita ke depan. Dengan upaya pemeliharaan yang baik terhadap bumi dengan segala isinya maka sesungguhnya kita sudah turut serta dalam karya pemeliharaan Allah terhadap keutuhan ciptaan dan dengan demikian kita terlibat aktif dalam maksud tujuan Ilahi atas keutuhan ciptaan-Nya. Upaya pemeliharaan bumi, tanah dan segala isinya menjadi suatu bukti nyata bahwa kita mempermuliakan Allah melalui segala ciptaan-Nya.
Namun demikian pada kenyataannya, manusia kerap kali hanya cenderung mengeksploitasi alam hanya demi kepentingan sesaatnya saja. Hal ini tidak lepas dari dampak kejatuhan manusia ke dalam dosa, dimana dosa mengakibatkan manusia lebih mau mengikuti keinginan dagingnya dan memberontak dari kehendak Tuhan yang mulia dan sempurna. Kita tahu bersama bahwa dalam keinginan daging terkandung hawa nafsu yang dapat digambarkan juga dengan adanya sikap egosentrisme dan konsumerisme semata dalam diri manusia. Tentu, sebagai orang-orang yang telah diselamatkan dan dibaharui oleh Tuhan kita Yesus Kristus, maka kita sebagai kaum nasrani perlu memiliki perubahan dalam pola berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan pembaharuan budi kita. Dengan kata lain, ketika orang-orang dunia hanya melulu memikirkan kedagingan dan hawa nafsunya semata, maka kita sebagai orang-orang pilihan-Nya harus mampu berpikir dan bertindak sebagaimana Kristus berpikir dan bertindak. Ketika kita tahu benar bahwa Allah kita adalah Sang Pemelihara yang tidak akan pernah meninggalkan buatan tangan-Nya, maka kita sebagai pengikut Kristus hendaknya juga mau terlibat aktif dalam upaya pemeliharaan ciptaan Allah termasuk di dalamnya tanah.
Undang-Undang Dasar kita mengatur secara konstitusional bahwa tanah dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan diperuntukkan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak praktek-praktek ilegal penguasaan tanah oleh individu atau golongan tertentu yang membawa penderitaan bagi warga sekitarnya. Sebut saja peristiwa tragedi kabut asap yang dibawa dari Indonesia sampai ke beberapa negara tetangga di Asia yang ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Hal itu dapat terjadi karena pengusahaan hutan yang kurang baik dan hanya berpijak pada kepentingan eksploitasi sesaat entah oleh kalangan pengusaha maupun perorangan. Melihat kenyataan seperti ini Firman Tuhan tidak henti-hentinya mengingatkan kepada kita agar kita mau kembali pada kebenaran Firman Tuhan itu sendiri. Yaitu agar kita mau memulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu untuk mau terlibat aktif dalam upaya pemeliharaan tanah dan seluruh alam semesta ini.
Pemerintah Indonesia mungkin memang telah mengupayakan program-program yang baik selama ini, seperti misalnya: program reboisasi dan penanaman seribu pohon. Sudah seharusnya jejak-jejak yang baik yang telah dirintis oleh pemerintah kita dapat diikuti juga baik oleh kalangan usahawan, pemegang izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan), maupun kita pribadi lepas pribadi. Ingatlah bahwa tanah yang kita pijak sekarang beserta seluruh kekayaan alam semesta yang ada bukanlah milik kita sendiri melainkan merupakan pinjaman dari generasi-generasi setelah kita. Oleh karena itu kita perlu menjaga dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.
Contoh kasus tentang kabut asap tersebut di atas hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kasus lainnya yang berhubungan dengan tanah dan pengelolaan alam semesta yang terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Oleh karena itu merupakan hal yang penting bagi gereja di segala tempat (termasuk kita sekalian sebagai warga gereja) untuk menyuarakan kebenaran Allah tentang pentingnya pemeliharaan dalam tindakan penguasaan alam semesta. Penting juga bagi gereja untuk menyuarakan kata tidak bagi upaya-upaya pengeksploitasian alam secara berlebihan tanpa memikirkan upaya peremajaannya. Sebagai orang-orang yang mengasihi Tuhan, maka sudah semestinya kita juga menyatakan kasih kita kepada sesama. Demikian juga kita perlu untuk menyatakan kasih kita atas alam ciptaan-Nya.
Lao Tzu dalam ajarannya senantiasa menekankan tentang cinta kasih dan keramahan. Ungkapan-ungkapan Lao Tzu yang saya kutip dari id.wikipedia.org/wiki/Lao_Zi, antara lain:
(1). Kebaikan dalam kata-kata menciptakan keyakinan. Kebaikan dalam berpikir menciptakan kebesaran hati. Kebaikan dalam tindakan menciptakan cinta.
(2). Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan. Keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian. Keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih.
Saya yakin benar bahwa dalam pernyataan Lao Tzu tersebut di atas terdapat unsur cinta kasih dan keramahan terhadap alam. Demikian juga dengan tanah. Pun ketika kita berbicara tentang agama-agama secara majemuk, maka saya berani memastikan bahwa tiap-tiap agama akan berbicara tentang cinta kasih dan kedamaian secara vertikal maupun horisontal, termasuk di dalamnya dengan alam semesta. Sehingga tidak heran kalau Pdt.Martin Lukito Sinaga pernah mengungkapkan tentang agama cinta ketika memberi kuliah pada angkatan saya di STT Jakarta.

            Tiap-tiap agama boleh dan pasti berbicara tentang cinta kasih. Tetapi kekristenan secara eksplisit memiliki kekhususan, dimana inti ajaran Tuhan Yesus Kristus sebagaimana tercantum di dalam Alkitab adalah kasih. Bahkan Allah itu sendiri adalah kasih. Siapa yang tinggal di dalam kasih, ia tinggal di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Oleh karena itu sudah sepatutnya sebagai murid-murid Kristus kita mengimplementasikan ajaran Kristus tentang kasih di dalam kehidupan kita. Pun sudah sepatutnya kita menjadi penyalur-penyalur kasih Kristus. Untuk itu jangan tunda lagi! Marilah kita menyatakan kasih kita kepada Tuhan dalam kasih kita kepada sesama dan alam semesta. Tuhan memberkati kita sekalian.

Sabtu, 17 Agustus 2013

PELAYANAN ADALAH SEBUAH PERJUANGAN (Kolose 1:24-2:5)

Sebuah renungan Firman Tuhan dalam menyambut kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-68. Kiranya dapat menjadi bagian dari perenungan kita bersama. Soli Deo Gloria.

Pembukaan & Uraian
Saudara-saudara, setiap kita sebagai warga Bangsa Indonesia yang menjiwai dan memahami benar makna dari kemerdekaan Republik Indonesia yang dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh dua proklamator kita Soekarno-Hatta, pasti juga akan memahami bahwa kemerdekaan itu diraih dengan harga yang mahal. Kemerdekaan diraih dengan tumpahan darah dan limpahan  nyawa yang dikorbankan oleh para pejuang. Dalam meraih kemerdekaan ini butuh perjuangan dan pengorbanan. Makanya ada sebuah lagu yang mengungkapkan: Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan, mulia adanya. Jadi perjuangan itu dilandasi semangat yang sangat mulia untuk meraih kebebasan dari penjajahan. Bahkan semangat itu pun tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar kita yang mengatakan: Kemerdekaan adalah hak segala  bangsa. Oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
Saudara-saudara, dengan demikian kita menyadari benar bahwa tidak ada kemerdekaan yang dapat diraih tanpa perjuangan. Makanya untuk menghargai jasa para pahlawan, dalam upacara bendera kerap kali kita mengheningkan cipta. Bahkan juga menyanyikan lagu gugur bunga yang menyatakan bahwa kita sebagai warga Bangsa Indonesia turut bersedih dan berbela rasa atas gugurnya para pahlawan di medan peperangan. Namun tentunya bukan hanya larut dalam kesedihan semata, tetapi bagaimana kita dapat mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan itu dengan berbagai hal positif dalam rangka membangun kehidupan bangsa ini menjadi lebih baik. Itulah yang menjadi harapan kita bersama. Dan tentunya juga menjadi harapan dari para pahlawan yang telah gugur di medan pertempuran demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa kita tercinta ini.
Ketika kita menyadari benar dalam semangat nasionalisme yang kita miliki bahwa tidak ada kemerdekaan tanpa perjuangan dan harga yang mahal yang harus dibayar dalam perjuangan tersebut, maka pertanyaannya kemudian bagaimana dengan pelayanan? Bukankah pelayanan juga merupakan sebuah proses perjuangan? Memang benar bahwa Tuhanlah yang memanggil tiap-tiap orang untuk menjadi percaya kepada-Nya. Tuhanlah juga yang menumbuhkan iman dalam diri tiap-tiap orang yang dipilih-Nya. Namun jangan lupa bahwa iman tumbuh dari pendengaran akan Firman. Dan untuk itulah tiap-tiap kita dipanggil sebagai alat di tangan Tuhan guna memperdengarkan dan mempersaksikan Firman Tuhan kepada tiap-tiap orang yang belum mengenal-Nya. Sesuai dengan amanat agung Kristus: Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Baptislah mereka dalam nama BAPA, ANAK dan ROH KUDUS. Untuk mencapai tujuan tersebut butuh upaya, butuh usaha yang harus kita kerjakan dan lakukan selain juga tentunya pimpinan dan penyertaan Tuhan di dalamnya. Oleh karena itu jelas bahwa pelayanan adalah sebuah perjuangan. Makanya Alkitab berkata bahwa jerih payahmu di dalam Tuhan tidak sia-sia. Kata jerih payah di sini mengungkapkan adanya dan diperlukannya sebuah daya juang yang tinggi dalam melaksanakan misi Allah di tengah dunia. Makanya kita seringkali disebut sebagai Jesus Army atau tentara-tentara Allah dimana Allah dalam Yesus Kristus menjadi komandan atau kepala atas kita. Bahkan ada lagu yang mengatakan: Saya bukan pasukan berjalan, pasukan berkuda, pasukan menembak. Saya tidak menembaki musuh. Tapi saya laskar Kristus. Jadi perlu disadari benar bahwa kita adalah laskar-laskar Kristus yang ditempatkan-Nya di tengah dunia (bdk.dengan bala keselamatan, salah satu aliran gereja yang ada di Indonesia, dimana dalam aliran tersebut terdapat kepangkatan dari level teratas sampai level terendah. Kepangkatan itu diukur dari seberapa jauh orang-orang yang terlibat di dalamnya dapat menguasai dan melakukan Firman Tuhan di dalam hidupnya). Sekalipun dalam gereja kita tidak ada tingkat-tingkat kepangkatan layaknya militer seperti itu, tetapi kita tetaplah laskar Kristus. Oleh karena itu Alkitab Firman Allah terus-menerus mendengungkan kepada kita sebagai laskar Kristus tentang betapa pentingnya kita menjadi terang dan garam dunia, karena disitulah fungsi kita sebagai laskar Kristus: yaitu menjadi terang di tengah kegelapan dunia dan menjadi garam yang mengasinkan dunia yang tawar. Oleh karena itu tiap-tiap kita pun dituntut oleh Tuhan untuk menjaga hidup kita kudus dan benar di hadapan Allah dan sesama, karena hanya dengan menjaga hidup kudus dan benar itulah, maka sesungguhnya kita yang telah dikuduskan dan dibenarkan oleh Allah melalui Yesus Kristus ini dapat menjadi saksi yang benar tentang kebenaran dan kekudusan Allah di hadapan sesama kita. Oleh karena itu kita seringkali disebut dengan istilah kitab-kitab yang terbuka yang dapat dibaca oleh sesama kita, dimana mereka dapat melihat Kristus di dalam diri kita.
Saudara-saudara, menjadi saksi Kristus dan melayani Tuhan memang bukan suatu hal yang mudah. Kita perlu berbuah secara rohani terlebih dahulu dalam konteks diri kita sendiri, barulah kita dapat dipakai Tuhan untuk menghasilkan buah bagi sesama. Dan untuk menghasilkan buah itu perlu perjuangan yang berat dan keras dari dalam diri kita. Alkitab menyebutnya dengan ungkapan menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Kristus. Menyangkal diri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan bukan? Terlebih dengan kedagingan manusia yang didalamnya terdapat berbagai keinginan duniawi. Pun ditambah dengan berbagai tawaran yang dunia tawarkan untuk dapat memuaskan kedagingan tersebut. Keinginan daging yang diselaraskan dengan berbagai tawaran dunia atas berbagai keinginan tersebut seringkali dapat menjerumuskan manusia untuk kembali hidup dalam dosa. Tetapi tentunya Firman Tuhan terus mengingatkan kepada kita agar kita jangan sekali-kali lagi hidup sebagai hamba dosa melainkan hamba kebenaran. Bahkan dalam konteks pembaharuan diri maka Alkitab mengungkapkan dengan sangat jelas: Janganlah kita menjadi serupa dengan dunia ini, melainkan berubahlah menurut pembaharuan budimu. Dengan  kata lain yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan adalah menjadi semakin serupa dengan Kristus dari hari ke sehari dan juga tiap-tiap hari. Oleh karena itu perlu bagi kita untuk membiarkan Kristus memerintah dan menjadi pemimpin dalam diri dan hidup kita. Jangan sekali-kalipun membiarkan kedagingan kita yang memegang otoritas dalam diri dan hidup kita. DIA adalah Raja segala raja. Sudah sepatutnya DIA pun meraja dalam diri dan hidup kita. DIA adalah pencipta kita. Bahkan Alkitab katakan punya Dialah kita umat gembalaan-Nya. Sebagai kepunyaan Allah tentunya kita perlu merelakan diri kita untuk dibentuk, diarahkan dan dipakai sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya. Kalau dalam ibadah-ibadah yang kita lakukan seringkali kita bisa menyanyikan “Bagaikan bejana siap dibentuk,” baiklah itu bukan hanya sekedar nyanyian, tetapi boleh kita jiwai dan semangati di dalam hati dan pikiran kita dan menjadi ungkapan iman kita kepada-Nya seperti Maria berkata: Aku adalah hamba Allah. Jadilah kepadaku menurut apa yang Kau kehendaki. Demikian juga Kristus sendiri mengatakan di Taman Getsemani: Bukan kehendak-Ku yang jadi melainkan kehendak-Mulah yang jadi. Dalam ungkapan ini ada sebuah sikap taat sepenuhnya kepada Allah. Saudara-saudara, ketaatan sepenuhnya kepada Allah juga Tuhan inginkan agar kita lakukan. Harus kita akui hal ini tidak mudah untuk dilakukan walaupun mungkin mudah untuk dikatakan. Tetapi tentu Allah tidak akan pernah berdiam diri ketika Dia melihat kita terjatuh karena beratnya salib yang harus kita pikul. Dia pasti akan memampukan kita kembali untuk bangkit dan berjalan lagi menuju ke arah Kristus sampai akhir hidup kita, dimana pada akhirnya kita dapat berkata bahwa aku telah dapat menyelesaikan pertandingan di tengah dunia. Sehingga akan tiba saatnya bagi kita untuk menerima mahkota kemenangan dan hidup kekal bersama dengan DIA.
Saudara-saudara, hidup kita di tengah dunia adalah persiapan menuju kehidupan kekal bersama dengan Tuhan yang akan kita peroleh sebagai jaminan bagi tiap-tiap orang percaya. Dan di dalam kehidupan yang masih Tuhan anugerahkan kepada kita sampai dengan saat ini, Tuhan tidak menginginkan kita untuk berdiam diri melainkan terus berjuang melayani Tuhan melalui pelayanan kepada sesama kita. Tuhan menginkan kita terus berjuang menyebarkan injil Kristus dan menjadikan hidup kita sebagai kesaksian tentang Kristus kepada sesama kita.
Saudara-saudara, hidup adalah perjuangan. Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan dan pengorbanan. Demikian juga dengan pelayanan saudara-saudara. Seorang pelayan adalah orang yang harus mau berjuang, rela berkorban dan menderita. Rasul Paulus dalam bagian bacaan kita telah mempersaksikan kepada kita sekalian bagaimana dia dalam melakukan tugas pelayanannya sebagai rasul Kristus mengalami penderitaan. Dalam ayat 24 dari Surat Kolose pasal 1 dikatakan: Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus untuk tubuh-Nya yaitu jemaat. Ada sebuah gambaran yang sangat bertolak belakang di sini saudra-saudara. Di satu sisi Paulus mengatakan bahwa ia menderita; tetapi di sisi lain ia mengatakan bahwa ia bersukacita sekalipun ia menderita. Dalam keyakinan iman kita dan dalam berbagai kesaksian Alkitab kita dapat mengungkapkan dengan tegas dan lugas bahwa ketika kita menderita karena Kristus, maka penderitaan dan jerih payah yang kita lakukan tidak sia-sia karena kita akan memperoleh mahkota kemenangan dan turut serta dalam kebahagiaan bersama-Nya. Itulah janji Allah kepada tiap-tiap kita yang mau terus bertekun menjadi rekan sekerja Allah di tengah dunia. Bahkan Injil Yohanes 16:33 mengungkapkan dengan jelas bahwa damai sejahtera Allah akan terus diberikan-Nya kepada kita sekalipun kita berada dalam penderitaan karena DIA. DIA tidak akan pernah meninggalkan kita. Bahkan Ia menyertai kita sampai akhir zaman.
Saudara-saudara, menjadi orang Kristen dan pengikut Kristus bukanlah menjadi orang yang kemudian terbebas dari segala penderitaan. Tetapi yakinlah bahwa Tuhan akan memampukan kita melewati segala penderitaan hidup kita. Oleh karena itu jangan pernah putus berharap kepada-Nya dalam segenap perjuangan hidup kita. Jangan pernah berhenti berjuang dalam segala tugas penatalayanan yang Ia percayakan kepada kita dimanapun kita ditempatkan. Teruslah menjadi saksi Kristus dan teruslah melayani-Nya karena pelayanan adalah sebuah perjuangan. Dan perjuangan di dalam Kristus tidak akan pernah menjadi sia-sia. Kemerdekaan Republik Indonesia secara de facto dan de yure sudah boleh kita raih. Namun perjuangan dalam hidup dan pelayanan kita belumlah usai sampai Tuhan memanggil kita kembali ke rumah-Nya yang baka, bahkan sampai kesudahan segala sesuatu. Selamat menjadi pelayan Tuhan yang setia dan selamat berjuang senantiasa di dalam Kristus. Amin.

Penutup
Indonesia Jaya
Hari-hari Terus Berlalu
Tiada pernah berhenti
S'ribu rintang jalan berliku
Bukanlah suatu penghalang

Hadapilah segala tantangan
Mohon Petunjuk yang kuasa
Ciptakanlah Kerukunan Bangsa
Kobarkanlah, dalam dada
Semangat jiwa Pancasila...

Hidup tiada mungkin...
Tanpa perjuangan,
Tanpa pengorbanan,
Mulia adanya
Berpegangan tangan...
Satu dalam cita...
Demi masa depan...
Indonesia Jaya
Pelayanan Adalah Perjuangan
Dengan nada lagu Indonesia Jaya.
Voice Aransement by Erick Susanto Tjandra.

Hari-hari terus berlalu
Tiada pernah berhenti
Sribu rintang jalan berliku
Bukanlah suatu penghalang

Hadapilah segala tantangan
Mohon petunjuk yang kuasa
Ciptakanlah kerukunan umat
Kobarkanlah, dalam dada
Semangat jiwa pelayanan

Melayani tiada mungkin
Tanpa perjuangan
Tanpa pengorbanan
Mulia adanya
Berpegangan tangan
Satu dalam cita
Demi kemuliaan
Yesus Kristus Tuhan.

Pokok-Pokok Doa Syafaat:
11.    Pengucapan syukur atas diizinkannya Indonesia memasuki usia kemerdekaan yang ke-68 tahun dan permohonan agar kiranya Tuhan terus memimpin, menyertai dan memberkati perjalanan bangsa kita ke depan. Demikian pun agar pemerintah kita senantiasa memiliki rasa takut akan Tuhan dan benar-benar mau bekerja menyejahterakan rakyatnya.
22. Peran aktif seluruh rakyat Indonesia termasuk kita di dalamnya untuk mengisi kemerdekaan yang sudah sekian lama kita kecap. Khususnya bagi kita agar kita dapat terus menjadi garam dan terang di tengah bangsa kita dari lingkup terkecil sampai lingkup terbesar di mana kita ditempatkan.
33.  Berdoa bagi tragedi demokrasi dan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Mesir.
44. Berdoa bagi proses perdamaian yang terus diupayakan bagi Israel-Palestina.





                                                

Selasa, 13 Agustus 2013

SPIRITUALITAS TAIZE DAN PENGARUHNYA BAGI SPIRITUALITAS JEMAAT

Pengantar: Pujian Jemaat Sebagai Bagian Integral Dari Keutuhan Liturgi Dalam Ibadah
Sebagai warga gereja GKI dan khususnya sebagai anggota jemaat GKI Wahid Hasyim tentunya tiap-tiap kita sudah akrab dengan tata cara ibadah yang biasa berlangsung di GKI tiap-tiap minggunya bukan? Mulai dari pujian pembuka, votum dan salam dan seterusnya sampai dengan pujian penutup atau yang biasa dikenal dengan istilah pujian pengutusan yang diakhiri dengan berkat yang disampaikan oleh pendeta atau pelayan Firman yang sekaligus menjadi tanda selesainya rangkaian ibadah tersebut. Coba kita perhatikan kata “rangkaian” yang saya sebutkan barusan. Kata rangkaian di sini hendak menunjukkan bahwa ibadah dengan keseluruhan rangkaian liturgi yang ada di dalamnya merupakan sebuah keutuhan dan kebulatan yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Demikian juga dengan lagu-lagu pujian jemaat yang dinyanyikan dalam ibadah tersebut. Kesemuanya itu menghantarkan kita pada penanaman nilai-nilai Kristusentris yang terdiri dari tiga komponen, yaitu His Life, His Teaching dan His Works. Kesemuanya itu pada hakikatnya menghantarkan kita pada pencapaian peningkatan spiritualitas kita secara pribadi. Sebut saja satu contoh, yaitu mengenai keberadaan kelompok paduan suara yang biasanya menyanyikan lagu pujian untuk Tuhan di waktu sebelum atau setelah khotbah. Atau bahkan sebelum dan setelah khotbah. Pasti lagu tersebut akan sangat berfungsi untuk semakin mempersiapkan hati dan pikiran kita dalam menuju pemberitaan Firman  Tuhan dan juga menghantarkan kita untuk semakin mengerti dan memahami pesan Firman Tuhan yang telah disampaikan, sehingga hati kita semakin dimantapkan untuk menjalani hari-hari di dalam kehidupan keseharian kita, karena keseluruhan dan keutuhan nilai yang kita dapat dalam ibadah tersebut merupakan modal kita untuk semakin berdiri teguh dan tidak goyah dalam menjalani hidup di dalam Tuhan dan bersama Tuhan. Demikian juga dengan urutan lagu pujian yang dilantunkan dalam ibadah sesuai dengan bagian litaninya masing-masing. Misalnya saja nyanyian pengakuan dosa seyogyanya akan semakin menghantarkan kita untuk menyadari segala dosa dan kesalahan kita dan untuk sesegera mungkin kita berbalik pada Tuhan dan menyatakan pertobatan kita di hadapan-Nya. Demikian juga dengan nyanyian kesanggupan pasca berita anugerah diwartakan. Seyogyanya menghantarkan kita untuk semakin mantap menerima dan bertekad untuk mengaplikasikan berita anugerah itu di dalam kehidupan kita sebagai orang-orang yang telah diampuni dosanya oleh Tuhan. Pun dengan pujian sebelum Firman, pujian persembahan dan pujian pengutusan. Pastilah kesemuanya itu memberikan sumbangsih dalam peningkatan spiritualitas kita (jemaat) sesuai dengan kaidah nilai litani yang sedang berlangsung. Melalui rangkaian ibadah yang masing-masing liturginya dan proses yang terjadi di dalamnya merupakan sebuah keutuhan dan tidak dapat dipisah-pisahkan (saling melengkapi) inilah maka dapat kita yakini bersama bahwa tiap-tiap anggota jemaat yang serius dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti dan menjalankan ibadahnya pasti akan memperoleh kebulatan dan keutuhan nilai spiritual yang dapat membangun dirinya menjadi lebih baik dan semakin baik dari waktu ke waktu. Dengan kata lain jemaat akan terus senantiasa terbentuk dan dibentuk menjadi semakin serupa dengan Kristus, dimana keserupaan dengan Kristus itu juga akan tergambar melalui pola hidup, pola pikir dan pola tindaknya secara individu maupun secara sosial. Peningkatan spiritualitas yang terjadi menjadi bukti nyata bahwa melalui ibadah yang kita jalani kita benar-benar mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang kemudian mempengaruhi pola hidup, pola pikir dan pola tindakan yang kita lakukan di dalam keseharian kita, dimana kita berpikir sebagaimana Kristus berpikir; kita bertindak sebagaimana Kristus bertindak; kita berkata-kata sebagaimana Kristus berkata-kata. Dengan demikian ibadah yang telah kita jalani tersebut dalam keutuhan dan kebulatannya dapat membantu kita untuk menjaga hidup kudus di hadapan Tuhan dan sesama. Oleh karena itulah Alkitab senantiasa berpesan kepada kita agar kita tidak menjauhi persekutuan-persekutuan ibadah, melainkan kita perlu untuk memupuk kerajinan kita sehingga kerajinan kita tidak menjadi kendor.

Komunitas Taize Dalam Sejarah Dan Nilai Eksistensialnya
Komunitas Taize adalah sebuah komunitas monastik ekumenis yang terdapat di Wilayah Taize, Saône-et-Loire, Burgundy, Prancis. Keberadaan komunitas ini dirintis oleh seorang bruder kelahiran Swiss yang kemudian pergi meninggalkan kota kelahirannya untuk tinggal di Perancis yang merupakan tempat kelahiran ibunya. Selama empat tahun beliau mengalami sakit TBC dan selama masa-masa pemulihan kesehatannya itulah beliau telah mematangkan dalam dirinya panggilan untuk menciptakan sebuah komunitas yang hingga kini kita kenal komunitas itu dengan nama komunitas Taize. Beliau bernama Bruder Roger. Ketika itu usianya dua puluh lima tahun di tahun 1940 (Sumber: spiritualitaskatolik.wordpress.com/2012/09/03/taize/). Dalam buku Meniti Kalam Kerukunan (ed.Prof.DR.Phil HM Nur Kholis Setiawan dan Pdt DR.Djaka Soetapa, hlm. 576) diperoleh informasi mengenai latar belakang kekristenan Bruder Roger yang adalah seorang Protestan Lutheran. Adapun pada awalnya komunitas Taize terbentuk dari sekumpulan pengungsi Yahudi korban kekejaman NAZI (Jerman) yang dibantu oleh Bruder Roger. Aktivitas yang mereka lakukan sejak awal adalah membangun kehidupan bertani dan berdoa. Hingga kini komunitas itu telah berkembang pesat dengan keberadaan para bruder dari berbagai negara di dunia termasuk Indonesia (Ibid.). Pun hingga kini Taize acap kali dijadikan tempat ziarah rohani bagi banyak orang dari berbagai penjuru dunia.
Menilik dari latar belakang terbentuknya komunitas Taize yang berawal dari para pengungsi Yahudi korban kekejaman NAZI, maka secara kasat mata saja kita sudah bisa menangkap spirit atau nilai yang diperjuangkan dalam komunitas ini, yaitu nilai perdamaian. Buku Meniti Kalam Kerukunan di halaman yang sama sebagaimana tersebut di atas ikut menegaskannya. Dalam buku itu diungkapkan bahwa spiritualitas Taize adalah ragi perdamaian yang ditaburkan pada ribuan kaum muda yang melakukan peziarahan iman di Taize setiap tahunnya dan dalam pertemuan-pertemuan di berbagai belahan dunia. Semangat perdamaian komunitas Taize merupakan perumpamaan persatuan (a parable of community). Dengan latar belakang kekristenan Bruder Roger yang adalah seorang Protestan Lutheran pun kita juga bisa menangkap semangat ekumenis yang ditanamkan dan dipelihara di dalam komunitas Taize ini. Sebuah buku berjudul Struggling In Hope (Bergumul Dalam Pengharapan) dengan editor Ferdinand Suleeman, dkk yang dipersembahkan sebagai penghargaan terhadap Pdt.Eka Darmaputera juga turut menegaskannya. Dalam buku itu di halaman 116 ditegaskan bahwa komunitas Taize sendiri menggarisbawahi bahwa mereka tidak bermaksud untuk mempropagandakan satu model yang seragam untuk segala bangsa dan kebudayaan. Diharapkan agar umat kristiani di segala tempat dan waktu mengembangkan cara-cara sendiri yang kontekstual dan oikumenis. Perlu dicatat juga bahwa sasaran Taize bukan hanya kaum elit yang mempunyai cukup uang untuk berziarah ke sana dan cukup pintar untuk mengikuti ibadah sehari-hari. Para anggota komunitas Taize sendiri hidup sangat sederhana dan para utusan Taize justru ditemukan di tempat-tempat yang paling rawan di dunia (bdk.Filipi 2:1-11). Perikop dalam bagian bacaan ini berjudul nasihat supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus. Melalui gambaran perikop inilah kita dapat menggambarkan apa, siapa dan bagaimana komunitas Taize itu sesungguhnya. Persatuan yang menjadi semangat dari komunitas Taize ini dapat terlukiskan melalui keberadaan para brudernya hingga kini yang tidak hanya terdiri dari orang-orang Katholik saja melainkan juga Protestan dengan berbagai latar denominasinya. Bahkan dalam perkembangannya yang terlibat dalam komunitas ini bukan hanya para bruder yang terdiri dari kaum laki-laki melainkan juga para kaum perempuan (para suster) yang lebih banyak terlibat sebagai penyambut. Ibadah Taize memang merupakan bentuk ibadah yang lebih banyak didominasi dengan doa dan nyanyian. Pelaksanaan ibadahnya pun mengalir dari awal sampai akhir. Berikut ini adalah rincian penjelasan mengenai poin-poin dalam rangka mempersiapkan dan melaksanakan ibadah (doa) di komunitas Taize:
 Mazmur
Yesus berdoa doa-doa yang kuno ini. Orang-orang Kristen selalu menemukan mata air hidup di dalamnya. Mazmur menempatkan kita dalam persatuan yang dalam bersama dengan semua umat percaya. Kegembiraan, kesedihan, iman kita kepada Tuhan, kehausan dan bahkan kecemasan kita ditemukan dalam ungkapan-ungkapan mazmur. Satu atau dua orang dapat mendaraskan atau membacakan ayat-ayat mazmur. Setelah setiap ayat, semua orang menyambutnya dengan Aleluia atau nyanyian aklamasi yang lainnya. Jika ayat-ayat tersebut dinyanyikan, sebaiknya tidak terlalu panjang, biasanya sepanjang dua baris. Dalam beberapa hal, para peserta doa dapat mendengungkan nada akhir dari aklamasi ketika ayat solo dinyanyikan. Jika ayat-ayat tersebut dibacakan dan tidak dinyanyikan, dapat menjadi lebih panjang. Oleh sebab itu tidaklah perlu untuk membaca keseluruhan mazmur. Janganlah ragu-ragu untuk memilih hanya beberapa ayat dan sebaiknya ayat-ayat tersebut mudah dipahami.
Bacaan
Membaca Kitab Suci adalah satu jalan menuju “mata air yang tak melelahkan dimana Tuhan telah memberikan diri-Nya sendiri untuk menawarkan dahaga umat manusia” (Origen, abad ke tiga). Alkitab merupakan “surat dari Tuhan untuk karya ciptaan-Nya” sehingga mereka “dapat menemukan hati Tuhan di dalam sabda Tuhan” (Gregorius Agung, abad ke enam). Komunitas-komunitas yang berdoa bersama secara rutin membaca Alkitab secara teratur. Tetapi untuk acara doa mingguan atau bulanan, bacaan-bacaan yang mudah dipahami harus dipilih, yang juga cocok untuk tema doa atau yang sesuai dengan penanggalan liturgi. Setiap bacaan dapat dimulai dengan kata-kata “Bacaan dari ….” atau “Injil menurut Santo …” Jika terdapat dua bacaan, bacaan yang pertama dapat dipilih dari Perjanjian Lama, Surat para Rasul, Kisah para Rasul atau dari Wahyu; bacaan kedua sebaiknya selalu dari salah satu Injil. Dalam hal ini, sebuah nyanyian meditatif dapat dinyanyikan di antara kedua bacaan tersebut. Sebelum dan sesudah bacaan, sebaiknya dipilih sebuah nyanyian untuk merayakan cahaya Kristus. Ketika nyanyian ini dinyanyikan, anak-anak atau kaum muda dapat maju ke depan dengan lilin yang bernyala untuk menyalakan lampu minyak yang didirikan di atas sebuah penopang. Tanda ini mengingatkan kita bahwa sekalipun malam sangat gelap, entah itu di dalam hidup kita atau dalam kehidupan umat manusia, cinta Kristus adalah sebuah nyala api yang tak pernah padam.
Nyanyian
Saat hening
Ketika kita mencoba untuk mengungkapkan persatuan dengan Tuhan dalam kata-kata, alam pikiran kita sering datang dengan cepat. Tetapi, di kedalaman diri kita, melalui Roh Kudus, Kristus berdoa jauh lebih banyak dari pada yang dapat kita bayangkan. Sekalipun Tuhan tidak pernah berhenti mencoba untuk berhubungan dengan kita, doa ini tidak pernah dipaksakan. Suara Tuhan seringkali terdengar hanya berupa bisikan, dalam sebuah tarikan napas keheningan. Tinggal diam dalam keheningan dalam kehadiran Tuhan, membuka diri kepada Roh Kudus, adalah sudah merupakan sebuah doa. Jalan menuju kontemplasi bukanlah untuk mencapai keheningan batin dengan jalan mengikuti beberapa teknik yang membuat semacam kehampaan di dalam diri kita.Sebaliknya, dengan iman seorang anak kecil, kita membiarkan Kristus berdoa dengan hening di dalam diri kita, sehingga suatu hari kita akan menemukan bahwa di kedalaman diri kita terdapat suatu kehadiran. Selama doa bersama dengan orang lain, yang terbaik adalah terdapat satu kali saat hening yang agak panjang (5 sampai 10 menit) dari pada beberapa kali saat hening dengan waktu-waktu yang pendek. Jika mereka yang hadir dalam doa tidak terbiasa dengan saat hening, adalah sangat membantu bila sebelumnya diberikan penjelasan singkat Atau, segera sesudah nyanyian penghantar saat hening, seseorang dapat berkata, “Doa akan dilanjutkan dengan saat hening selama beberapa saat.”
Doa permohonan atau Litani pujian
Sebuah doa mengandung petisi (doa permohonan) pendek atau aklamasi, yang dibantu dengan dengungan, dengan setiap petisi diikuti dengan sebuah jawaban yang dinyanyikan oleh semua orang, dapat berupa semacam “tiang api” di pusat hati doa tersebut. Mendoakan orang lain melebarkan doa kita kepada berbagai sisi kehidupan seluruh umat manusia; kita mempercayakan kepada Tuhan kegembiraan, harapan-harapan, kesedihan dan penderitaan semua orang, khususnya bagi mereka yang terlupakan. Sebuah doa pujian memungkinkan kita untuk merayakan segalanya bahwa Tuhan adalah bagi kita.
Satu atau dua orang dapat mengungkapkan doa permohonan mereka atau aklamasi pujian, yang dinyanyikan di awal dan disertai dengan seruan Kyrie eleison, Gospodi pomiluj (Tuhan, kasihanilah kami), atau Kami memuji-Mu, Tuhan. Setelah doa permohonan selesai dibacakan, berikanlah waktu sejenak bagi orang-orang untuk mengucapkan berdoa secara spontan melalui kata-kata mereka sendiri, ungkapan doa yang keluar dari hati mereka. Doa-doa spontan ini sebaiknya pendek dan ditujukan kepada Tuhan; bukan merupakan kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasan pribadi dan pandangan-pandangan bagi orang lain yang mereka bawakan sebagai doa. Setiap doa spontan ini disertai dengan seruan yang sama yang dinyanyikan oleh semua orang.
Doa Bapa Kami
Doa Penutup
Nyanyian
Terakhir, nyanyian dapat dilanjutkan untuk beberapa waktu. Sebagian dari peserta doa, jika mereka menginginkannya, dapat tetap tinggal untuk terus bernyanyi atau meneruskan doa. Sebagian dari peserta doa yang lain dapat diundang untuk saling berbagi pendapat dalam kelompok-kelompok kecil yang diadakan tak jauh dari ruangan doa, misalnya untuk merenungkan bacaan dari Kitab Suci, untuk memudahkan dapat digunakan “Renungan Yohanes”. Setiap bulan di dalam Surat dari Taizé, terdapat “Renungan Yohanes” yang menyarankan saat hening dan saling berbagi pendapat di seputar bacaan Kitab Suci. (Op.Cit., Spiritualitas Katolik Wordpress.com).

Penutup: Kesimpulan & Refleksi Teologis
Dari berbagai uraian mengenai komunitas Taize tersebut di atas kita dapat menyimpulkan bahwa komunitas Taize telah memberikan sumbangsih yang baik bagi perkembangan dan peningkatan spiritualitas jemaat dan gereja di seluruh dunia. Prinsip-prinsip yang dipegang dan diterapkan pun sangat Alkitabiah. Dengan demikian tidak ada alasan bagi kita untuk menutup diri terhadap eksistensi mereka dan dampaknya bagi perkembangan gereja serta jemaat kita terutama dalam hal spiritualitas yang senantiasa mengarah kepada spiritualitas Kristus, dimana Kristus menjadi teladan hidup tiap-tiap orang, terutama orang-orang percaya. Dalam hal ini komunitas Taize juga menjadi bagian dari komunitas orang percaya. Dengan demikian komunitas Taize merupakan bagian yang nyata eksistensinya bagi perkembangan gereja di seluruh dunia termasuk kita. Untuk itu merupakan hal yang baik juga ketika kita mau membuka diri kita untuk mau belajar tentang tata cara dan pola yang diterapkan dalam komunitas (ibadah) Taize. Dengan demikian gereja kita bukan menjadi gereja yang kaku. Dengan sikap terbuka yang kita miliki juga kita sudah mampu menyadari bahwa tiap-tiap kita sebagai komunitas orang percaya secara menyeluruh (inter denominasi) merupakan kesatuan tubuh Kristus dimana Kristus yang menjadi kepalanya.

Tulisan ini dibuat dalam rangka memberikan pengetahuan kepada jemaat mengenai komunitas Taize yang dalam ibadahnya lebih banyak didominasi dengan nyanyian dan doa. Beberapa contoh lagu Taize yang dimuat juga dalam buku pujian kita antara lain: Angkatlah Gita Baru (PKJ 298), Bersyukur Puji Tuhan (PKJ 299), Jangan Kuatir (PKJ 302), Segala Suku Bangsa (PKJ 305), Tuhanlah Kekuatanku (PKJ 307) dan Yesus TerangMu Pelita Hatiku (PKJ 308). Hal ini menunjukkan bahwa kita sesungguhnya telah menjadi gereja yang terbuka. Biarlah kiranya keterbukaan itu juga dapat kita jiwai dan terapkan bersama bukan hanya dalam ibadah formal di gereja melainkan juga dalam kehidupan keseharian kita, sehingga kita tidak menjadi orang-orang yang eksklusif melainkan inklusif. Dengan demikian kita mampu menghargai kepelbagaian. Dalam kaitannya dengan kemerdekaan, maka penghargaan terhadap kepelbagaian menandakan bahwa tiap-tiap kita seyogyanya telah menjadi orang-orang yang merdeka. Yang mampu mengekspresikan Kristus dalam berbagai cara yang positif dan membangun; yang sesuai dengan kaidah nilai-nilai iman kita sebagaimana terkandung di dalam Alkitab. Dengan demikian kebebasan dan kemerdekaan yang kita terapkan tetaplah merupakan kebebasan dan kemerdekaan yang bertanggung jawab dan bukannya kebebasan yang tanpa aturan. Satu hal yang perlu diingat bahwa Allah kita adalah Allah yang menyukai keteraturan dan sangat bertanggung jawab memelihara ciptaan-Nya. Pun akan tiba saatnya bagi kita untuk mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang kita hidupi di dunia ini di hadapan-Nya pada saat penghakiman terakhir. Oleh karena itu jalanilah hidup ini dengan penuh tanggung jawab. Selamat merayakan bulan musik gerejawi yang jatuh pada bulan Agustus. Pun selamat memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Merdeka! Soli Deo Gloria. Amin.